Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Senyum Sang Pramugari

17 Maret 2013   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:36 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Di pesawat?”

“Iya. Masak di laut...”

“Oh.”

*       *       *

Terdampar, sering dimarahi penumpang, hingga risiko kematian, merupakan jalan yang harus ditempuh pramugari. Sebenarnya hal itu tidak aneh. Sama seperti seorang karyawan biasa, yang harus kena “semprot” atasannya saat berbuat salah, atau pejabat eselon tiga yang bisa dimutasi, bahkan dipecat.

Hanya, bagi saya pribadi, profesi sebagai pramugari –tidak pramugara- itu menarik. Itu sejak saya melihat langsung keterlibatan mereka kepada penumpang dengan memberi pelayanan yang sungguh-sungguh. Peristiwa itu, kalau tidak salah sekitar beberapa belas bulan lalu.

Tidak hanya menyaksikan pramugari (plus pramugara, atau apa gitu) membantu seorang Ibu yang melahirkan. Juga karena profesi mereka yang benar-benar profesional, bahkan disaat penumpang muntah sekalipun, tetap dilayani dengan memberi sekantong plastik.

Hingga kini saya belum pernah mendengar “prilaku negatif” mereka seperti yang pernah disimpulkan dalam sebuah buku. Yang ada, saya melihat langsung betapa penumpang, yang entah orang kaya baru atau pejabat, berlagak “bos”.

Di depan khalayak ramai sebelum take-off, penumpang itu tega memaki-maki seorang pramugari –yang kemudian saya kenal- hanya gara-gara sepele. Masalahnya? Hanya kaca pesawat agak susah dibuka akibat macet. Hanya itu...

Lebih trenyuh ketika tanpa sengaja melewati “ruangan” mereka, yang hanya bermodalkan kursi panjang sebagai tempat untuk tidur, di ekor pesawat. Mereka tetap tersenyum dan ramah (meski ada sebagian kecil yang berwajah masam akibat kecapaian). Mereka tetap sabar melayani penumpang yang teriak-teriak akibat delay atau masalah non teknis lainnya. Padahal, mereka sendiri sebenarnya jenuh kelamaan di udara, tapi ya itu sudah dianggap resiko pekerjaan. Termasuk ketika ingin menunaikan ibadah, misalnya Salat  bagi yang muslim.

“Terlepas semua itu, yang paling sedih waktu lebaran. Di saat kamu silaturahmi dengan keluarga dan teman terdekat, kami tetap di udara. Terbayang sungkeman keluarga di rumah atau alunan takbir,” Kak NY mengakhiri pembicaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun