Mohon tunggu...
Linda Sebastian
Linda Sebastian Mohon Tunggu... Pecinta Micin -

Berbagi pandangan dan ide, berharap tulisan saya bisa memberi pengaruh positif.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan Hujan

18 Juli 2014   19:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah benar-benar mengenal Kyoharu Takarai. Aku hanya sempat bertemu dengannya beberapa kali dan hanya sempat bicara sekali. Namun, entah kenapa kenangan tentang sosoknya begitu kuat di kepalaku. Tatapan matanya yang penuh dengan kesedihan terus terbayang di benakku. Aku tidak pernah berteman dengannya, namun setiap kali bertemu dengannya aku merasakan suatu perasaan yang aneh. Perasaan penuh kerinduan dan kesedihan. Aku tidak mengerti. Bisakah orang yang tidak kita kenali menanamkan kesan yang begitu kuat seperti Kyoharu Takarai?

Kyoharu Takarai adalah seorang pangeran yang dikagumi oleh para gadis di sekolahku. Dia tampan, pintar, dari keluarga kaya raya, dan memiliki seorang kekasih yang setara dengannya. Hana adalah nama gadis itu, dia cantik, orang tuanya adalah pengusaha sukses, dan dia adalah sering menjadi cover di majalah terkenal. Mereka adalah pasangan yang sempurna. Paling tidak itulah yang kami lihat. Mereka adalah tokoh idola yang selalu membuat iri teman-temanku.

Suatu sore hujan turun dengan deras. Aku yang waktu itu tidak membawa payung terpaksa harus berteduh di sebuah bangunan kosong dekat dengan sekolahku. Hujan itu memang aneh. Di saat kita membawa payung hujan tidak turun sama sekali, dan sebaliknya, saat kita tidak membawa payung hujan malah turun dengan derasnya. Dan hujan juga memiliki kekuatan yang misterius, yaitu kekuatan membangkitkan kenangan. Sebuah perasaan penuh kerinduaan bercampur kesedihan yang terkadang sulit kita jelaskan apa penyebabnya. Sedang asyik melamun sambil melihat titik-titik hujan, tiba-tiba datang seseorang. Dan orang itu Kyoharu Takarai.

“Hujan turun cukup deras, ya.” Dia tiba-tiba berkata padaku, seolah aku adalah temannya. Aku diam saja tidak menyahutnya.

“Kau satu sekolah denganku, kan?” Ucap dia lagi. Aku menjawabnya dengan anggukan pelan.

“Perkenalkan aku Kyoharu Takarai.” Dia mengulurkan tangannya padaku. Aku membalas uluran tangannya tanpa menoleh. Bagiku ini tidak lucu, semua orang di sekolah tahu siapa dia. Entah apa motifnya dia memperkenalkan diri padaku.

“Kenapa kau tidak menyebutkan namamu. Normalnya orang berkenalan itu saling menyebutkan nama.” Dia benar, harusnya aku menyebutkan namaku. Tapi entah kenapa bibirku malah mengatakan hal yang lain.

“Aku tahu siapa kamu. Dan rasanya kalaupun aku menyebutkan namaku, kau tidak akan mengingatnya.” Dia malah tertawa mendengar jawabanku.

“Jadi benar yah?” Dia menarik nafas panjang. Aku menoleh padanya tidak mengerti. Seperti merespon tanggapanku dia melanjutkan perkataannya.

“Semua orang tidak menganggapku sebagai manusia.”

“Aku tidak mengerti, tentu saja kau ini manusia.” Aku memandang kearahnya keheranan.

“Semua orang menganggapku sebagai manusia yang sempurna, tanpa cela. Bukankah tidak ada manusia yang sempurna? Semua orang selalu mengharapkan hal-hal yang tidak masuk akal dariku. Nilaiku harus sempurna, aku harus selalu terlihat menawan, aku harus ramah pada semua orang, dan aku harus memilki pacar yang sama sempurnanya. Aku pernah memiliki pacar yang menurut mereka tidak setara denganku. Gara-gara hubungan kami, pacarku itu sering jadi korban bullying. Hingga akhirnya kami putus. Dan dia menghilang tanpa kabar. Aku heran mengapa orang lainlah yang menetapkan standar bagiku. Mengapa mereka lebih tahu mana yang pantas bagiku dan mana yang tidak. Bukankah mereka menginginkan sosok malaikat dariku bukannya manusia?”

“Semua tahu bagaiamana caranya agar orang lain menjalani hidup, sedangkan mereka tidak tahu bagaimana caranya menjalani hidup mereka sendiri. Lucu juga, yah?! Kenapa kau menceritakan ini padaku?” Aku melihatnya keheranan.

Dia malah tersenyum kepadaku dan menganggkat bahunya, “Aku tidak tahu…”

Aku tidah tahu harus menanggapinya seperti apa, jadi aku hanya diam saja. Dan sepertinya dia terus ingin bicara.

“Kau tahu hujan itu menstimulus reaksi kimia yang bisa membangkitkan kenangan dan kesedihan?”

“Yah, aku pernah membaca artikel seperti itu di internet.” Sahutku.

“Mungkin karena hujan aku jadi membicarakan ini padamu. Kau masih belum menyebutkan namamu. Aku pasti akan mengingat namamu, siapa namamu?”

Mau tidak mau akhirnya aku tersenyum juga padanya dan memberitahukan namaku. Selama hampir dua jam hujan turun, dan selama itu juga aku mendengar Kyoharu mengoceh. Dia membicarakan banyak hal, dari kisah-kisah lucu dan beberapa kehidupan pribadinya. Bisa dikatakan obrolan pada waktu itu berat sebelah, karena aku hanya mendengarnya saja dan memberikan tanggapan sesekali. Aku senang mendengarnya berbicara, karena aku memang tidak terlalu suka membicarakan diriku sendiri. Setelah hujan reda kami saling berpamitan dan menuju rumah masing-masing. Aku heran mengapa orang kaya seperti dia tidak menggunakan mobil, malah berjalan kaki dan berteduh segala.

Esoknya, esoknya, dan esoknya lagi, aku beberapa kali bertemu Kyoharu di sekolah. Akan tetapi dia tidak pernah menyapaku sama sekali. Tadinya, aku pikir obrolan kami saat berteduh secara otomatis membuat kami berteman. Ternyata, tidak sama sekali. Jangankan menyapaku, menoleh ke arahku saja tidak. Kuakui aku sedikit kecewa akan hal itu. Tapi bukankah itu sifat dasar manusia, egois. Dia hanya ingin ada seseorang mendengarnya, dia hanya peduli pada dirinya sendiri. Semenjak dari itu aku tidak pernah mengharapkan pertemanan dengan Kyoharu lagi.

Di tahun terakhir sekolahku, aku dan keluargaku pindah ke kota lain. Kepindahanku membuatku loose contact dengan teman-teman sekolahku sebelumnya. Dan tentu saja aku tidak pernah mendengar gosip atau berpapasan lagi dengan Kyoharu. Namun setalah empat tahun pindah sekolah dan melanjutkan kehidupaku di tempat lain, aku masih memikirkan Kyoharu.

Aku masih ingat sekali, tatapan penuh kesedihannya di hujan kala itu. Dari obrolan itu aku menangkap beberapa hal yang tidak pernah dia tunjukan. Kesedihan, kesepian, dan penderitaan yang tersembunyi. Dibalik semua kehebatannya, jiwanya menderita. Itulah yang kulihat saat itu.

Perlahan hujan turun dari langit. Suasana menjadi sejuk dan bau debu basah yang sangat kusukai menyeruak. Aku duduk di sebuah Coffee Shop mengerjakan beberapa pekerjaanku dengan laptop. Sambil menikmati secangkir espresso panas ingatanku melayang. Ingatan tentang Kyoharu lagi-lagi bangkit. Ada rasa penasaran juga dengan kabarnya saat ini. Di era teknologi ini bukankah mudah mencari berita seseorang? Aku mengetikan nama Kyoharu Takarai di situs pencari terbesar didunia, Google.com.

Tidak mencapai satu detik berita tentang Kyoharu muncul di layar laptop. Dan di daftar paling atas adalah berita kematian Kyoharu. DEG. Jantungku seperti berhenti. Mendadak tanganku bergetar. Sambil menahan napas aku mengklik berita teratas itu. “Seorang Putra Pewaris Perusahan Elektronik Terbesar se-Asia Tewas Bunuh Diri” itulah headline berita itu.

Kyoharu meninggal 3 tahun yang lalu. Dari beberapa berita yang kubaca aku mengetahui Kyoharu meninggal karena over dosis. Dia ternyata mengidap penyakit kanker panKreas stadium tiga. Karena tidak kuat dengan penyakit yang dideritanya, dia menelan semua obatnya hingga over dosis. Dan Hana kekasihnya, hamil oleh seorang produser film. Memutuskan hubungannya dengan Kyoharu dan menikahi produser itu. Dan sebelum dia meninggal dia menulis sebuah puisi sebagai pesan kematian. Puisinya sama sekali tidak bisa kutemukan di Google. Beberapa kali aku menuliskan keyword tentang puisi itu, tidak ada satu lamanpun yang memuat puisi Kyoharu. Aku penasaran, dengan apa yang dia tulis. Paling tidak aku bisa mengetahui bagaimana perasaanya saat itu.

Rasa sedih dan sesak memenuhiku. Mungkin saat dia berbicara padaku waktu itu, dia sudah mengetahui penyakitnya. Dia tidak menyinggung itu sama sekali. Tapi aku bisa melihat dengan jelas kesedihan di matanya. Baginya, mungkin, aku hanya orang yang kebetulan dia temui saat berteduh dari hujan. Waktu itu dia hanya ingin berbicara tanpa peduli siapapun lawan bicaranya. Bukankah, terkadang di saat kepala kita penuh kita ingin berbicara apapun yang tidak berhubungan dengan masalah kita pada orang yang tidak dikenal?

Aku jadi berpikir, apakah bila aku menjalin perteman dengannya situasinya akan berbeda? Apakah aku bisa mencegahnya bunuh diri? Apakah aku bisa memberinya sedikit harapan untuk tetap melanjutkan hidup? Aku tidak tahu dan tidak akan pernah mendapatkan jawabannya. Yang aku tahu adalah tidak ada seorangpun yang bisa membantu orang lain mengalahkan kegelapan hatinya sendiri. Tidak seorangpun, bahkan orang yang dicintainya. Saat seseorang putus asa, hatinya akan gelap dan tertutup. Begitu juga Kyoharu.Tidak peduli seberapa besar orang membesarkan hatinya, itu hanya akan sia-sia bila dia sudah menyerahkan dirinya sendiri pada kegelapan.

Saat aku browsing tentang Kyoharu, aku menemukan sebuah alamat email. Aku mengirim email padanya menanyakan tentang kematian Kyoharu dan pesan kematiannya. Dua hari kemudian aku mendapatkan balasan email dengan attachement puisi pesan kematian Kyoharu. Saat aku membaca puisi tersebut, rasanya jantungku berhenti berdetak dan waktu membeku. Berkali-kali aku membacanya dan berkali-kali juga tidak percaya. Beginilah puisi pendek yang ditulis Kyoharu sebelum kematiannya:


Jika hari ini turun hujan,

aku akan berpura-pura berteduh,

menghampirimu sekali lagi.

Lalu aku akan berkata:

“Aku tidak pernah melupakan namamu.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun