Mohon tunggu...
Rofinus Emi Lejap
Rofinus Emi Lejap Mohon Tunggu... Administrasi - Penyakit dan kemiskinan tidak mampu memenjarakan imajinai dan gelora pengembangan dalam batinku. Waktu terus bergerak maju dan tidak pernah akan kembali dan selalu menampilkan pemandangan baru.

Semua orang diciptakan baik adanya tetapi hati berbeda karena hatinurani.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jalan Tertutup Pagar dan Hutan

16 November 2019   20:10 Diperbarui: 13 Februari 2020   20:35 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan teluk Waiteba(Foto: Niko Hukulima)

Kisah ini bukan cerita halunisasi anak balita, karena kejadiannya saya alami sendiri bukan rekayasa atau apalagi fiktif. Saya sudah cukup usia untuk memandang dan mengartikan peristiwa yang saya alami. Waktu mengalami peristiwa ini saya menangis histeris ketakutan, karena pagi itu saya dan kakak hanya berpisah beberapa meter, tetapi saya terpisah jauh berada di tengah hutan dengan suasana yang lain sekali. Begini kisahnya:

Sangat menyenangkan saya tinggal di ladang kacang bersama bapa, mama dan kakak Sula. Kakak-kakak yang lain sesekali datang  tetapi kemudian menghilang, dan saya tidak tahu mereka dari mana serta menghilamg ke mana. Suasana di ladang kacang yang disemarakan oleh nyanyian ribuan burung, nyanyian ina-ina dan ama-ama  besahut-sahutan, serta suara tawa mereka. Menjelang sore kami beramai-ramai antri menimba air di sebuah sumber untuk keperluan minum atau mandi.

Perjalanan ke sumber air itu meliwati banyak ladang kacang yang bersambung-sambung, ditandai oleh pondok-pondok kecil pemilik ladang kacang itu. Kebanyakan pondok-pondok itu tidak dihuni seperti kami, sehingga kurang bersih atau tidak terawat. Walaupun ladang-ladang itu tidak berpagar atau pembatas yang lain, tetapi kami selalu melewati suatu jalan yang sama, dan mungkin diikuti oleh mereka yang lain sehingga membentuk ukiran di atas bentangan ladang yang luas. Ukiran alam itu menjadi semacam tanda paten bahwa orang harus berjalan di atasnya bila berpindah ke tempat lain.

Pada suatu hari kakak Vero mengajakku ke Waiteba. Katanya kami ke tempat bibi atau mama kecil atau kenei Ero, adik dari mama. Semula saya tidak mengetahui adanya hubungan itu tetapi seringnya kenei (bibi) Ero mengunjungi kami ketika di kampung dan kemiripan mukanya dengan mama, maka saya memutuskan sendiri bahwa dia adik mama. Peristiwa-peristiwa begitu banyak mengalir mewarnai hari-hariku seperti indahnya tinggal di ladang kacang. Kata kakak Vero, kenei Ero tinggal di Waiteba tetapi saya belum tahu bahwa dia sudah menikah dan punya rumah sendiri. Hanya yang saya tahu pada suatu hari mereka duduk berdampingan di sebuah tenda dengan banyak meja serta bangku. Kenei Ero yang kala itu mamakai baju putih panjang dan kenei Bala memakai sebuah baju hitam lengan panjang. (Setelah semakin besar saya tahu, baju itu sebuah jas). Ternyata itu resepsi pernikahan antara kenei Bala dan kenei Ero. Dan pada siang kakak Vero dan saya berjalan menuruni bukit Kwarlolo menuju rumah mereka di Waiteba.

Dari ladang kacang, kami berjalan menuruni bukit terjal yang ditumbuhi banyak pohon yang rindang, tetapi bunganya yang ceper kecoklatan dipenuhi banyak duri-duri kecil. Kakiku beberapa kali menginjak bunga itu membuat saya meringis kesakitan. Tetapi saya terhibur begitu tiba di pesisir pantai. Air laut yang setiap hari terlihat dari ladang kacang ternyata sangat luas membentang sampai di kaki langit. Air itu tidak pernah diam, selalu bergerak bergelombang serta bergoyang-goyang. Melihat air yang besar dan luas itu saya ingin minum, tetapi kata kakak: "Air laut rasanya asin, tahan saja nanti kita minum di rumah." Biarpun panas dan saya kehausan, tetapi saya berdiri terpesona menonton air laut yang selalu bergerak, datang ke darat dan berbalik lagi ke laut. Mengapa air itu tidak pernah tenang, tidak seperti air yang dituang ke dalam konok? (gelas dari tempurung kelapa). Begitu pertanyaan yang muncul di dalam hati.

Sampai di rumah kenei Ero, semua keluar menjemput di halaman. Rumah bapak kecilku besar dan penghuni banyak di keluarga itu tetapi saya hanya mengenal bibi dan bapa kecil karena mereka menikah waktu di rumah kakek dan nenek di Baulolong. Kami selalu hidup bersama waktu itu, tiba-tiba tidak terlihat lagi, rupanya ia pindah ke Waiteba. Agak sore baru mama dan kakak Sula datang menyusul kami di Waiteba.

Suasana begitu asing, di sana-sini hanya ada pohon-pohon, sedangkan rumah-rumah tersembunyi,  hanya atapnya saja dari daun kelapa yang kelihatan di sela-sela pepohonan. Dari kejauhan terdengar bunyi teriakan sekelompok burung kakatua, seperti anak-anak yang berteriak-teriak kegirangan. Saya memandang ke utara, dari sangat jauh bukit-bukit berwarna gelap diam tidak bergerak. Ada juga terdengar suara-suara selain orang se rumah dalam dialek-dialek yang asing, dan saya tidak dapat menduga asal kampung mereka. Air laut yang waktu siang kelihatan sangat besar, luas dan dekat sekali justru setelah berada di rumah tidak tampak lagi. Namun saya tahu dalam pikiran hamparan air yang luas itu pasti selalu ada dan tidak jauh dari tempat kami.

Kawasan bebukitan Demong(Foto: Niko Hukulima)
Kawasan bebukitan Demong(Foto: Niko Hukulima)

Hari berikutnya, pagi-pagi sekali, saya dan kakak Sula sudah ada dalam kapela yang cukup jauh dari rumah. Di dalam kapela anak perempuan duduk di deretan sebelah kiri dan anak laki-laki di sebelah kanan. 

Saya duduk saja di antara anak laki-laki yang lain dan sama sekali tidak mengenal mereka, tetapi waktu misa atau sembahyang kami harus diam memperhatikan Tuan Niko di altar. 

Mereka menyanyi dan sembayang serta Tuan Niko juga berbicara dari altar. Semua itu saya tidak mengerti hanya memperhatikan dengan diam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun