Mohon tunggu...
Rofinus Sela Wolo
Rofinus Sela Wolo Mohon Tunggu... Karyawan -

Ingin pergi dan hidup lebih lama dari ini

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terjerembap Hampa

1 November 2015   17:49 Diperbarui: 26 Oktober 2017   08:58 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Rofinus Sela Wolo   Dalam sudut permenungan, masih saja gelap menghampiriPuisi-puisi kesepian terbang bersama hembusan anginSepoi mengiringi ruang jiwaku yang redup oleh puing-puing asa yang hancurHingga bulan juga tak lagi seperti biasanya, sinarnya enggan menampakan kegairahanSeperti menertawakan aku yang berlumur kegelisahan dan air mataAku lesu dan terjerembap dalam sanubariku yang hampa Waktu dan kisah yang telah kurangkai terbengkalai oleh retorikaLogika terbang bagaikan burung-burung malam hilang entah ke manaWajahku lunglai mulai terjerembap ke dalam sanubariku yang hampaHanya hati yang mampu berkata-kata, hanya bahasa kesunyian melintas henti tiadaLesu terjerembap dalam sanubari yang hampa Aku bisa memahami jalan yang kau pilih, tapi masih saja tak aku relakan untuk kau laluiSebut namaku dalam setiap langkah dan doamu agar aku tak jadi beringas seperti dirimu Berjuta kali kusentuh dan kujamah hatimu yang kian menjauh, tapi diriku tak mampuLetih kuabaikan karena cinta ini sudah tumbuh dan berbunga, merekah pada setiap musimnya.Di matamu dulu aku kau puja, kini aku lain seperti tak kau kenaliSampai aku tak sanggup menatap wajahmu atau memandang tajamnya matamuApakah ini hanya irama bercinta? Tawa dan luka selalu jadi idaman!Lesu terjerembap dalam sanubariku yang hampa Cinta yang dalam telah kupendam pada jiwamu yang bersemi oleh kebahagiaan lainSeperti yang kita ketahui, kau perempuanKau wanita tak mampu memandangi seberkas kejujuran dalam hatiku yang luguSesusungguhnya kau bunga yang selalu merekah dalam irama detak jantungkuKau sekuntum mawar dari beribu tangkainya berduriDan kau adalah pinang jiwaku yang terbelah lalu terjatuh entah ke manaHanya sajak-sajak kekagumanku yang mampu berceritaLesu terjerembap dalam sanubariku yang hampa Apalagi yang harus aku selami dengan kata-kataSaat hati tersayat-sayat kebencian yang terpendam dalam dirimuMeninggalkan dan pergi. Indah tapi menyakitkan bagi yang setiaPria bodoh dengan siraman yang basah. Lelaki dengan air mata pada wajahnyaSeperti para wanita saja, aneh tapi berbedaLesu terjerembap dalam sanubari yang hampa Aku bisa memahami jalan yang kau pilih, tapi masih saja tak aku relakan untuk kau laluiSebut namaku dalam setiap langkah dan doamu agar aku tak jadi beringas seperti dirimu Aku tak ingin embun yang menyejukan cinta menjadi laharMenghanguskan bukit dan pelangi yang kita ciptakanApalah daya api sudah kau semburkan disaat kesejukan sejenak menjauhAku lesu dan terjerembap dalam sanubariku yang hampa Engkau tak sedetik pun menoleh, berlalu begitu saja tertiup sepoi angin bawa kau pergiSedang aku masih saja di sini, bertanya pada potret yang kupendam di kepalaPada gambar anggunmu yang kutitipkan dalam sukmaLesu terjerembap aku dalam sanubariku yang hampa Aku bisa memahami jalan yang kau pilih, tapi masih saja tak aku relakan untuk kau laluiSebut namaku dalam setiap langkah dan doamu agar aku tak jadi beringas seperti dirimu Biarkan wajahmu kumimpikan malam inilepaskan semua kebencianmu, dan aku akan mengaburkan memori dan fantasi rentakuDan luluh dengan kenyataan bahwa kau tak lagi mencintaikuIjinkan diri ini memilihmu sebagai wanita pujaan meski bagimu aku hanya pria tak berdayaSangat mudah raga ini  untuk menderita demi titik-titik kenikmatanmuTergores duka tak akan seberapa, asal kau terlelap pada relung kebahagiaanLesu terjerembap aku dalam sanubari yang hampa Aku bisa memahami jalan yang kau pilih, tapi masih saja tak aku relakan untuk kau laluiSebut namaku dalam setiap langkah dan doamu agar aku tak jadi beringas sepertimu Inilah aku, pria yang tak sungkan meneteskan embun dari sudut mataAku bukanya tak berdaya seperti apa yang kau sangkakanTapi jari-jemariku tak sanggup menutup pada wajah yang berlinang air mataAir dari mata yang memandang pelangi-pelangi tanpa hiasan warna pada setiap garisnyaLesu terjerembap aku dalam sanubariku yang hampa Aku bisa memahami jalan yang kau pilih, tapi masih saja tak aku relakan untuk kau laluiSebut namaku dalam setiap langkah dan doamu agar aku tak jadi beringas seperti dirimuSulit bagiku untuk berkata biarlah, sudalah. Asaku tetap bertahanJika kelak pada suatu masa kau mengenangku, tak perlu kau berkata setiaBukan aku yang melepaskanmu.Kau! Ya, kau yang ingin bebas, sebab aku masih saja tegar berdiri dan menungguLesu terjerembap dalam sanubariku yang hampa Aku bisa memahami jalan yang kau pilih, tapi masih saja tak aku relakan untuk kau laluiBerpalinglah sejauh kau bisa, berlalu begitu saja bersama indahnya duniaAku tak takut! Sebab pada suatu ketika, pada suatu masa kejenuhan, kita akan dipertemukan lagiKita akan bersua pada titik yang sama pada pusaran dunia yang berbeda Lalu sebut namaku dalam setiap langkah dan doamu agar aku tak jadi beringas seperti dirimuBiarkan aku lesu dan terjerembap dalam sanubariku yang hampa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun