Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi moderen dalam bidang biologi dan kedokteran sangatlah berkembang pesat. Dengan adanya hal ini, maka muncul inseminasi buatan atau yang biasa disebut dengan bayi tabung. Bayi tabung (IVF) merupakan suatu cara atau usaha pasangan suami istri agar bisa memperoleh keturunan tanpa melakukan hubungan suami istri yakni dengan pembuahan dalam tabung. Ada beberapa faktor yang pada akhirnya pasangan suami istri memutuskan untuk melakukan program bayi tabung, yaitu adanya kelainan pada tuba falopinya, faktor kekebalan, sperma suami yang kurang baik, radang selaput lendir pada rahim, dan ada beberapa faktor lainnya yang tidak bisa diterangkan sebabnya. Program bayi tabung memiliki manfaat yang begitu besar bagi pasangan suami istri yang ingin memiliki keturunan namun tidak dapat hamil. Program ini tentunya juga bisa menimbulkan risiko jika terjadi penyalahgunaan apabila dilakukan oleh orang yang beretika, beriman, dan tidak beragama.
POKOK PERMASALAHAN
Pada tahun 2020, pasangan suami istri Irwansyah dan Zaskia Sungkar menjalani program bayi tabung di Morula IVF Jakarta. Mereka sudah 10 tahun menikah, tetapi belum dikaruniai keturunan. Banyaknya lika-liku yang mereka rasakan dan akhirnya kini mereka berhasil menjalani program bayi tabung ini. Bagaimana hukum yang mengatur terkait kasus ini?
Pada tahun 2019, Salmafina Sunan yang merupakan anak perempuan dari pengacara Sunan Kalijaga mengatakan bahwa dirinya ingin memiliki keturunan tanpa menikah dengan seorang laki-laki. Dia menyebutkan bahwa dirinya hendak melakukan program bayi tabung (IVF) dengan donor sperma. Bagaimana hukum yang mengatur terkait kasus ini?
DASAR HUKUM
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 16 Ayat 1 dan 2, disebutkan:
(1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan.
(2) Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c. pada sarana kesehatan tertentu.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 39 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) sampai (3). Pasal 1 ayat (1) disebutkan:
(1) Teknologi Reproduksi Berbantu adalah upaya medis, agar pasangan suami istri yang sukar memperoleh keturunan, dapat memperolehnya melalui metoda fertilisasi in-vitro dan pemindahan embrio (FIV-PE) dengan menggunakan peralatan dan cara-cara yang mutakhir.