Mohon tunggu...
Roisul
Roisul Mohon Tunggu... Guru - Kunjungi tulisan saya yang lain di roisulhaq.blogspot.com saat ini sedang menjadi Guru demi mendidik, mencerdaskan anak bangsa.

Menulis tak harus menunggu galau~

Selanjutnya

Tutup

Money

Iuran BPJS Kesehatan Naik, Sudahkah Memenuhi Keadilan Distributif?

31 Oktober 2019   19:13 Diperbarui: 4 November 2019   14:11 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: id.theasianparent.com

Bersiaplah merayakan tahun baru yang kurang dua bulan lagi. Sebab apa? Apa karena tahunnya cantik? Bukan! Sebab ada kenaikan tarif BPJS Kesehatan.

Nampaknya tahun baru 2020 tidak terlalu membahagiakan bagi semu orang karena pemerintah akan menaikkan tarif BPJS mula 1 Januari 2020.

Kenaikannya sebagai berikut;
Penerima Bantuan Iuran pusat dan daerah yang awalnya 23.000 menjadi 42.000
Kelas I dari 80.000 menjadi Rp 160.000
Kelas II yang awalnya 51.000  menjadi 110.000
Kelas III  dari 25.500 menjadi 42.000
Selain BPJS, tarif pelayanan publik lainnya juga akan naik pada 2020, yakni tarif tol dan tarif listik. 

Termasuk juga kenaikan tarif cukai rokok. Tarif cukai rokok akan naik sekitar 25 persen atau harga rokok akan berkisar diangka 35.000 pada awal tahun 2020 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang kenaikan tarif cukai rokok yang ditandatangani pada pertengahan Oktober 2019 lalu.

Hal semacam ini tentunya menjadi tantangan bagi kita semua, bahwa segala kebutuhan primer dan sekunder tentu akan naik tiap tahun adalah sesuatu  yang lumrah adanya. 

Kenaikan iuran BPJS yang dibarengi dengan kenaikan cukai rokok menarik untuk disandingkan. Dalam berbagai reseach di berbagai negara belahan dunia ada sebuah fakta bahwa kemiskinan berkolerasi dengan perokok, di negara-negara berkembang bahkan orang lebih mementingkan kebutuhan rokok daripada pendidikan bagi anak-anaknya. Rokok telah  menjadi bagian dari kebutuhan yang mendasar bagi  mereka.

Kebutuhan utama seperti pendidikan  tempat tinggal dan kesehatan terkalahkan oleh belanja rokok. Dalam sebuah research The Global Tobacco Crisis, WHO mencatat orang miskin di Bangladesh menghabiskan 10 kali untuk membeli rokok dibandingkan biaya untuk pendidikan. Di Mesir, orang miskin di sana membelanjakan 10 persen kebutuhan rumah tangga mereka hanya untuk rokok.

Di Indonesia lebih parah lagi, keluarga miskin di negeri ini menghabiskan 15 kali pendapatannya untuk asap rokok. Sungguh ironi memang, kebutuhan pokok justru habis untuk barang yang dianggap buruk bagi kesehatan ini. 

Hemat penulis bahwasanya kenaikan tarif BPJS ini perlu disikapi denga positif justru karena akan menjadikan sebuah tantangan bagi seorang kepala keluarga untuk bisa mengatur keuangan dalam keluarganya.

Namun alangkah lebih bijaknya jika pemerintah melalui menteri kesehatan untuk mengkaji ulang kenaikan tersebut, karena seyogyanya BPJS merupakan peran pemerintah dalam  mensejahterakan rakyat melalui pemberian jaminan kesehatan.

Oleh karena itu berdasarkan pandangan penulis bahwa agar kebijakan kenaikan tarif pelayanan publik ini benar-benar memenuhi rasa keadilan, maka harus ada kajian yang komprehensif. 

Keadilan distributif bukan Komutatif

Keadilan distributif merupakan keadilan yang tidak memberikan hak yang sama kepada setiap orang akan tetapi keadilan yang dapat memberikan hak proporsionalitas dalam penerapan. Dalam hal ini iuran BPJS yang akan dinaikkan tahun depan justru bukan solusi naiknya defisit keuangan pada opersional pelayanan BPJS Kesehatan. 

Pada hakikatnya selisih iuran pada kelas 1,2 dan 3 bukan mencerminkan keadilan yang distributif yang proporsional berdasarkan kemampuan masyarakat karena pada kelas 3 pun akan naik menjadi Rp. 42 ribu perbulan perkepala. 

Bayangkan saja jika dalam satu keluarga ada 4 kepala maka dipastikan iuran perbulannya menjadi 168.000 perbulan yang awalnya 102.000 kalau dia menggukan kelas 3.

Mari kita lihat sumber pendapatan dari program BPJS Kesehatan berasal dari tiga sumber, Pertama iuran peserta BPJS, kedua, hasil investasi dan alokasi dana pemerintahan. Bukankah akan lebih bijaksana kalau hasil investasi dan alokasi dana yang dinaikkan dan pada point pertama tetap.

Artinya iuran BPJS tidak dinaikan dengan logika bahwa banyak peserta BPJS masih menunggak dan tidak dibayarkan ketika mereka sedang tidak butuh atau mereka sedang tidak sakit. hal seperti ini akan lebih membahagiakan bagi masyarakat Indonesia dan memenuhi rasa keadilan.

Sumber: 

[Topik Pilihan] Ketika Iuran dan Tarif Layanan Masyarakat Naik Lagi 

Mengambil Nilai Positif dari Iuran Asuransi BPJS Kesehatan 

Apa yang dimaksud dengan keadilan distributif dan keadilan komutatif? 

Dekatnya Rokok dengan si Miskin 

Harga Rokok Naik 2020, Pedagang dan Konsumen Kompak Protes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun