Mohon tunggu...
Dewi Intansari
Dewi Intansari Mohon Tunggu... Mahasiswi -

Manusia penimbun mimpi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Manusia Penimbun Mimpi

27 Februari 2017   05:55 Diperbarui: 27 Februari 2017   16:00 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

            Setelah sekian lama tidak muncul dan akhirnya muncul dengan bahasa yang sedikit alay ini(alias tidak seperti posting yang sebelumnya). Maka ampunilah aku kawans. Saat ini aku sedang ingin mencurahkan isi hatiku, apapun yang kalian pikirkan tetaplah membaca.

            Saat ini sudah seminggu setelah aku akhirnya berhasil mengumpulkan uang saku dan kubelikan sebuah gitar akustik berwarna hitam. Hampir sebulan sudah aku tidak membeli kuota dan berhemat untuk berbagai macam hal. Hanya untuk membeli satu benda yang aku incar sejak lebih dari tujuh tahun silam. Gitar.

Di hari itu juga aku belajar untuk bermain gitar. Aku menghafalkan kunci-kunci dasarnya terlebih dahulu. Hari pertama aku berhasil menguasai empat kunci, dan hari berikutnya aku berhasil menguasai semua kunci dasar dan beberapa kunci minor. Hari keempat aku mencoba untuk memainkan lagu Kedua Kalinya – Sheryl Sheinafia. Ada dua alasan praktis kenapa aku memilih lagu ini; yang pertama karena aku menyukai lagu ini dan yang kedua karena kunci gitarnya mudah (saat dilihat).

Dalam percobaan pertama kedua dan ketiga aku gagal memainkan lagu itu dengan fasih. Keempat kelima dan kesekian puluh kalinya aku tetap gagal. Di hari kelima, empat jari tangan kiriku sudah sakit semua siap untuk menderita kapalan. Aku berhenti berlatih di hari kelima karena hari itu aku harus benar-benar fokus pada presentasi di salah satu mata kuliah. Setelah presentasi berlalu aku mencoba lagi dan lagi dan tetap gagal.

Hari keenam aku berusaha untuk bisa menyetem gitarku sendiri. Karena di hari-hari sebelumnya gitarku di stem oleh kakak sepupuku yang jago main gitar. Saat itu sudah hampir jam sepuluh malam dan nada gitarnya masih saja kurang pas di telinga.

Selama ini aku buta nada dan menyanyi hanya mengikuti lagu saja. Aku benar-benar belajar dari nol lagi di usia yang sudah di akhir belasan tahun. Di saat yang aku pikirkan jauh lebih banyak dan lebih kompleks.

Hari ketujuh aku masih berusaha menyetem gitarku, dan masih belum jadi juga sampai akhirnya aku menyalakan laptop dan mulai menulis cerita ini. Aku kesal dan mungkin ini awal dari frustasi. Bayanganku yang dalam waktu satu minggu aku akan menguasai satu lagu dan mengunggahnya di instagram dengan mencantumkan hastag, lalu videoku akan banjir komentar dan like, harus lenyap. Mungkin aku akan menguasai alat musik ini jauh lebih lama lagi dari yang aku kira.

Di antara kesibukan kuliahku dan aku menyempatkan diri untuk tetap membaca, menulis, berlatih gitar dan bahkan mengarang lagu. Semua itu semata-mata hanya karena aku ingin mencari hal apa yang sebenar-benarnya ingin aku lakukan. Sebenarnya siapa dan untuk apa aku ini terlahir. Karena, jujur sejak dulu aku tak pernah atau belum pernah mendapati sebuah esensi dari kehidupanku ini.

TK cengeng, SD bebal dan pemalas, SMP alay dan dekil, SMA labil tingkat bintang lima belas, Kuliah tidak memiliki konsistensi sama sekali. Seumur-umur aku mendapatkan nilai bagus karena hasil jerih payahku sendiri pun hanya beberapa kali. Pun dalam bidang-bidang seperti seni rupa dan tata busana atau materi-materi lain yang kebetulan sedang ku pahami karena mudah. Prestasi belum pernah mendapati, lomba pun tak pernah mengikuti. Nah, jadi sebenarnya aku ini apa?

Aku selalu merasa bahwa aku terlahir untuk menjadi sesuatu, tapi sesuatu apakah itu?

Hingga kini aku hanya seonggok daging yang butuh makan namun sama sekali tak memiliki keahlian apapun. Cantik juga tidak, cerdas juga sepertinya tidak, justru terkadang malah telat mikir. Misalkan lelucon seminggu lalu baru aku tertawakan hari ini. Baik hati juga tidak terlalu, kalau di ajak serius malah bercanda dan kalau di ajak bercanda malah serius. Satu-satunya yang masih aku banggakan adalah karena aku Scorpio Girl dan karena tempramenku melankolis. Sedang para seniman kebanyakan adalah seorang skorpio dan bertempramen melankolis. Siapa tahu aku juga termasuk, begitu maksutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun