Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

[CFBD] Riwayat Panjang Mainan dari Masa Kecil

27 Agustus 2012   05:51 Diperbarui: 8 November 2015   12:53 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CFBD
Jika ditanyakan salah satu barang berharga paling jadul, selain komik, majalah, sepatu yang ada lampu, hingga jam tangan kalkulator, mainan adalah koleksi terfavorit saya sedari kecil. Sebab, koleksi mainan yang masih ada di rumah bahkan hampir menyamai usia saya sendiri, yang berarti mainan itu mempunyai riwayat panjang. Jika komik dan majalah, kendalanya adalah banyak yang sobek halamannya atau lapuk dimakan usia, untuk mainan sudah pasti bentuknya tidak akan berubah atau menyusut. Berbeda dengan dua koleksi jadul saya lainnya, seperti sepatu yang bisa menyala jika diinjak karena ada lampu di alasnya, hanya saja yang tersisa tinggal sepatu sebelah kiri. Atau jam tangan kalkulator produksi Jepang, yang tombol-tombolnya sudah tidak berfungsi alias mati total, sehingga kedua benda jadul tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi. Sebenarnya untuk koleksi mainan, banyak juga yang sudah tidak utuh bahkan raib entah kemana. Seperti koleksi mainan Power Rangers, yang dapat diubah bentuknya menjadi lima bagian berbentuk robot Dinosaurus. Juga beberapa mobil balap mini 4WD, Tamiya, beserta jalur lintasannya yang berbentuk oval, lenyap tak berbekas saat dipinjamkan Teman atau diminta Keluarga. Beruntung saat ini saya masih menyimpan beberapa koleksi mainan, dari pertengahan dekade 1990-an yang sebagian besar merupakan bonus saat membeli menu paket bertema Disney di sebuah restoran cepat saji. Atau saat masih  SD, ketika menyisihkan uang jajan untuk membeli mainan plastik berukuran kecil, di depan pintu gerbang Sekolah. Saya teringat dulu, saat belum ada game online Point Blank, Age of Empire, atau ketika era Playstation belum mewabah karena harganya masih mahal. Waktu itu, koleksi mainan yang kecil-kecil tersebut, menjadi koleksi paling menarik untuk kalangan anak SD, karena harganya hanya sekitar Rp 100-500 rupiah perbuah. Apalagi saat demam Piala Dunia 1998 begitu mewabah, jadinya mainan tersebut dibuat saling berhadapan layaknya dua kesebelasan dari Dragon Ball melawan Street Fighter. Dengan sebutir kelereng yang disentil ke arah mainan, saya dan beberapa kawan lainnya berlomba-lomba untuk paling banyak mengumpulkan mainan yang berserakan di lantai. Beranjak dewasa, kegemaran akan mengoleksi mainan ternyata tidak lekas hilang, meski sudah tidak dapat dimainkan lagi, alias hanya sebagai pajangan. Namun, setiap kali berkunjung ke sebuah daerah, hampir dipastikan saya sering membeli koleksi mainan khas daerah tersebut, seperti wayang golek, rumah gadang, gitar mini, seperangkat drum, atau koleksi lainnya yang dirasa unik. Tetapi, salah satu tantangan tersendiri saat mengoleksi mainan adalah ketika harus merelakan mainan tersebut, untuk diberikan pada Keluarga atau teman. Karena, meski sebenarnya tidak ingin memberikan, namun tidak tega juga saat melihat anak Sepupu yang masih kecil itu merengek untuk minta dikasih. Apalagi jika Sepupu saya itu menyindir bahwa mengoleksi mainan itu hanya pantas untuk anaknya yang masih kecil dan tidak cocok bagi yang telah dewasa. Alhasil beberapa koleksi mainan itu hanya tersimpan rapi di dalam lemari, dan jarang dikeluarkan karena kerap diminta secara paksa oleh Keluarga. Bukan berarti pelit atau enggan memberikan, namun beberapa koleksi mainan itu mempunyai riwayat panjang dan hampir menyamai usia saya. Jadinya, wajar bila koleksi mainan sedari kecil itu, dipajang sebagai pengingat bahwa saya pernah mengarungi masa kecil bersamanya dan suatu hari nanti bisa diwariskan pada anak sebagai benda kenangan yang tak ternilai harganya...

*      *      *

 

 

 

*      *      *

 

 

Boneka wayang golek Si Cepot, yang dibeli dari Museum Wayang, dipadukan dengan gitar mini yang dibeli dari Cipanas, Puncak, tahun 2002 lalu. Sebatang sumpit dibuat sebagai michropon, untuk Si Cepot, yang seolah-olah sedang bernyanyi sambil bermain gitar.

*      *      *

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun