Mohon tunggu...
Robi Firmansyah
Robi Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Sosiolog

Sosiolog Fenomena Sosial dan Masyarakat Media

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan Berduka Beri Renungan Supporter Sepak Bola Indonesia

2 Oktober 2022   15:00 Diperbarui: 2 Oktober 2022   16:51 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertandingan sepak bola Liga 1 2022-2023 yang berlangsung kemarin (01/10) ricuh usai pertandingan di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang antara tim sepak bola Arema FC dan Persebaya. 

Kericuhan yang terjadi akibat dari kekecewaan supporter Arema FC terhadap kekalahan dengan poin 2-3 lawan Persebaya Surabaya. 

Kronologisnya beraal dari kekecewaan yang mereka luapkan dengan memanjat pagar pembatas tribun hingga turun ke lapangan dan memporak-porandakan Stadion Kanjuruhan. 

Aparat keamanan berusaha untuk mengendalikan supaya tidak menimbulkan kerusuhan yang parah hingga melepaskan tembakan gas air mata. 

Namun ego fanatis terhadap supporter kian membara hingga merusak mobil polisi dan beberapa mobil suppoter. Akhir dari peristiwa ini menimbulkan korban jiwa yang hingga (02/10) pukul 13.00, sebanyak 182 orang meninggal dunia.

Mengkaji peristiwa ini secara sosiologis adanya hubungan sosial yang erat Aremania atas kesetiaannya kepada Arema FC . 

Hubungan sosial ini membawa mereka pada pemikiran rasional bahwa setiap pertandingan adalah hanya ada sebuah kemenganan. Doktrin ini memberikan ilusi bahwa AREMA adalah simbol kemenagan. 

Hingga akhirnya perilaku-perilaku yang mereka lakukan di tribun adalah sebuah kebenaran yang mereka anggap benar untuk menimbulkan suatu kebanggaan. 

Alih-alih ingin menunjukkan sikap solidaritas, justru memberikan dampak bagi terancamnya berbagai kerentanan dan resiko yang sebenarnya harus dihindari. Kejadian di lapangan tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh aparat yang jelas kalah jumlahnya dengan supporter.

Analisa sosiologis dari situasi ini menunjukkan konflik non realitis yang dikemukakan oleh Lewis Coser. Konflik yang kompleks ini senantiasa untuk mempertegas identitas kelompok dari masing-masing supporter sepak bola. 

Keinginan tidak rasional yang mereka rasionalkan sendiri ini menciptakan ideologis yang terbagi-bagi berdasarkan identitas kelompok mereka. Perbedaan identitas dan tuntutan menang adalah kunci timbulnya konflik yang terjadi di Kanjuruhan kemarin malam (01/10/2022). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun