Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Akuntansi, Mental Accounting, dan Cerdas Keuangan

13 Juli 2020   20:49 Diperbarui: 14 Juli 2020   21:12 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi praktek akuntansi. (sumber: pixabay.com/stevepb)

Era digital 4.0 ini, kita mengenal akuntansi elektronik. Lembaga keuangan seperti bank dan Kopdit (CU) di Eropa dan Amerika, misalnya, mulai menolak uang tunai. Aplikasi internet banking memungkinkan perubahan akuntansi sebagai cara menghitung secara virtual.

Perubahan praktek akuntansi, dari manual ke komputerisasi hingga digitalisasi, tidak serta merta membawa kita keluar dari mental accounting, yakni: fenomena membagi uang dalam beberapa akun/rekening terpisah berdasarkan tujuan dan sumber uang.

Ini memang terkesan disiplin dalam manajemen keuangan kita, namun cenderung tidak rasional dalam penggunaannya.

Misalnya, kalau kita mendapat uang dari hadiah/bonus, kita didorong keinginan kuat untuk segera menghabiskan, dengan mengajak teman-teman makan malam bersama. 

Berbeda ketika mendapat gaji bulanan/hasil keringat kita sendiri: mengatakan bahwa kita sedang punya uang pun terasa risih. Mental accounting memperlakukan uang yang sama sesuai sumbernya.

Dalam gerakan Kopdit (CU) sedang 'ngtren' fenomena ini. Bertahun-tahun menyisihkan pendapatan untuk membeli mobil, misalnya. Dana tersedia sudah Rp 100 juta, hanya butuh lagi Rp 20 juta untuk membeli mobil pelayanan. 

Namun datang tawaran dari lembaga keuangan lain untuk deposito Rp 1 milyar, selama 2 tahun, dengan bunga diberikan di muka berupa mobil Avanza yang harganya mungkin Rp 100 juta lebih.

Bagaimana kalau tambahkan Rp 20 juta untuk beli mobil? Bagaimana kalau Rp 1 milyar itu diedarkan kepada anggota, sehingga Kopdit (CU) mendapat bunga, yang mungkin jauh lebih untung dari harga sebuah Avanza? Ah, cape deh!

Kita merayakan dengan sukacita dan sorak-sorai jika mendapat 'cashback' mobil dan laptop, tapi kemudian akhir tahun mengeluh pendapatan menurun, sebab harga mobil/laptop jauh lebih kecil dari proyeksi pendapatan bila uang diedarkan.

Pesannya jelas, insan Kopdit (CU) mesti tahu cara berhitung yang logis, sebagai cara kita berakuntansi. Baik juga kita menghindari bias negatif mental accounting (sebab mental accounting punya bias positif) dalam setiap kebijakan keuangan kita. Biar ke depan, semaju apapun sistem keuangan, kita tetap cerdas dan bijak memberi peran pada keuangan kita.

Dirgahayu Koperasi Indonesia ke-73.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun