Mohon tunggu...
Roby Mohamad
Roby Mohamad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya tidur, bermimpi, bangun, melamun, dan satu lagi: jarang mandi! :P

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kehidupan Penulis Safinah, Syekh Salim bin Sumair

4 Februari 2016   10:24 Diperbarui: 4 April 2017   17:36 4372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selain ahli strategi militer, beliau juga dikenal sebagai juru damai antar penguasa. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Kerajaan Al-Katsiry memiliki konflik politik berkepanjangan dengan suku Yafi` sejak tahun 926 H. Sepanjang tiga abad lebih sebelum Syekh Salim lahir, kedua penguasa ini saling berperang demi “rebutan kuasa” di berbagai wilayah Hadlramaut. Kemelut ini semakin memanas pada era Syekh Salim. Kisaran tahun 1264 H, daerah kelahiran Syekh Salim, Dzi Ashbuh dan sekitarnya menjadi saksi bisu pertumpahan darah merah antara pasukan Katsiry dengan Yafi`.

Demi kemaslahatan rakyat yang menjadi korban kekuasaan, Syekh Salim memainkan peran besar dalam rekonsiliasi perdamaian antara Yafi’ dan Kerajaan Al-Katsiry. Di akhir Rabi’ul Awwal tahun 1265, serangan 800 pasukan Yafi’ untuk menguasai kota Seyyun mengalami kegagalan telak. Kerajaan Katsiry menang dan menawan banyak prajurit Yafi’. Akhirnya, rekonsiliasi antar pimpinan mereka pun terjadi. Hasil mufakat memutuskan agar suku Yafi’ harus “diusir-balik” ke daerah asalnya, timur laut Teluk Aden[1], tidak boleh bergerilya lagi di wilayah Hadlramaut[2].

Berkat jasa dan manuver politiknya, Syekh Salim diangkat sebagai penasihat pribadi Sultan Abdullah bin Muhsin Al-Katsiry[3]. Di awal karier, sang sultan sangat patuh dan tunduk dengan segala arahan dan nasehat Syekh Salim. Namun, seiring berjalannya waktu dan saratnya kepentingan, ia enggan mendengar petuah Syekh Salim, bahkan cenderung meremehkannya. Ini yang menjadikan hati Syekh Salim terluka, hingga mendorongnya untuk hijrah meninggalkan tanah air menuju India, kemudian menetap di Batavia sebagai akhir pengembaraan kedua sekaligus terakhir.

Dari Bumi Hadlramaut, Berdakwah di Batavia

Kami belum menemukan tahun berapa Syekh Salim hijrah dan tiba di Batavia. Data sejarah yang kami dapat hanya menjelaskan bahwa setelah tinggal di Batavia, sebagai seorang tokoh terpandang, kabar hijrah ini tersebar luas. Masyarakat pun datang berduyun-duyun untuk menimba ilmu dan memohon doa keberkahan kepada beliau. Karena antusias masyarakat setempat, Syekh Salim mendirikan berbagai majelis ilmu dan dakwah. Dalam berdakwah dan membumikan syariat Islam di Batavia, Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas menegakkan kebenaran, apapun resikonya. Beliau menyayangkan para ulama yang mendekat, bergaul, apalagi menjadi “budak” para pejabat Kolonial Belanda yang menguasai Batavia sejak tahun 1621 M. Tidak jarang beliau memberi nasihat dan kritik tajam kepada para ulama-kiai yang gemar mondar-mandir kepada pemerintahan Belanda.

Dongeng Martin van: Seteru Syekh Salim dengan Mufti Betawi Sayyid Utsman

Namun, perlu kami tegaskan disini ketidaktepatan Martin van Bruinessen. Dalam bukunya, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, ia mengungkapkan konflik Syekh Salim bin Sumair terhapad pendirian Sayyid Utsman bin Yahya (1238-1331 H/1822-1913 M) yang sudi menjabat Mufti Betawi. Kritikan dan konflik ini tidak pernah terjadi, sebab Syekh Salim telah wafat tahun 1271 H/1855 M terdahulu sebelum Sayyid Utsman bin Yahya memulai dakwahnya di Batavia sekitar tahun 1862 M/1279 H. Kemungkinan yang bertemu dengan Syekh Salim saat itu adalah Mufti Betawi sebelum Sayyid Ustman, yaitu Syekh Abdul Ghani (1801-1933 H). Wallahu a’lam

Terlepas dari “dongeng” Martin van Bruinessen, Syekh Salim memang dikenal sangat zuhud, dan anti dengan pemerintah lalim. Ini sudah terbukti dengan tekad hijrahnya dari Kerajaan Katsiry yang sudah tidak pro-rakyat, apalagi saat di Batavia yang pemerintahannya adalah penjajah kolonial Protestan Belanda yang anti-Islam.

Kepribadian dan Akhir Hayat Syekh Salim di Tanah Abang

Selain keteguhan prinsip, Syekh Salim bin Sumair adalah tipikal ulama Akhirat yang tak pernah luput berdzikir dan sangat istiqamah melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Dikisahkan oleh Syekh Ahmad Al-Hadlrawi, bahwa Syekh Salim senantiasa mengkhatamkan Al-Quran saat beliau thawaf, mengelilingi Kakbah. Figur ulama yang perlu kita teladani dan hidupkan kembali spiritnya dalam keseharian kita.

Beliau menghabiskan akhir hayatnya di Batavia dengan mujahadah dan dakwah. Hingga kini, kami belum melacak kehidupan pribadi Syekh Salim selama di Batavia; apakah beliau menikah dengan penduduk setempat dan memiliki keturunan? Apakah marga Bin Semir, yang tinggal di Jakarta, Solo dan lainnya merupakan keturunan Syekh Salim ini? Masih teka-teki yang belum terungkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun