Beberapa waktu lampau Gibran pernah menyatakan dirinya sama sekali tidak berminat dan tidak mau terjun ke dunia politik untu mengikuti jejak ayahnya. Bahkan Gibran yang merasa tidak memiliki kemampuan politik tersebut menyatakan kasihan rakyat jika dirinya terjun ke politik.
Tentu saja pernyataan Gibran tersebut tersimpan manis dalam berita media mainstream maupun sekedar jejak digital semata.
Terkait hal ini Jokowi pun menegaskan hal yang sama. Dirinya tidak akan menarik keluarganya untuk terjun ke politik dan memberi kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka masing-masing.
Dus, karena itulah ketika Gibran akhirnya dipastikan terjun ke politik dengan maju sebagai Kandidat Wali Kota Solo pada Pilkada 2020 sekarang, Jokowi harus berdarah-darah untuk memberikan klarifikasi.
Sayangnya klarifikasi Jokowi bahwa majunya Gibran itu merupakan dorongan dari rakyat dan rakyatlah yang menentukan terpilih atau tidaknya nanti tanpa  ada sedikitpun campur tangan presiden, tidak bisa diterima begitu saja oleh publik.
Meskipun penjelasan Jokowi cukup masuk akal, lagi-lagi kembali kepada filosofi "Ajining Diri Ana Ing Lathi". Majunya Gibran pada Pilkada 2020 kali ini tetap dianggap menggerus "ajining diri" karena mengingkari kata-kata yang pernah diucapkan sendiri.
Anak Polah Bapa Kepradah
Mau tidak mau, ambisi atau keinginan Gibran untuk berlaga pada Pilwalkot Solo 2020 kali ini harus mengorbankan kredibilitas ayahnya yaitu Jokowi.
Istilah jawanya, "Anak Polah Bapa Kepradah". Karena tingkah polahnya Gibran yang tiba-tiba memutuskan untuk maju sebagai Cawalkot Solo pada Pilkada 2020 sekarang, maka Jokowi pun harus ikut "kepradah" atau terciprat masalah.
Apa pun kilah Jokowi, apa pun alasan yang diungkapkan, apa pun klarifikasi yang dipaparkan, tetap saja Jokowi harus menerima masalah yang menimpanya.
Mau tidak mau polah Gibran ini terpaksa menjadi masalah yang cukup serius bagi kredibilitas Jokowi.