Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Wairinding Sumba, Hamparan Sejuta Bukit Sabana yang Bikin Gemas

16 April 2019   11:58 Diperbarui: 21 April 2019   12:52 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah cukup lama sebetulnya saya rindu untuk mengunjungi Wairinding. Sebuah destinasi alam di Pulau Sumba, tepatnya di wilayah Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Destinasi ini dikenal juga dengan nama Bukit Persahabatan. Namanya makin hari makin populer sebagai destinasi pilihan terfavorit. Ia sepertinya memiliki magnet tersendiri, sehingga terus diburu oleh para wisatawan mancanegara dan domestik.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Mengapa Rindu Wairinding?
Mengapa saya rindu untuk mengunjungi Wairinding? Setidaknya, ada tiga alasan yang mempengaruhi saya.

Pertama, saya melihat panorama keindahan bukit-bukit sabana yang mempesona melalui postingan foto-foto di akun media sosial, yang diunggah oleh para pengunjungnya. Ada wisatawan mancanegara. Ada artis-artis nasional dan lokal. Ada pasangan calon nikah dari Jakarta yang mengambil foto-foto prewedding. Belum lagi masyarakat lokal yang sekadar selfie.

Kedua, saya tergoda dengan film bertitel Pendekar Tongkat Emas. Sebagian adegan film besutan sutradara Mira Lesmana ini mengambil lokasi shooting di Wairinding. Film ini mampu mengeksplor panorama keindahan Wairinding.

Dan ketiga, saya terinspirasi dengan Dahlan Iskan. Bos Jawa Pos Group ini sangat mengagumi Wairinding dan selalu menyempatkan diri untuk mengunjunginya di akhir pekan. Bahkan mantan Menteri BUMN ini, pernah rela tidur di alam sabana Wairinding sambil membaca puisi di malam hari ditemani cahaya seadanya.

Ada apa di Wairinding? Inilah yang menjadi pergumulan dan sekaligus membuat saya rindu untuk mengunjungi Bukit Persahabatan ini. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Rindu yang Terpenuhi
Rindu saya untuk mengunjungi Wairinding baru terpenuhi atau terobati pada pada Senin, 15 April 2019. Pagi hari itu, saya dan seorang teman, namanya Frans Ngara, saling mengajak untuk ke Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Jarak antara tempat tinggal kami di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Waingapu sekitar 170 kilo meter. Kami menempuhnya dengan waktu sekitar 3 jam.

Dalam perjalanan menuju Waingapu, ketika sampai di daerah Lewa, saya menanyakan posisi Wairinding kepada Frans. Teman ini rupanya tahu posisinya, namun belum pernah mampir juga. Dari perbincangan ini, kami sepakat untuk mampir sebentar di Wairinding saat pulang dari Waingapu.

Setelah urusan di Waingapu selesai, sekitar pukul 14.15 WITA, kami bertolak menuju Sumba Barat Daya. Sekitar duapuluhan kilometer perjalanan, Frans meminggirkan kendaraan yang kami tumpangi di sisi kanan jalan hotmix. Tepat di depan sebuah pondok dan sekaligus kios. Di situ kami titipkan kendaraan kepada seorang pemuda yang ada di kios dan minta ijin untuk melihat panorama Wairinding.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dari kios tersebut kami berdua jalan kaki ke arah barat daya. Menanjak sedikit saja. Hanya sekitar 50 meter jaraknya. Tibalah kami di atas puncak bukit kecil beralaskan batu yang datar dan sudah jarang rumputnya. Mungkin akibat sering terpijak telapak kaki pengunjung atau bisa juga karena sudah curah hujan mulai berkurang sehingga rumputnya mati kekeringan dan terhempas angin.

Saat itu sudah pukul 15.00 WITA. Cuaca masih panas dan mata kami masih silau saat menebarkan pandangan ke seluruh mata angin hamparan Wairinding. Kamera android kami pun kurang maksimal saat merekam panorama Wairinding. Dapat dimaklumi karena posisi matahari berhadapan langsung dengan posisi arah lensa kamera kami.

Rupanya kami memang mampir di saat yang kurang tepat. Harusnya pagi atau sore hari. Sehingga gambar yang kami abadikan bisa lebih maksimal.

Namun kami berdua tetap merasa sangat bahagia dan bersyukur. Karena hari itu, kami dapat menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Wairinding.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Bikin Gemas
Wairinding yang kami saksikan saat itu, terus terang saja bikin gemas. Ia menyuguhkan panorama yang memang dahsyat.

Di depan mata terpampang hamparan bukit-bukit sabana yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Rumput-rumput yang membaluti bukit dan lembah masih tampak hijau muda, meskipun sudah dipenghujung musim hujan. Sementara cakrawala di langit menyuguhkan panorama yang mengagumkan juga.

Kesan yang terukir di mata dan hati kami saat itu, tidak lain bahwa Wairinding, memang pantas dan layak disebut destinasi "Sejuta Bukit Sabana yang Bikin Gemas". Ia bukan destinasi biasa-biasa saja. Ia adalah destinasi yang sungguh-sungguh bukan sekadar menyuguhkan aura indah dan mempesona tapi mengagumkan dan bikin nurani bergetar.

Tentu saja, sangat rugi rasanya jika tidak mengabadikan diri saat sudah berada di lokasi Wairinding. Rasa ini jugalah yang membuat kami berdua segera mengambil beberapa gambar di padang Wairinding.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Taman Nasional Manu Peu Tana Daro
Sebetulnya ingin rasanya berlama-lama di Wairinding untuk menunggu momentum sore hari. Namun mengingat perjalanan yang kami akan tempuh menuju Sumba Barat Daya masih sekitar 150 kilometer maka kami segera meninggal Wairinding dan bergegas melanjutkan perjalanan.

Saat memasuki Kawasan Manu Peu Tana Daro, Hutan Lindung Nasional, kami berdua berhenti sebentar. Hutan ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah.

Lingkungan dan ekosistem kawasan hutan nasional ini masih cukup terawat, meskipun dibelah oleh jalan negara yang menghubungkan empat kabupaten di Pulau Sumba. Kami sempat mengambil gambar di jalan raya, yang pada posisi kiri dan kanan jalan, dipadati oleh pohon-pohon mahoni dan pinus.

Lokasi tersebut digemari oleh banyak orang yang suka mengabadikan dirinya. Di lokasi ini juga biasanya dijadikan tempat pengambilan foto-foto prewedding.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Catatan Kritis untuk Wairinding
Saat kami mampir di Wairinding, orang yang bertugas mengawasi destinasi tersebut, sedang pulang kampung. Kami hanya dihampiri oleh dua anak perempuan yang masih duduk di bangku SD setempat.

Sehingga kami kesulitan untuk menggali informasi tentang Wairinding. Misalnya, apakah lokasi tersebut milik pemerintah atau milik masyarakat secara ulayat? Mengapa Wairinding disebut pula bukit persahabatan? Mudah-mudahan di lain waktu kedua pertanyaan ini bisa diungkap.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dari pengamatan kami, ada catatan kritis yang perlu disikapi untuk dibenahi, baik oleh pemerintah setempat maupun masyarakat umum. Mengingat lokasi Wairinding adalah padang terbuka dan tidak memiliki pohon sama sekali, maka perlu ada tempat bernaung dan duduk yang layak. Seperti lopo-lopo beratap ilalang. Tidak seperti yang ada sekarang ini, hanya gubuk reot. Tidak cocok ada di lokasi destinasi favorit.

Disamping itu, mengingat lokasi Wairinding jauh dari pemukiman penduduk, maka di pesisir jalan raya perlu ada warung, kios dan penginapan sederhana. Juga perlu ada pos keamanan swasdaya.

Catatan kritis ini tidak ada maksud untuk mengecilkan peranan pemerintah dan masyarakat setempat di Wairinding. Tapi dimaksudkan supaya Wairinding bisa lebih keren dan memberikan kontribusi kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya di kemudian hari.

Rofinus D Kaleka *)

Kadul, Tambolaka, 16 April 2019 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun