Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hadirnya Kerbau dalam Sosial Budaya Masyarakat Sumba

28 Juni 2019   21:11 Diperbarui: 29 Juni 2019   13:06 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kerbau Sumba ketika sedang diistirahatkan. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Setiap daerah di tanah air ini, dari Sabang sampai Merauke dari Nias sampai Rote, memiliki ternak kerbau. Demikian pula halnya di daerah kami di Pulau Sumba, kerbau adalah salah satu ternak yang "wajib" dipelihara oleh masyarakat, khususnya di pedesaan.

Orang Sumba memelihara kerbau karena ternak ini memiliki fungsi atau manfaat yang penting dan strategis dalam ranah sosial budaya. Seperti apakah itu? Marilah kita mengikutinya sama-sama.

Sarana Angkutan

Sebagaimana halnya di daerah lainnya, kerbau dijadikan sebagai sarana angkutan untuk memuat barang atau hasil panen dari kebun atau sawah. Di samping itu untuk memuat ruang-ruas bambu berisi air dari mata air atau sungai. 

Setelah ada jerigen, maka memuat jerigen-jerigen air dari mata air atau sungai. Maklum masyarakat Sumba senang berdomisili jauh dari sumber air. Belum diketahui apa alasannya ya!

Sekarang ini, sejalan dengan kemajuan alat transportasi, kendaraan roda dua dan empat sudah banyak di pedesaan, maka kerbau tidak difungsikan lagi  sebagai sarana angkutan barang.

Peternakan kerbau (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Peternakan kerbau (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Sarana Menarik Luku dan Membajak Sawah

Orang Sumba, khususnya petani, memanfaatkan kerbau sebagai sarana untuk menarik luku, baik di ladang maupun sawah. Kerbau juga dijadikan sarana untuk membajak sawah.

Sekarang ini, sejalan dengan kemajuan alat-alat mesin pertanian pengolahan lahan, seperti hand tractor dan tractor besar, yang sudah tersedia sampai di desa-desa, maka  kerbau tidak difungsikan lagi  sebagai sarana untuk menarik luku. 

Namun untuk meng-glebek lahan sawah (menghancurkan bongkahan tanah hasil luku menjadi lumpur), petani masih lebih yakin keunggulan kaki-kaki kerbau daripada alat glebek hand tractor. Namanya juga petani pedesaan di daerah tertinggal, masih butuh waktu untuk menyesuaikan dengan inovasi teknologi baru.

Sarana Belis (Mahar)

Kerbau adalah sarana belis (mahar). Salah satu jenis ternak penting dan wajib ada dalam urusan perkawinan adat. Bukan hanya butuh satu ekor saja, tapi beberapa ekor, sampai puluhan ekor. Jumlahnya, dipengaruhi oleh status sosial atau kedudukan keluarga yang mengawinkan anaknya dalam struktur adat masyarakat Sumba.

Kerbau dan bersama kuda, merupakan barang bawaan (mahar) yang wajib diserahkan oleh orang tua pengantin laki-laki kepada orang tua pengantin perempuan. Artinya, yang menerima belis ternak adalah orang tua pengantin perempuan. Tradisi belis ini masih berlangsung sampai saat ini.

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Barang Bawaan Saat Pesta

Kerbau adalah salah satu jenis ternak penting dan berharga yang dibawa dalam acara-acara pesta adat. Pesta adat ini banyak jenisnya, termasuk pesta penguburan orang meninggal.

Pada saat penguburan orang meninggal, wajib memotong atau menyembelih kerbau. Kerbau yang dikurban ini, menurut kepercayaan adat Sumba, menjadi kendaraan tumpangan roh orang yang meninggal menuju alam roh atau alam baka.

Siapakah yang membawa kerbau dalam acara pesta adat. Para keluarga yang mempunyai hubungan kekerabatan karena kawin-mawin dan persahabatan. Tradisi membawa ternak ini dikenal dengan sebutan Kedde atau Ngandi. Mereka yang membawa ternak ini harus diundang secara adat. Jika tidak diundang maka mereka tidak akan hadir.

Sebagai gambaran, pihak yang wajib membawa kerbau adalah pihak perempuan yang sudah berkeluarga. Suaminya wajib bawa kerbau kepada pihak orang tua isterinya atau saudara laki-laki isterinya yang sudah berkeluarga atau om kandung dari isterinya (saudara laki-laki dari ibu isterinya).

Bisa dibayangkan bagaimana beratnya tanggung jawab sosial budaya suaminya, jika  isterinya mempunyai keluarga yang besar. Ini membutuhkan kerja keras yang ekstra untuk memelihara kerbau atau bagaimana mendapatkan kerbau. 

Jika santai-santai saja, maka akan hidup melarat. Jika acuh tak acuh saja, maka akan kehilangan harga diri dan martabat di hadapan keluarga. Pokoknya tidak dianggap siapa-siapa dan apa-apalah.

(Foto: Dokumentasi Pribadi)
(Foto: Dokumentasi Pribadi)
Komoditi Perdagangan

Sejalan dengan kemajuan perekonomian dan sarana transportasi laut, maka kerbau Sumba juga menjadi komoditi strategis perdagangan antar pulau. Hal ini membawa dua dampak sekaligus, yaitu positif dan negatif.

Dampak positifnya adalah perbaikan dan peningkatan kehidupan ekonomi keluarga masyarakat Sumba. Mereka dapat membangun rumah yang baik, menyekolahkan anak sampai sarjana, dan mampu membeli kendaraan roda dua dan empat.

Sedangkan dampak negatifnya adalah populasi ternak kerbau menurun dari waktu ke waktu. Sekarang ini bisa dibilang telah menurun tajam.

Dampak ikutannya adalah melambungnya harga kerbau di Sumba. Sangat mahal dan tidak terjangkau lagi oleh masyarakat kecil. Tentu hal ini dilihat dari sisi kemampuan dompet masyarakat Sumba sendiri.

Berikut yang sangat memprihatinkan adalah dampaknya pada proses adat-istiadat perkawinan dan tradisi pesta kematian atau penguburan orang mati, seringkali tidak berjalan normal lagi. Sehingga serinkali pula terjadi perselisihan adat sulit dihindari.

Upaya Pengendalian

Kondisi menurunnya populasi kerbau di Sumba adalah fakta riil yang dihadapi masyarakat Sumba sekarang ini. Mengenai hal ini telah menjadi keprihatinan umum masyarakat Sumba sendiri.

Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah daerah empat kabupaten sedaratan Sumba sudah melakukan upaya pengendalian populasi kerbau Sumba melalui berbagai kebijakan strategis seperti melarang penjualan kerbau betina produktif ke luar pulau, membatasi pelaksanaan pesta adat dan jumlah kerbau yang dipotong atau disembelih dalam pesta adat.

Namun kebijakan pemerintah tersebut belum menunjukkan tanda-tanda mampu memperbaiki kondisi populasi kerbau Sumba, karena laju pertumbuhan dan peningkatan jumlah penduduk Sumba juga terus mengalami peningkatan. Artinya kebutuhan penggunaan kerbau juga meningkat.

Belum lagi perilaku masyarakat yang tidak disiplin menaati kebijakan pemerintah tersebut. Padahal kebijakan pemerintah tersebut sudah disertai dengan sanksi yang mengikat dan cukup berat.

Tambolaka, 28 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun