Mohon tunggu...
David Rohans R Hutagaol
David Rohans R Hutagaol Mohon Tunggu... Akuntan - I write what i think

My name is David Rohans Rivaldo Hutagaol | An idealistic scatterbrain who loves reading, writing, listening, analyzing and travelling | A banker (someday) | A man with too many questions inside his head, who's interested in politic, music, social and economy |

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengaruh Ekonomi As dan China Terhadap Fluktuasi Nilai Rupiah

16 Oktober 2015   08:39 Diperbarui: 16 Oktober 2015   18:35 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari belakangan ini kita dikejutkan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang kita. Rupiah sempat mengalami masa – masa buruk setelah sempat mengalami depresiasi yang cukup lama dan (untungnya) sejak minggu lalu rupiah sudah mulai menunjukkan tren positif dengan apresiasi yang cukup signifikan terhadap dollar Amerika. Perdebatan di tengah masyarakat pun terjadi saat rupiah mengalami depresiasi, dan (seperti biasa) orang yang tidak mengerti dasar – dasar ekonomi mulai angkat bicara dan seakan mengerti duduk perkara penyebab pelemahan mata uang rupiah.

Begitu juga sebaliknya, saat rupiah mengalami apresiasi, beberapa orang yang tidak mengerti dasar – dasar ekonomi mulai angkat bicara, dan (seperti biasa) seolah – olah paling mengerti mengenai hal ini, mulai dari paket kebijakan ekonomi jilid 3 Jokowi-JK (yang walaupun sampai hari ini gue sendiri kaga tau apa isinya, ya maklum lah coy di kosan gue kaga ada tv) dianggap ampuh sehingga bisa membuat rupiah kita apresiasi cukup signifikan terhadap dollar AS. Benarkah demikian?

Dan yang berkomentar lebih ngawur mulai beragam mengenai pelemahan dan penguatan nilai mata uang kita, mulai dari memaki Jokowi (dianggap sebagai orang yang paling patut dipersalahkan), membuat gerakan anti-Amerika, anti asing (diikuti dengan anti-aseng), neolib hingga illuminati, yang semuanya (sudah jelas) bertentangan dengan logika dasar ekonomi!

          Dan bukan dari kalangan masyarakat saja yang mencari kambing hitam atas masalah ekonomi negara ini, Pemerintah pun ikut berkelit mengenai masalah ekonomi yang dihadapi negara ini. Dimulai dari bulan Januari 2015 (seingat saya) saat dollar menyentuh ke angka Rp 12.750, pemerintah berkelit bahwa pelemahan mata uang kita disebabkan oleh kisruh yang ada di Yunani. Negara yang dalam dua tahun terakhir kita ketahui bersama sedang dilanda resesi. Lalu tidak lama berselang, saat rupiah menyentuh angka Rp 13.000, Pemerintah kembali berkelit bahwa hal itu disebabkan karena proyeksi negatif pasar terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi China. Dan puncaknya pada Agustus lalu, Presiden Jokowi tanpa ragu – ragu mengatakan bahwa pelemahan mata uang kita disebabkan oleh situasi memanasnya hubungan Korea Utara dan Korea Selatan.

          Lalu sebenarnya, apa penyebabnya rupiah kita mengalami depresiasi? Apakah benar pemerintah yang dianggap tidak becus mengurus negara ini sehingga patut dipersalahkan karena pelemahan mata uang kita? Lalu, apakah yang menyebabkan nilai mata uang kita mengalami apresiasi beberapa hari belakangan ini? Benarkah karena paket kebijakan ekonomi jilid 3 yang dikeluarkan Jokowi? Oke, gue bakal mencoba memaparkan apa yang gue pelajari dulu sewaktu kuliah dan membandingkan apa yang gue pelajari dahulu kala dengan kejadian beberapa hari belakangan ini (lumayan untuk refreshing ingatan masalah ekonomi).

          Saat ini yang saya liat, faktor yang mempengaruhi nilai mata uang kita melemah ataupun menguat, banyak terjadi karena faktor eksternal (ya walaupun ada juga faktor internal walaupun sedikit). Apa – apa saja faktor yang mempengaruhi rupiah?

1. Ekonomi Amerika

          Ekonomi Amerika sangat dominan mempengaruhi nilai mata uang kita. Maka jika ada kebijakan atau issue sedikit saja mengenai kebijakan ekonomi AS, maka hal tersebut langsung berdampak terhadap pergerakan mata uang kita. Sebagai contoh, pelemahan mata uang kita terhadap dollar adalah imbas dari planning The Federal Reserve untuk menaikkan tingkat suku bunga mereka (FFR ; Fed Funds Rate). Setelah sekian lama Amerika menahan suku bunga mereka di angka 0% setelah mereka mengalami gejolak (atau lebih tepatnya disebut crisis) ekonomi di tahun 2008, kini langkah mereka untuk menaikkan suku bunga mereka mulai terlihat nyata.

Dengan semua petunjuk yang diberikan oleh The Fed, maka sepertinya The Fed akan menaikkan suku bunga mereka dari 0% menjadi 0,25%. Baru diplanningkan saja, mata uang kita langsung anjlok (akhir September lalu). Yang memang The Fed telah mengambil kebijakan, untuk sementara tidak menaikkan tingkat suku bunga mereka terkait dengan situasi ekonomi yang terjadi disana.

          Mungkin sebagian orang akan bertanya – tanya, apa kaitannya suku bunga Amerika dengan pergerakan mata uang kita? Begini, suku bunga adalah harga dari uang. Yap, harga dari uang. Cara The Fed untuk menaikkan harga dari uang tersebut adalah dengan menurunkan jumlah uang yang beredar. Di Indonesia juga terjadi hal yang sama. Cara BI menaikkan harga uang ya dengan menurunkan jumlah uang yang beredar. Namun di Indonesia yang terjadi kebanyakan suku bunga BI (BI rate) naik ketika The Fed menaikkan suku bunganya. Oke, mari kembali ke topik.

Terkait dengan hal ini, maka kita harus kembali ke dasar ekonomi mengenai supply and demand. Cara Bank Sentral menaikkan harga uangnya dengan cara menurunkan jumlah uang yang beredar, ingat hukum supply demand. Jika jumlah uang yang beredar menurun (penawaran turun), maka harga uang tersebut akan naik. Maka kaitannya, jika jumlah USD yang beredar turun, namun jumlah mata uang yang lain tetap (rupiah, ringgit, baht,dll), maka nilai USD akan meningkat (karena permintaan meningkat, maka harga meningkat). Hal ini yang menyebabkan dollar perkasa, dan rupiah kita mengalami depresiasi.

Mengenai supply demand, dapat diilustrasikan sebagai berikut. Jika penawaran naik, berarti jumlah barang yang ada di pasar juga naik, akibatnya harga barang di pasar akan turun. Hal ini karena barang yang ada di pasar berlebih. Begitu juga sebaliknya, Jika permintaan meningkat, sedangkan jumlah barang yang ada di pasar terbatas, maka harga akan naik. Hal ini bisa digambarkan mengapa begitu mahalnya barang – barang yang di klaim “limited edition”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun