Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menghadiahi Diri sebagai Penulis, Bacalah "Kita, Kata, dan Cinta"

7 Maret 2021   21:19 Diperbarui: 8 Maret 2021   05:07 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com

Seminggu terakhir ini, sebagai dampak buruk pandemi terhadap usaha, saya sejenak mengundurkan diri dari keramaian. Saya mencari ketenangan diri. Menyepi walau di rumah saja. Saya berkhalwat.

Selain segala kehidupan dengan sukses dan gagal yang menyertainya, tema yang tak terlewatkan di layar permenungan saya adalah menulis. Termasuk menulis untuk Kompasiana (K).

Saya bergabung dalam K sejak 19 Mei 2011. Kurang beberapa bulan lagi, tepat 10 tahun. Sebuah usia yang panjang untuk menulis. Semestinya pula, sudah menghasilkan ribuan tulisan. Namun, saya hanya puas dengan 304 tulisan di K. 

Lebih dari itu, saya belum bangga menyebut diri sebagai penulis. Entahlah, kadang sebagai penyusun. Dikatakan demikian, sebab beberapa ulasan saya menganggit dari beberapa sumber. Ibarat seorang koki, bahan-bahan masakan sudah tersedia. Saya hanya meramu, memasak, dan menyajikan dengan daya kreasi saya.

Acapkali saya mengakui diri sebagai seorang penulis, ketika tulisan itu asli. Saya menulis dari buah gagas pribadi. Saya menceritakan kisah-kisah hidup dengan pilihan kata, frasa dan kalimat nan khas. Tujuannya, memberi inspirasi kepada siapapun yang sudi membacanya.

Tugas sebagai penulis sungguh besar. Apalagi memberikan inspirasi kepada orang lain. Benar kata orang, menulis adalah mengubah peradaban. Saya pun belum mampu sejauh ini. Saya hanya cukup menulis. Semua orang bisa menjadi penulis. Misalnya, menulis kata-kata di Facebook dan Twitter. Namun, penulis dengan kaidah kebahasaan Indonesia yang tepat dan benar tidak dimiliki semua penulis andal.

Oleh sebab itu, saya mengisi khalwat ini dengan membaca sebuah buku. Sekaligus sebagai cara saya menghadiahi diri setelah 10 tahun menulis di K. Saya memilih sebuah novel yang dianggit oleh salah seorang K-er. Dia adalah Khrisna Pabichara.

Dalam hati, saya memberi kesan istimewa terhadap setiap tulisan Pak Khrisna. Dia adalah pengawal bahasa Indonesia yang setia. Kata, frasa dan kalimat dianggitnya sangat berkaidah.

Sejak pendidikan dasar, saya telah menimba pengetahuan bahasa Indonesia. Guru-guru mengajarkan cara berbahasa Indonesia secara tepat. Namun, dalam praktiknya berulang kali 'jauh panggang dari api'. Bagi saya, Pak Khrisna mewaspadai K-er supaya berbahasa Indonesia dengan benar dan tepat. Ia meneladani kita semua.

Saya baru saja selesai membaca novel 'Kita, Kata, dan Cinta'. Saya berdecak kagum, bukan karena alur kisah cinta yang tak mudah antara Sabda dan Kana. Pak Khrisna meracik kisah cinta, dibalut pengetahuan bahasa Indonesia yang sungguh sedap (baku). Sabda, sang polisi bahasa yang memaksa saya selalu membuka kamus, setiap kali menemukan kata-kata asing di telinga.

Akhirnya, inilah cara saya menghadiahi diri. Berjuang mendapatkan novel ini. Sebagai seorang yang bercita-cita menjadi penulis andal, 'Kita, Kata, dan Cinta' adalah novel yang wajib saya baca, lagi dan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun