Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Akun Asli untuk Politik Praktis

8 Mei 2021   12:42 Diperbarui: 8 Mei 2021   19:13 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi. Sumber: pixabay.com

Seminggu yang lalu (1/5), Facebook menotifikasi saya. Ada pemberitahuan, usia akun saya sudah 18 tahun. Namun, tidak memastikan selama hampir dua dekade itu saya aktif atau tidak berselancar di dunia maya berlogo /f/ biru itu. Seingat saya, waktu luang saya begitu sering berkunjung. Saya menjempolkan like dan komentar. Sering pula saya memublikasikan kegalauan hati dan pikiran seturut usia yang masih labil.

Persis sejak awal menggunakan Facebook, saya menggunakan nama pena. Dengan nama inilah, digunakan hingga kini, Roman Rendusara. Pernah mengganti nama. Itu pun hanya sedikit penambahan. Misalnya, "Al-Roman Rendusara"-hanya untuk "gaya-gayaan" saja.

Seiring berjalannya waktu, saya mengenal media sosial (medsos) lain. Termasuk ketika mendaftar akun Kompasiana, saya menggunakan nama Roman Rendusara. Roman adalah sapaan saya sejak kecil.  Rendusara adalah nama yang dicomot dari silsilah keluarga, nama tokoh dalam sejarah kampung dan keturunan kami di Kepi, Desa Rapowawo, Kecamatan Nangapanda, Ende-NTT.

Saya sangat bangga menggunakan nama pena ini, juga di setiap tulisan saya. Sebagaimana "nomen est omen" (Latin: sebagaimana nama, begitulah karakternya), terbungkus kerinduan bahwa saya ingin menjadi orang yang berguna bagi setiap orang, seperti petuah para pendahulu kampung. Di lain sisi, nama itu adalah kebanggaan ihwal asal-muasal saya.

Seorang teman dekat, pernah menyarankan agar nama akun medsos dan nama pena pada setiap tulisan saya memakai nama asli sesuai KTP dan KK. Ia mempertimbangkan, bahwa kemudian hari butuh waktu dan biaya agar orang mengenal kembali kita dengan sosok yang sebenarnya. Selain itu, memudahkan pengurusan administrasi bila menyangkut hak paten sebuah karya tulisan.

Saya belum menerima tawaran teman tadi. Toh, publik sudah mengenal saya dengan Roman Rendusara. Belum begitu penting untuk semua orang mengenal nama saya sesungguhnya. Asalkan, bagi saya, saya bisa mempertanggungjawabkan nama itu secara etis. Saya masih bisa mengontrol diri agar selalu menampilkan sesuatu yang positif, agar layak dikonsumsi publik.

Akhir-akhir ini, banyak anak muda yang potensial, termasuk teman saya di atas sudah menggunakan nama yang asli di medsos. Mereka sangat aktif hampir 24 jam. Mereka sering "update status", menyapa, me-"like" dan berkomentar. Jumlah teman/followers pun makin banyak. Sudah pasti mereka rajin "add" (menambah) pertemanan. Bahkan, selalu mengucapkan selama ulang tahun bagi teman Facebook yang berulang tahun. Terasa mereka saling kenal dan dekat sekali.

Kemudian saya baru tahu, seorang teman berbisik kepada saya. Ihwal menggunakan nama asli sebagai persiapan menuju pemilihan legislatif (pileg) kabupaten/kota dan propinsi nanti. Biar dikenal publik lebih luas. Medsos untuk kampanye diri.

Saya sepakat. Mereka cerdas menggunakan medsos sambil berharap dikenal dan menjadi terkenal. Saya belum berpikir untuk menggunakan nama asli. Sebab belum berencana masuk ke medan politik praktis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun