Mohon tunggu...
Rodif Bosid
Rodif Bosid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu PTN Tanah Air. Ingin mencintai Tanah Air ini dengan sepenuh hati.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bicara Sistem Pendidikan di Indonesia, Pendidikan yang Berkarakter

4 Januari 2013   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:30 5288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1357331903888731097

Tentunya akan muncul pertanyaan, kenapa baru draft kok sudah dilaksanakan? Bukankah nantinya akan membuat sebuah kebingungan baru ketika sistem yang belum sepenuhnya siap akan tetapi sudah dijalankan? Semua berpulang pada keinginan pemerintah menjawab tantangan revolusi pendidikan yang terjadi, memasuki orde reformasi.

Dan pada kenyataannya di lapangan, sebenarnya kurikulum KBK merupakan uji coba sebuah kurikulum untuk mendapatkan sebuah format kurikulum yang dirasa cocok. setelah sebelumnya diujicobakan kurikulum ini di beberapa sekolah yang ditunjuk.

Setelah 2 tahun kurikulum ini dijalankan kemudian muncul format baru sistem pendidikan di Indonesia yakni kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Makna dari kurikulum ini sendiri adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah).

Di KTSP ini komponennya terdiri atas:

1. visi, misi, dan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan; 2. struktur dan muatan KTSP; 3. kalender pendidikan; 4. silabus, dan; 5. RPP. Pada KTSP, visi dan misi sudah ada dan dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Sedang tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Pengembangan kurikulum ini didasarkan pada PP No.19 Tahun 2005 tentang SNP (Standar Nasional Pendidikan) pasal 17, yang menyebutkan bahwa: 1) kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat, dan karakteristik peserta didik, 2) sekolah dan komite sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yg disusun oleh BSNP. Dari berbagai macam kurikulum yang telah coba diterapkan di Indonesia ini tentunya bisa kita rasakan sendiri apakah sudah menemui titik klimaks solusi pendidikan di Indonesia atau belum? Bagaimanapun juga perubahan sistem pendidikan yang terjadi harapannya adalah agar masyarakat Indonesia mampu menyesuaikan diri dengan kondisi jaman.

Kemudian muncul “pameo” di masyarakat, “ganti menteri, ganti kurikulum”. Masyarakat pun tentunya sudah tidak kaget lagi dengan berbagai macam aturan baru yang diterapkan oleh pemerintah tersebut. Akan tetapi baik secara langsung ataupun tidak langsung efek yang muncul dari gonta-gantinya sistem ini jelas sangat terasa di masyarakat. Bisa dibilang ketika setiap tahun sekarang  ini siswa harus membeli buku materi baru karena referensi yang sebelumnya sudah tidak terpakai lagi. Berbagai fasilitas penunjangnya pun juga harus disiapkan oleh orang tua didik ketika sistem baru dilahirkan. Secara finansial jelas sangat berdampak.

Kemudian di akhir tahun 2012 kemarin muncul wacana bahwa pada tahun 2013 akan diujicobakan kembali kurikulum baru, yakni kurikulum 2013 yang meskipun belum pasti namun sudah membuatgeger masyarakat.

Ketika muncul pemberitaan bahwa di kurikulum yang rencananya akan diujicobakan pada tahun ajaran 2013/2014 ini mata pelajaran Bahasa Daerah akan dihapuskan. Isu ini jelas membuat para guru, calon guru, dan masyarakat resah ketika kita tahu bahwa sekarang ini anak-anak sudah kurang—bahkan banyak yang sudah tidak—mengenal lagi bahasa daerahnya masing-masing. Misalnya saja di Jawa Tengah dan Jogjakarta ketika anak-anak berbicara dengan teman sebayanya, gurunya, dan orang tuanya mereka sudah tidak menggunakan bahasa Jawa lagi—apalagi bahasaKrama—tetapi menggunakan bahasa Indonesia yang dirasa lebih mudah. Hal ini jelas akan membuat moral bangsa menjadi semakin mungalami kemunduran ketika sudah tidak dikenal lagi kearifan lokal dan keragaman bahasa Nusantara dan unggah-ungguh basa (sopan santun berbahasa) pun tentunya semakin menghilang.

Kekhawatiran masyarakat ini kemudian mendapat tanggapan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, M. Nuh yang dalam statementnya menyebutkan bahwa Bahasa Daerah tidak dihilangkan akan tetapi diintegrasikan dengan beberapa mata pelajaran lain yang juga baru akan dimunculkan yakni mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya dalam satu mata pelajaran “Muatan Lokal (Mulok).”

Porsi mata pelajaran Muatan Lokal ini adalah 4 jam tiap minggunya. Akan tetapi meskipun porsinya ditambah tentunya muncul juga kekhawatiran ketika Seni Budaya dan Prakarya yang lebih mempunyai nilai ekonomis akan membuat Bahasa Daerah semakin tersisihkan perannya dalam pendidikan di Indonesia.

Bagaimanapun juga jika ingin mengarahkan pendidikan berkarakter dirasa sangat penting untuk tetap mengadakan mata pelajaran Bahasa Daerah secara khusus karena ini salah satu yang utama setelah Pendidikan Agama untuk mendukung pendidikan berkarakter tersebut. Bukankah dengan Pendidikan Agama dan Bahasa Daerah tersebut kita diajarkan bertutur kata dan bertingkah laku secara sopan dan santun? Tentunya ini perlu dikaji lebih mendalam lagi dan harus disesuaikan dengan lokalitas yang ada di masing-masing daerah di seantero Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun