Mohon tunggu...
Robertus Benny Murdhani
Robertus Benny Murdhani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang pemburu kuis yang suka menulis. Baca tulisan-tulisan saya di www.kamar-kata.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mari Selamatkan Warisan Sejarah Kita di Museum Taman Prasasti Jakarta

18 Desember 2013   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:46 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu mengetahui tema kompetisi blog Indonesia Travel (@indtravel) dari Kemenparekraf kali ini adalah "Lestarikan Aset Pariwisata Indonesia dengan Caramu!" , saya jadi kembali teringat dengan pengalaman saya mengunjungi salah satu tempat wisata di Jakarta, yaitu Museum Taman Prasasti. Sedikit cerita mengenai museum ini, jadi Museum Taman Prasasti adalah sebuah museum yang dulunya merupakan pemakaman kuno yang telah beroperasi sejak tahun 1795. Pemakaman ini kemudian ditutup tahun 1975 dan dipugar, hingga kemudian resmi digunakan sebagai museum pada tahun 1977 (Gubernur DKI Jakarta kala itu adalah Bapak Ali Sadikin). Museum ini terletak di Jalan Tanah Abang 1, Petojo Selatan, Jakarta Pusat, persis di sebelah Kantor Walikota Jakarta Pusat.

Menyambung ke pengalaman saya mengunjungi museum tersebut, jadi ceritanya beberapa bulan yang lalu saya sendirian mengunjungi Museum Taman Prasasti tersebut. Memang sudah lama sekali saya ingin mengunjungi museum ini karena penasaran dengan konsep museum yang berbeda, yaitu menyuguhkan “nisan” sebagai sajian utamanya. Begitu memasuki taman tempat dimana nisan-nisan berada, hati saya girang sekali karena saya bisa melihat sendiri bagaimana nisan-nisan kuno ditata dan dipajang dengan indah. Tampak beberapa nisan yang semakin indah dengan hiasan patung-patung beraneka bentuk. Berikut beberapa foto hasil jepretan saya di bagian taman depan Museum Taman Prasasti.

[caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="(dok.pribadi)"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="(dok.pribadi)"]

(dok.pribadi)
(dok.pribadi)
[/caption]

Namun, kegembiraan saya tak berlangsung lama karena ketika saya berjalan sedikit ke bagian samping taman, saya menemukan sebuah pemandangan yang "tidak sedap" di mata saya. Bukan, saya bukan menemukan sebuah tempat sampah yang kotor. Pemandangan "tidak sedap" yang saya temukan adalah beberapa nisan dijejer tak beraturan di tanah, dan digunakan sebagai pijakan bagi pengunjung. Bagi saya hal ini sangat disayangkan sekali, mengingat nisan-nisan tersebut adalah nisan-nisan kuno yang merupakan warisan sejarah kita.

[caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="Jejeran nisan yang dijadikan pijakan (dok.pribadi)"]

Jejeran nisan yang dijadikan pijakan (dok.pribadi)
Jejeran nisan yang dijadikan pijakan (dok.pribadi)
[/caption]

Setelah merasa kecewa dengan keadaan tersebut, saya pun berjalan kembali di area taman. Kali ini saya berjalan ke bagian belakang taman untuk melihat koleksi-koleksi nisan yang ada di sana sekaligus ingin melihat seberapa luas area kompleks Museum Taman Prasasti ini. Awalnya saya tak menemukan suatu kejanggalan atau keanehan, selain tentunya masalah yang kerap kali ditemukan di tempat wisata, yaitu masalah sampah. Di beberapa sudut masih terdapat beberapa tumpukan sampah plastik dan daun-daun kering yang dibiarkan tak terurus. Saya mencoba berpikiran positif bahwa mungkin saja sejak pagi tempat itu sudah bersih dari sampah, cuma karena saya datang kesana agak siang, sehingga sudah banyak pengunjung yang datang dan membuang sampah disini. Mungkin saja seperti itu.

Pikiran saya untuk tetap positif ternyata tak bertahan lama. Saya kembali disuguhkan pemandangan yang tidak sedap. Kali ini adalah saya melihat dan menemukan beberapa nisan yang dicorat-coret dengan cat semprot.

"Duh ya ampun. Kenapa ini bisa terjadi", kataku dalam hati. Bukan hanya satu atau dua nisan saja yang dicorat-coret oleh orang yang tak bertanggung jawab, tapi ketika saya berjalan ke arah belakang bagian tengah, saya menemukan sederet patung juga yang juga dicorat-coret. Saya pun berusaha untuk mendekati seorang petugas yang terlihat sedang berusaha membersihkan coretan di nisan-nisan yang tertempel di dinding pagar bagian belakang. Dari hasil ngobrol dengan petugas tersebut, ternyata corat-coretan tersebut dilakukan oleh para pelajar SMP dan SMA yang ada di sekitar lokasi Museum Taman Prasasti, yang kerap kali datang melompat pagar belakang dan masuk ke komplek museum. Mereka biasanya merokok, bermain-main dan iseng mencorat-coret nisan dan patung dengan tulisan sekolah mereka. Ketika saya bertanya mengenai ada tidaknya pengawasan dari pihak pengelola museum, petugas tersebut berkata bahwa selama ini yang sering diawasi hanya area bagian depan saja, sedangkan bagian belakang sangat jarang diawasi. Malangnya adalah dari informasi petugas tersebut, coretan dari cat semprot pada nisan dan patung tersebut tidak bisa dibersihkan sampai bersih tak tersisa karena cat semprot tersebut sudah masuk ke dalam pori-pori batu marmer yang merupakan bahan dasar dari nisan dan patung tersebut. Sayang sekali.

[caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="(dok.pribadi)"]

(dok.pribadi)
(dok.pribadi)
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="(dok.pribadi)"]
(dok.pribadi)
(dok.pribadi)
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="(dok.pribadi)"]
(dok.pribadi)
(dok.pribadi)
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="(dok.pribadi)"]
(dok.pribadi)
(dok.pribadi)
[/caption]

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya"

Saya jadi teringat dengan semboyan tersebut begitu melihat bagaimana warisan sejarah Indonesia, terutama kota Jakarta, berupa nisan-nisan kuno yang ada di Museum Taman Prasasti Jakarta, dicorat-coret oleh ulah para pelajar iseng yang mungkin di pikiran mereka bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka akan terlihat keren. Dengan bangga mereka mencorat-coret nisan dan patung dengan identitas sekolah mereka. Sungguh kebanggaan yang salah kaprah menurut saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun