Mohon tunggu...
Dewi Intansari
Dewi Intansari Mohon Tunggu... Mahasiswi -

Manusia penimbun mimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perindu

18 November 2016   07:41 Diperbarui: 18 November 2016   08:27 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Petang sudah mulai menapaki sudut langit, menggiring senja menuju pagi di belahan bumi yang lain. Langit kelam, seolah pelukis langit lupa menyematkan bintang. Hanya awan yang menggantung merengkuh hujan, yang tak jua jatuh untuk ku hitung rintiknya. Udara mulai menegaskan dingin malam, mendudukkan diriku dalam balutan selimut tebal diatas tempat tidur seorang diri.

Anganku menerawang membelah nyanyian angin, menangkap sekelebat sosok yang entah tengah melakukan apa, yang keberadaannya bermil-mil jauhnya. Dadaku bergetar, tanda disana ada sesuatu yang hendak muncul kepermukaan untuk membanjiri seluruh bagian tubuh dengan gelombang halusnya. Seketika aku ingin mendengar suaranya. Resmi, aku merindukan seseorang.

Jemariku sepontan menangkap handphone, mencari nomor yang telah lama tak kelihatan menghubungiku. Dengan sedikit ragu akhirnya aku menghubunginya. Beberapa kali tidak diangkatnya panggilanku. Rasanya seperti ada palu yang menghujam jantung, rindu ini perlahan membuai jantung. Memanipulasi segala waras yang sebagian tadinya kuringkas dan ku pegangi erat-erat agar tidak lepas. Kini kau renggut itu perlahan-lahan, kau rampas melalui apapun. Melalui lamunanku, mimpi-mimpiku, bahkan setiap doaku di sepertiga malam. Kau manusia yang telah menjerat tanpa menyentuhku, mengikat tanpa susah-susah menyimpul tali. Membawamu kemanapun aku pergi, seperti anggota tubuh yang tak pernah luput dari badan. Keberadaan yang tak perlu kelihatan, namun ku tahu engkau ada.

Kutunggu kabar darimu beberapa hari, akhirnya kemunculanmu tidak terduga lagi. Seperti waktu yang sudah-sudah, kau selelu seperti bintang dilangit yang tak perlu nampak untuk menjadi ada. Hilang timbul sesuai tangan semesta, membuatku terkejut lalu kecewa. Malam ini akupun terlena oleh kehadiranmu, melalui suara yang samar membuatku bertambah rindu. Kita bercerita tentang banyak hal, mengungkap sesuatu yang belum sempat terjawab. Menertawai satu sama lain, bernostalgia membahas sejarah bagai membuka album lama, mendengarmu bercerita sungguh membuatku damai.

Ceritamu yang kadang terputus jeda diam yang cukup lama, jeda kosong yang sesungguhnya mengisi kekosonganku. Membuat diriku teduh. Mendengar nafasmu dan suaramu yang lembut dan sedikit terbatuk-batuk karena flu. Sungguh menggemaskan. Rasanya aku ingin lari, menembus tapal batas dan sekat waktu. Aku ingin menemuimu sekarang juga, memelukmu dan menghirup aroma tubuhmu dalam-dalam. Agar segenap getar dalam jiwaku mencair oleh getaran yang muncul dari dirimu. Dan getaran kita bertemu, bagai dua gelombang yang saling menggenapkan. Aku membuka dan kau yang menutupi. Sungguh serasi, sungguh indah.

Mendengar suaramu lebih dari yang aku harapkan untuk saat ini. Bermenit-menit kemudian berubah menjadi berjam-jam. Ketika nafas ini menghela bersamaan dengan keberadaanmu. Getar asing ini membanjir, layaknya ribuan kupu-kupu yang menelisik dinding jantung. Mengepak dan keluar perlahan-lahan dari celah yang mungkin. Mesin waktuku, aku berdiam disini mengemas rindu yang kau hadirkan. Dadaku tetap bergetar mewakili gelora yang kelamaan menjadi sebuah tanda tanya, yang menginginkan engkau sebagai jawabannya.

Malam yang indah. Dirimu mungkin telah terlelap dibawah gumpalan selimut bagai kepompong. Mengelana mimpi yang entah apa. Aku masih berdebaran, mempersulit mata untuk terpejam. Pagi yang akan segera datang, baru menepuk pantatku dan membuatku terlelap dalam gendongnya. Kuharap sepertiga malam masih menyisakan bunga tidur untukku merasa bahagia bersama dia yang aku rindukan.

Selamat pagi, Lintang. Terimakasih telah menerangi malamku yang sempat kelam karena terburu rindu.[]

Salatiga, 16/11/2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun