Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tas Noken untuk Gerakan Net-Zero Emissions

19 Oktober 2021   12:31 Diperbarui: 19 Oktober 2021   13:07 772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mama Yuliana Degai yang berjualan noken di lapangan bekas pasar sentar, Kota Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Foto: ADRIAN FAJRIANSYAH via KOMPAS

Idealisme masa muda untuk ikut berkontribusi dan mendukung gerakan Net-Zero Emissions seakan menemukan jalan buntu ketika sudah berkeluarga dan berumah tangga. Hanya beberapa bulan saja, rumah kecil kami sudah dipenuhi banyak kantong-kantong plastik. Kantong-kantong plastik itu didapat bersamaan dengan belanja barang kebutuhan rumah tangga di pasar.

Bukan apa-apa, belanja sayur seharga lima ribu rupiah dapat kantong plastik. Beli sabun dan pasta gigi dapat kantong plastik. Beli mainan anak, kita dapat kantong plastik. 

Bahkan, membeli 10 butir telur, kita akan mendapat 2-3 kantong plastik karena dilapis dobel agar telur tidak jatuh. Ditambah lagi, bila membeli barang tertentu, kita mendapat bonus piring kaca. Piring kaca ini pun bukan dari kualitas yang bagus, ia mudah pecah.

Saya mengumpulkan kantong-kantong plastik itu dalam karung ukuran 50 kg. Cukup dalam waktu dua bulan karung itu penuh. Ini baru dari keluarga kecil kami yang hanya tiga orang. Bagaimana dengan rumah tangga lain yang lebih dari tiga orang?

Bersama istri, kami sepakat, setiap kali pergi ke pasar harus membawa keranjang dari rumah. Atau sekedar beli sabun, saya memanfaatkan jok motor. Saya semakin terbiasa menolak menggunakan kantong plastik kepada pelayan toko. Inilah hal kecil yang kami lakukan guna merawat lingkungan yang lebih ramah -- terutama dari pandemi sampah plastik.

Komitmen dan kegelisahan kami beralasan. Menurut data SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional), timbulan sampah pada 2020 dari 257 Kabupaten/Kota se-Indonesia mencapai 33,113 juta ton/tahun. Terdapat 40,64 persen atau sekitar 13,456 juta ton/tahun yang tidak terkelola.

Tangkapan Layar https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
Tangkapan Layar https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/

Komposisi sampah berdasarkan jenis sampah, penyumbang terbesar adalah sampah dari sisa makanan dan plastik. Masing-masing sebesar 40,2 persen dan 17,1 persen. Sementara berdasarkan sumber sampah, rumah tangga dan pasar tradisional sebagai penghasil sampah terbanyak, masing-masing 38,3 persen dan 17,2 persen.

Kini, kekhawatiran kita adalah pandemi sampah plastik. Sampah plastik menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah maupun laut. Sifat sampah plastik yang tidak mudah terurai, proses pengolahannya menimbulkan toksit dan bersifat karsinogenik, membutuh waktu sampai ratusan tahun bila terurai secara alami.

Tangkapan Layar https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
Tangkapan Layar https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun