Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Aset Kripto dan Gading Gajah di Tana Zozo, Ende - NTT

5 Mei 2021   12:16 Diperbarui: 5 Mei 2021   16:08 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gading gajah digunakan sebagai mahar (belis) di Tana Zozo, Rajawawo, Ende - NTT. Foto: Arsip RNM

Para pemilik duit ingin selalu mendulang cuan. Mereka memanfaatkan kemudahan investasi keuangan di era digital ini. Mungkin, bisa jadi penyebabnya, investasi saham, forex, dan emas sedang melempem. Ditambah, bunga deposito bank semakin menurun.

Per Maret 2021, BI menurunkan suku bunga deposito menjadi 2,75 persen. Bank BCA kembali memangkasnya menjadi 2,85 persen. Sementara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (Kopdit) masih perkasa dengan 3-6 persen per tahun.

Demikian di Amerika Serikat (AS), bitcoin melejit untuk menghindari nilai Dollar yang teperosok jatuh, diikuti kebijakan bank sentral (The Fed) menurunkan suku bunga acuan menyentuh level 0,25 persen.

Kondisi ini membuat tawaran investasi kian menguat. Terutama investasi uang kripto. Lunglainya ekonomi akibat pandemi, didukung "nafsu" cepat kaya, kaum kelas menengah ke bawah semakin mencelang ketika harga bitcoin mengukir rekor harga tertinggi.

Investasi irasional pun terjadi. Modus ini menggunakan instrumen cryptocurrency yang sedang tren. Pasalnya, CEO Tesla Elon Musk menyukai investasi jenis ini. Tepatlah naas, bisnis investasi yang menggiurkan selalu memboncengi tokoh terkenal. Euforia ini kian menarik minat berinvestasi tanpa perlu menunggu waktu berkalkulasi.

Bank Indonesia memang masih melarang uang kripto sebagai alat pembayaran yang sah. Namun Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) sebagai lembaga penunjang Kementerian Perdagangan mengeluarkan peraturan No 7/2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

BAPPEBTI mengizinkan perdagangan mata uang digital pada bursa berjangka. Hanya tiga belas perusahan yang terdaftar. Payung hukum ini bertujuan untuk mencegah penggunaan aset kripto untuk tujuan ilegal, seperti pencucian uang (money laundry) dan pendanaan terorisme (terorism fund).

Meskipun diizinkan dalam bursa berjangka, publik tetap diwaspadai akan risiko di depan mata. Sebab, aset kripto tidak seperti emas, yang sudah diterima di seluruh dunia. Aset kripto itu seperti bisnis jual-beli gading gajah yang berlaku di Tana Zozo (Rajawawo), Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Enam desa yang melingkupi wilayah Tana Zozo menerima gading gajah sebagai alat tukar (pengganti uang) untuk membayar mahar (belis). Belis diberikan pihak keluarga calon suami kepada keluarga calon istri.

Menurut tradisi, gading gajah diberi nama sesuai ukuran panjangnya tangan orang dewasa. Pertama, "sue keze" (dari ujung jari hingga ketiak). Kedua, "minu ae" (dari ujung jari hingga tenggorokan). Ketiga, "wesa" (dari ujung jari hingga menyentuk bahu sebelahnya), dan keempat, "repa" (sepanjang depaan orang dewasa).

Semakin panjang gading gajah, semakin mahal harganya. Kini berkisar 20-80 juta per batang. Marwah keluarga calon suami terjaga berkat pemberian belis (gading gajah) seukuran "repa". Selain mahal, juga sulit didapat.

Namun, belis dalam bentuk gading gajah hanya berlaku untuk perkawinan sesama mempelai dari Tana Zozo. Bila seorang pria ingin menikahi gadis yang berasal dari wilayah luar, atau sebaliknya, maka menggunakan kesepakatan adat. Umumnya, menggunakan hewan dan uang sebagai belis.

Sebagai alat pembayaran, aset kripto dan gading gajah memiliki kemiripan. Pertama, tidak memiliki penjamin yang jelas. Belum ada yang mengatur nilai aset kripto dan harga sesungguhnya gading gajah. Sama-sama tidak mempunyai lembaga berwenang, seperti bank sentral.

Kedua, berlaku bagi orang tertentu dan wilayah tertentu. Aset kripto berlaku komunitas investor tertentu. Begitu pula gading gajah, hanya berlaku dalam sekop kecil wilayah Tana Zozo.

Ketiga, tergantung permintaan dan penawaran. Nilainya sangat fluktuatif. Belum ada jaminan bahwa harga gading gajah dan aset kripto akan stabil. Hukum supplay and demand berperan sangat besar.

Akhirnya, aset kripto-seperti bitcoin dan gading gajah bukan sebagai alat pembayaran. Keduanya bisa disimpan sebagai aset investasi. Bisa jadi sewaktu-waktu tidak digunakan lagi.

Meskipun, pendiri Microsoft, Bill Gates, dan investor raksasa, Warren Buffett berkali-kali menolak aset kripto sebagai nilai investasi. Menurut Buffett, aset kripto (bitcoin) bukan investasi, bukan aset penghasil nilai, melainkan sebuah permainan yang hampir pasti mendatangkan akhir yang buruk, sebab pasar kripto adalah busa (bubble) belaka.

Maka, sebagaimana saran Bill Gates, berhati-hatilah berinvestasi aset kripto, kecuali jika Anda setajir Elon Musk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun