Mohon tunggu...
Rofi Anggraeni
Rofi Anggraeni Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang Mahasiswa dalam Perguruan tinggi agama Islam di Jember

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membangun Legislatif yang Amanah

7 Oktober 2019   18:36 Diperbarui: 7 Oktober 2019   18:53 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jember 2019.-Terpilihnya Puan Maharani sebagai ketua DPR (kompas.com,02 Oktober 2019, Puan Maharani Jadi Ketua DPR ... .) menimbulkan sejumlah spekulasi baik dari kawan maupun lawan politik yang telah bertarung dalam kontestasi pemilihan eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden RI) serta legislatif (DPR, MPR dan DPD RI) tahun 2019-2024. 

Puan Maharani cucu dari sang-Founding Father Republik Indonesia, Ir. Soekarno, mewakili Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) merupakan pemegang suara terbanyak pada pemilihan kali ini, merupakan ketua DPR Indonesia wanita pertama yang dimiliki oleh Indonesia. 

Puan mendapatkan suara terbanyak dengan perolehan mencapai 404.304 suara berbanding searah dengan kendaraan politiknya yakni PDIP dengan total perolehan kursi yakni 128 kursi untuk periode 2019-2024 (kompas.com, 02 Oktober 2019).

Bagi partai pemenang dan para partai pengusung tentu hal ini merupakan kemenangan besar untuk membentuk negara kita sesuai dengan janji-janji politik yang mereka gaungkan sebelum terpilih. Akan tetapi jangan lupa amanah rakyat yang telah memilih mereka sebagai wakil rakyat di parlemen, harus dijalankan. Berbicara mengenai pemerintahan, berarti didalamnya kita berbicara aspek pola kepemimpinan dan sistem politik yang berdiri diatasnya. 

Islam sebagai agama samawi yang menekankan pada praktek akhlaqul karimah dalam segala lini kehidupan, tidak terkecuali dalam pemerintahan. Islam juga memiliki beberapa metode yang menjadi rujukan oleh para punggawa elite pemerintahan agar menjadikan kedudukan yang mereka peroleh merupakan suatu amanah yang harus mereka jalankan, karena akibat dari hal itu akan mereka rasakan baik di dunia maupun di alam abadi (akhirat) berikutnya.

Era kerasulan Nabi Muhammad bukan hanya merupakan eksistensi teologi, ritual, maupun etika saja, akan tetapi juga merupakan telaah secara keseluruhan mengenai prinsip-prinsip hukum, politik, sosial dan budaya yang berkembang sampai saat ini.  

Dalam aspek politik rasulullah Muhammad juga sebagai politikus sekaligus praktisi pemerintahan yang pada umumnya pada saat itu masih menjalan monarki absolut sebagai pemerintahan mereka. Namun, yang membuat takjub para penulis sejarah politik adalah sistem pemerintahan yang beliau bentuk merupakan pemerintahan yang bercorak demokratis (M. Basyir Syam, 2015 dalam Jurnal Sosial Ilmu Politik Univ. Hasanudin "Kebijakan dan Prinsip Kenegaraan Nabi Muhammad di Madinah"). 

Sehingga Khuda Bukhsh dalam Politics In Islam seperti dinukil oleh Mubasyaroh dalam Jurnalnya yang berjudul "Pola Kepemmpinan Rasulullah :Cerminan Sistem Politik Islam", dikatakan : "Muhammad not only Found a new Religion, but established a new politic (Muhammad bukan hanya membangun sebuah agama baru, tetapi juga sebuah politik baru)".

Membangun sebuah pemerintahan legislatif yang amanah bisa juga diterapkan dalam eksekutif maupun yudikatif,  dalam pandangan Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin, tentu saja harus mengikuti contoh atau metode yang telah Rasulullah berikan dalam melakukan praktek politik, yakni :

  1. Membangun akhlaq pemimpin yang tanpa cela/ berakhlaqul karimah;
  2. Karakter pemimpin yang bermetal baja;
  3. Sistem politik yang menggunakan pendekatan hikmah dan kebijaksanaan;
  4. Penegakan keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu serta tanpa adanya unsur pamrih;
  5. Menggalakan prinsip atas asas persamaan dan kebersamaan sebagai makhluk yang bersosial;
  6. Mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi/ golongan;
  7. Membangun kebebasan berekspresi dan berpendapat sesuai UU yang berlaku;
  8. Pemimpin harus berkharisma dan demokratis serta memiliki sifat mengayomi terhadap bawahan atau masyarakat yang dibina.

Sudah saatnya para pemimpin yang berada di pusat maupun daerah, baik legislatif maupun eksekutif, mulai membina hubungan baik, karena sekali lagi jabatan adalah amanah Tuhan yang disampaikan melalui umatnya. Oleh sebab itu, pemerintahan yang amanah merupakan cita-cita bersama masyarakat beserta pemimpin untuk menjadikan Indonesia lebih berwibawa dan memiliki kekuatan yang dibangun bersama rakyat Indonesia seutuhnya sebagai pemegang tampuk tertinggi dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun