Mohon tunggu...
Roe Ardianto
Roe Ardianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Roe Ardianto

Mempunyai satu istri yang baik, mempunyai satu anak yang baik dan ingin tetap menjadi manusia yang baik.....

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS Sedang Mencari Selamat?

22 Juli 2014   00:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:38 2482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Pak Jokowi menang di Solo itu PDIP dan PKS murni loh,
kami yang kampanye waktu itu. Dua kali menang.
Waktu saya jadi menteri beliau masih wali kota.
Kita bukan orang lain,
coba baca tweet saya, ada gak yang nyerang beliau"

Itu adalah pernyataan seorang Tifatul Sembiring, menkominfo sekaligus anggota majelis syuro PKS, sore ini yang dilansir oleh media online vivanews. Bahkan ditambahkan bahwa partainya (PKS) terbuka untuk bergabung dengan PDIP untuk mendukung pasangan Joko Widodo dan Yusuf Kalla.

Ada apa dengan PKS? Entah apakah ini hanya pernyataan pribadi dari seorang Tifatul Sembiring saja atau memang ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan kepada beberapa pihak termasuk kita sebagai rakyat, jika hanya sebagai pernyataan pribadi mungkin tidak terlalu banyak untuk dibahas. Tetapi jika ini adalah isyarat dari PKS untuk siap bergabung dengan pasangan capres yang menang, pastinya akan menjadi hal yang aneh untuk dibicarakan.

Bagaimana dengan penyataan seorang Fahri Hamzah, wakil sekjen PKS, yang pernah menyatakan bahwa jika Jokowi menang dalam pilpres, maka PKS akan memilih menjadi partai oposisi dibanding harus mendukung pemerintahan Jokowi, karena menurutnya akan lebih terhormat PKS mengambil sikap tersebut. Lalu bagaimana juga dengan perjanjian "koalisi permanen" yang sudah ditanda-tangani bersama oleh partai koalisi pendukung Prabowo beberapa hari yang lalu, bahkan ditengarai penanda-tanganan tersebut ngotot diprakarsai oleh PKS dan Golkar cq ARB.

Jika memang PKS sudah merasa pas dengan PDIP saat mengusung Jokowi menjadi walikota di Solo, mengapa saat pemilukada DKI Jakarta 2012, saat Hidayat Nur Wahid tidak lolos pada putaran kedua, tidak mendukung Jokowi-Ahok hanya karena mahar jabatan beberapa kepala dinas yang diinginkan oleh PKS tidak disetujui oleh Jokowi, bahkan akhirnya mendukung Foke-Nara dan kemudian malah berkampanye menghembuskan isu SARA tentang Jokowi dan Ahok.

Jika memang PKS sudah merasa cocok dengan PDIP dalam bekerjasama di pemerintahan kota Solo bersama Jokowi, mengapa di pilpres 2014 ini tidak mendukung Jokowi-JK hanya karena mahar jabatan beberapa kursi menteri yang diinginkan oleh PKS tidak disetujui oleh Jokowi. Bahkan akhirnya mendukung Prabowo-Hatta dan saat kampanye pun seperti biasa kembali menghembuskan isu SARA kepada Jokowi, ditambah dengan pernyataan-pernyataan seorang Fahri Hamzah yang diluar nalar intelektual.

Jika benar pernyataan Tifatul Sembiring itu adalah perpanjangan pernyataan PKS, apa yang sebenarnya ada dalam pemikiran para elit PKS saat ini? Rasanya sangat tidak dapat diterima akal jika pada akhirnya hari ke depan nanti sebelum tanggal 20 Oktober 2014, kita disuguhi lagi 'jurus akrobat' dari PKS yang meminta-minta kepada Jokowi-JK untuk ikut bergabung dalam pemerintahannya.

Belum lagi jika kita melihat kiprah PKS dalam pemerintahan SBY dua periode ini, bukan hanya soal korupsi daging sapi yang mungkin dapat kita kesampingkan karena pada kenyataannya bukan hanya PKS saja yang melakukan korupsi dalam koalisi pemerintahan SBY dua periode ini. Tetapi bagaimana kita melihat pada kenyataannya PKS lebih banyak 'mengganggu' jalannya pemerintahan SBY terutama pada kebijakan SBY yang dianggap tidak pro rakyat, contohnya kebijakan kenaikan harga BBM.

Bukan tidak mungkin jika PKS meminta untuk ikut bergabung dan Jokowi-JK memberi kesempatan bergabung dalam pemerintahannya, pada akhirnya akan bersikap sama seperti saat dalam pemerintahan SBY dua periode kemarin dan pada akhirnya pula akan menghambat dan merugikan pemerintahan Jokowi-JK ke depannya.

Pemikiran tersebut bukan tidak mempunyai alasan, apalagi hanya berdasar kepada  prasangka negatif. Tetapi melihat rekam jejak dari PKS sendiri selama ini dalam berpolitik, ditambah dengan beberapa pekan yang lalu kita melihat bagaimana 'kerasnya' PKS terhadap Jokowi-JK, kemudian tiba-tiba saat ini dengan mudahnya berpaling hati hanya karena pasangan yang diusungnya mati-matian, kalah dalam pilpres ini. Apakah itu bukan hanya karena kepentingan pragmatis saja?

Saya pribadi sangat berharap pernyataan dari seorang Tifatul Sembiring adalah pernyataan pribadi saja, pernyataan pribadi sebagai ucapan selamat kemenangan kepada pasangan Jokowi-JK yang, Insya Allah, besok akan ditetapkan secara resmi oleh KPU. Kemudian saya pun berharap kepada PKS, dengan hasil pilpres kali ini, bersikaplah terhormat dan bermartabat menerimanya, tidak harus melakukan akrobat politik yang pada akhirnya membuat suasana tidak menjadi kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun