Mohon tunggu...
Muhammad Rodinal Khair Khasri
Muhammad Rodinal Khair Khasri Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Peneliti di Collective Academia/ Co-Founder/ Koordinator Bidang Religious dan Cultural Studies; Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada; sekarang berdomisili di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Relasi Pemikiran Jean-Jacques Rousseau, Immanuel Kant, dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel

4 September 2019   17:27 Diperbarui: 4 September 2019   17:34 2752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Selanjutnya, untuk mencapai pengertian yang lebih mendalam mengenai moralitas, Kant memulai penyelidikannya dengan sebuah pernyataan tentang apa yang baik tanpa pembatasan sama sekali. Yang baik tanpa pembatasan sama sekali hanyalah satu, yakni "Kehendak Baik" atau Good Will. Sejauh seseorang berkehendak baik, maka ia baik, tanpa bembatasan. Kehendak baik itu selalu baik dan dalam kebaikannya tidak tergantung pada sesuatu yang berada di luarnya. (Suseno, 1997:143)

Lain halnya dengan ssemua yang baik. Berkat rohani, ciri perangai, sifat-sifat watak seseorang, dan semua hal-hal lahiriah tidaklah baik pada dirinya sendiri, melainkan ia akan bernilai baik hanya jika diabdikan kepada kehendak baik; kehendak yang menentukan apakah watak orang dipakai untuk tujuan yang baik atau buruk. (Suseno, 1997:143)

Lalu bagaimana kehendak baik menyatakan diri? Jawabannya adalah bahwa kehendak baik adalah kehendak yang mau melakukan "Kewajiban". Suatu pengada yang murni rohani (roh absolut), yang semata-mata ditentukan oleh akal budi, tidak memerlukan paham kewajiban. Ia dengan sendirinya akan bertindak sesuai dengan akal budi. Namun, karena manusia bukanlah roh murni, maka ia tidaklah terlepas dari nafsu-nafsu, emosi, kecenderungan dan dorongan-dorongan batin, kebutuhan fisik dan psikis. Jadi, tindakan rasional -- tindakan menurut tuntutan akal budi -- ada saingannya, yaitu tindakan yang menyesuaikan diri dengan segala macam kondisi indrawi-alami. Manusia tidak hanya tertarik untuk berbuat yang baik, melainkan juga untuk berbuat jahat. (Suseno, 1997:144)

Selain itu, Kant juga berpendapat bahwa kehendak baik itu menuntun sesorang untuk sealalu terdorong mengerjakan hal-hal yang baik, karena secara alamiah ia sadar dengan suatu hal yang benar-benar baik. Atau dalam kata lain, berbuat baik karena kewajiban, dan kewajiban itu dilakukan demi kewajiban. Melakukan kewajiban karena mau memenuhi kewajiban, maka itulah yang disebut sebagai kehendak baik tanpa pembatasan (Suseno, 1997:144).

 2. Imperatif Kategoris

Apabila kewajiban merupakan paham apriori akal budi praktis murni? Lalu bagaimana kita dapat mengetahui apa yang menjadi kewajiban kita? Apakah kriteria kewajiban moral? Maka Kant menjawab bahwa kriteria itu adalah "Imperatif Kategoris". (Suseno, 1997:145)

Imperatif kategoris secara sederhana merupakan sebuah seruan yang berbunyi "Bertindaklah secara moral!" Ada dua hal yang perlu kita perhatikan pada imperatif kategoris, yaitu yang pertama bahwa ia berupa perintah; lalu kedua bahwa perintah itu berbentuk kategori. Sebagai perintah, imperatif kategoris bukan sembarang perintah. Kant memakai kata imperatif atau perintah bukan berarti perintah atau komando dalam pengertian orang awam, melainkan untuk mengungkapkan sebuah keharusan (Sollen) yang disadari dengan sepenuh hati. Perintah dalam arti ini adalah rasional. Perintah yang dimaksud oleh Kant adalah perintah yang berdasar kepada suatu keharusan objektif, yang tidak disertai dengan paksaan, melainkan pertimbangan yang meyakinkan untuk membuat kita taat. Keharusan untuk berbuat baik yang dimaksudkan oleh Kant adalah kewajiban-kewajiban dalam bertindak yang berlaku bagi siapa saja dan tidak berdasarkan yang asal enak saja. (Suseno, 1997:145-146)

3. Relevansi dan Pengaruh Pemikiran Rousseau Terhadap Pemikiran Immanuel Kant

Pemikiran Filsafat Rousseau yang relevan sekaligus mempengaruhi pemikiran Immanuele Kant adalah pada konsepsinya tentang keadaan alamiah. Kita tahu bersama bahwa Kant dalam pemikirannya tentang moralitas, menggunakan istilah utama yaitu imperatif kategoris, dimana setiap manusia sejatinya adalah bebas, dan dalam kaitannya dengan kebaikan yaitu kehendak untuk berbuat baik yang berupa dorongan dari dalam diri yang seolah-olah memerintah untuk berbuat baik. Namun perintah semacam itu tidaklah bersifat memaksa.

Konsep kehendak baik dalam imperatif kategoris sangat relevan dengan pemikiran Rousseau tentang keadaan alamiah manusia yang sejatinya baik. Kebaikan itu lahir dari alam. Begitupun dengan keadaan alamiah manusia yaitu cerminan dari alam, di mana keharmonisan di dalam alam membimbing manusia dalam bertindak. Jadi, keadaan alamiah manusia dapat terlihat dari keberlangsungan alamiah yang terjadi di alam.

Jika melihat pernyataan Kant tentang imperative kategoris, ia menegaskan bahwa konsepsi moral bukanlah monopoli dari agama, masyarakat, ataupun institusi-institusi sosial lainnya melainkan murni dating dari dalam diri manusia. Perasaan tentang yang baik dating dari dalam diri manusia sebagai diri yang otonom. Kehendaknya akan yang baik adalah inti dari keberadaan eksistensial manusia di dunia, karena manusia adalah makluk yang senantiasa ingin melampaui pencapaiannya dalam konteks ruang dan waktu. Temporalitas kesadarannya tentang dunia merupakan bukti bahwa manusia dalam hubungannya dengan dunia hanya bisa menangkap fenomena yang terikat dalam ruang dan waktu. Sedangkan hakikat substansi (noumenon) adalah hal yang samasekali tak tersentuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun