Mohon tunggu...
ROHMAT METANAPRAKOSO
ROHMAT METANAPRAKOSO Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Hobi mendaki dan memancing

Selanjutnya

Tutup

Film

Fakta Sejarah yang Terpendam "Indonesia Calling"

29 November 2022   14:45 Diperbarui: 29 November 2022   15:07 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Mereview Film Indonesia Calling

 

Tahukah kamu apa itu film Indonesia Calling ?

Indonesia Calling merupakan salah satu film sejarah hasil garapan filmmaker Belanda, Joris Ivens yang diproduksi di Australia pada 1945-1946. Film berdurasi 22 menit tersebut memuat peristiwa bersejarah tentang perjuangan buruh-buruh Indonesia yang ada di Australia dalam mencegah kapal Belanda yang membawa pasukan militer dan senjata ke Indonesia untuk merebut kembali koloninya. Dengan mendapat bantuan dan dukungan buruh-buruh Australia, Cina, dan India serta beberapa negara lainnya, buruh-buruh Indonesia memboikot seluruh aktivitas kapal dan pelabuhan sehingga mereka berhasil membatalkan rencana agresi militer Belanda ke wilayah Indonesia yang membawa ribuan pasukan dan senjata saat itu.

Menurut sejarah orang-orang Indonesia tersebut adalah para buruh yang bekerja untuk perusahaan pelayaran di Australia, yang dulunya adalah tahanan politik Netherlands East Indies (NIS) di daerah Digoel. Setelah NIS menyerahkan koloninya ke Jepang pada 1942, para tahanan politik tersebut dipindahkan ke Australia. Di sana mereka mendapatkan hawa segar dalam hal aktivitas politik karena adanya jaminan kebebasan dari pemerintah Australia maupun kelompok-kelompok kebebasan sipil setempat. Tertarik dengan bakat dan komitmen politik para aktivis kiri Indonesia tersebut, Ivens -- dengan bantuan Catherine Duncan, seorang bintang radio ABC yang berbasis di Melbourne --memutuskan untuk merekrut mereka dalam memproduksi Indonesia Calling. Hasilnya, pada 6 Agustus 1946 film tersebut berhasil dirilis dan diadakan pemutaran perdananya di Newsreel Theatre Kings Cross di Sydney atas dukungan Partai Buruh yang dipimpin Perdana Menteri Australia, Ben Chifley.

Dengan tegas film ini menggambarkan bahwa gerakan kemedekaan Indonesia dalam beberapa tahun pertama sesudah 1945 ternyata bersifat transnasional, kalau tidak sepenuhnya kosmopolitan. Hal ini bertentangan sekali dengan pendakuan TNI (waktu itu ABRI) melalui rekonstruksi sejarah mereka lewat museum, buku sejarah dan film (seperti Janur Kuning, Mereka Kembali, Serangan Fajar dan banyak lagi) bahwa merekalah (nyaris) satu-satunya kekuatan yang tegak berdiri melawan agresi Belanda yang menumpang pada pasukan sekutu.

Dengan jelas pula film ini menggambarkan bahwa serikat buruh yang mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia terdiri dari berbagai kelompok serikat buruh berbagai bangsa dan tak hanya Australia. Beberapa serikat buruh pelabuhan (dan awak kapal) berkebangsaan Eropa, Cina dan India ikut serta mendukung gerakan boikot yang diserukan oleh para pekerja Indonesia di Australia saat itu. Serikat buruh kapal Australia yang mempeloporinya, memang. Film ini menyatakan bahwa bahan kampanye yang digunakan oleh pekerja Indonesia di Australia dalam membujuk berbagai serikat buruh ini adalah penindasan dari kaum majikan Belanda terhadap buruh di Indonesia. Mereka mengajukan gagasan pertentangan kelas ketimbang semata gagasan kemerdekaan bangsa. Lagi-lagi ini tentangan terhadap persepsi umum yang coba dikembangkan bahwa gerakan kiri hanya bersifat negatif belaka terhadap kemerdekaan Indonesia. Film ini menggambarkan dengan jelas bahwa mereka turut serta melakukan gerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia;

Sifat kosmopolitan Indonesia tampak menonjol juga pada gambaran gaya hidup orang Indonesia di Australia dalam film itu. Mereka mementaskan wayang orang. Dalam pementasan itu, tampak dua orang penari, keduanya lelaki tetapi salah satu memerankan tokoh perempuan. Dalam "tarian yang usianya sudah lebih dari 1.500 tahun ini" (kutipan dari narrator di film ini) digambarkan bahwa Indonesia punya tradisi kewiraan yang tinggi dengan sebuah landasan pra-modern. Namun dalam bagian lain film ini, orang-orang Indonesia tampil di sebuah panggung memainkan musik Hawaiian yang dikonotasikan sebagai musik asli Indonesia.

 

Pemogokan yang justru menempatkan dirinya dalam posisi sulit? Elisabeth Inandiak menjelaskan bahwa pendekatan seperti itu dipakai oleh Ivens dimana-mana (sayang saya belum melihat film Ivens yang lain), terutama untuk menekankan pembelaannya terhadap orang-orang yang dianggapnya tertindas. Agak seperti kenaifan menurut saya, maka saya menyebut Ivens romantis, tapi menurut Inandiak, demikianlah posisi politik Joris Ivens yang membuatnya terus menjadi seorang eksil bagi negerinya, sampai akhirnya beberapa tahun sebelum wafatnya, Pemerintah Belanda mengakui kesalahan mereka terhadap Ivens dan meminta maaf serta merehabilitasi sepenuhnya hak Joris Ivens sebagai warga Negara. Bahkan kini ia dianggap sebagai salah satu filmmaker paling penting dalam sejarah sinema Belanda.

Apa alur film ini ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun