Mohon tunggu...
Robertus Widiatmoko
Robertus Widiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Menerima, menikmati, mensyukuri, dan merayakan anugerah terindah yang Kauberikan.

Indahnya Persahabatan dalam Kebersahajaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jendela Rumah Kita

6 Februari 2019   10:20 Diperbarui: 6 Februari 2019   11:44 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ayah dan Bunda Irma adalah petani pekerja keras. Lahan sawahnya lumayan luas, kira-kira dua hektar. Ada yang ditanami padi, jagung, kacang tanah, ubi, ketela, dan pohon pisang. Selain tanaman padi dan kacang-kacangan mereka juga memelihara ayam lehor dan ikan lele. Mereka tidak sendirian namun ada tetangga dekat yang ikut membantu mengerjakannya. Pak Agus adalah panggilan akrab ayah Irma sedangkan bundanya kerab dipanggil Bunda Irma. Pagi-pagi sekali mereka sudah bangun dan siap pergi ke sawah. Pak Agus orangnya ramah sehingga dalam setiap perjumpaan pasti membuat hati siapa pun menjadi bahagia. Sawahnya tidak begitu jauh dari rumah hanya tiga kilometer dan tidak memakan waktu lama jika ditempuh dengan berjalan kaki. Dengan meneteng sebuah ceret dan memikul pacul Pak Agus berjalan kaki setiap hari menuju ke sawah. Tidak lupa ia juga mengenakan caping supaya tidak kepanasan jika matahari sangat terik. Sementara itu, Bunda Irma  dibantu Pak Rebo  membersihkan kandang ayam dan memberi makan seratus ekor ayam lehor. Biasanya Bunda Irma memberi makan ayam dengan bekatul. Setelah selesai ia lanjut memberi makan ikan lele. Siang harinya ia bersepeda onthel membawakan bekal nasi hangat beserta lauk pauknya. Tentu dengan bekal makan yang bervariasi semangat kerja Pak Agus senantiasa terjaga dengan baik. Hari pertama Bunda Irma biasa menyajikan menu makan tempe goreng, ikan asin, nasi, dan sambel trasi. Hari kedua dikirim menu makan sop ayam, nasi, sambel tomat, dan tahu goreng. Hari ketiga cukup ikan gurame bakar, nasi, dan sambel secukupnya. Hari keempat biasa Pak Agus minta lalapan dan ayam balado ditambah sayur jengkol. Hari kelima disediakan nasi goreng dan jajanan pasar. Setelah sepekan bekerja berdua mereka bersepeda onthel menyusuri sawah sembari memantau pertumbuhan tanaman dan memeriksa satu per satu tanaman yang ada. Jika ada daun yang kering diambil dan dijadikan kompos, jika ada hama tanaman segera membasminya dengan obat, dan jika ada buah yang bisa dipetik mereka ambil untuk dibuat jadi kue atau makanan ringan. Ada yang jadi kripik pisang, kripik singkong, bolu ubi, bubur jagung, tape, dan jenis makanan ringan lainnya. Semuanya lalu disetor ke koperasi untuk dijual di pasar. Para tetangga sangat gembira membantu merapikannya  dalam bungkusan  sambil sesekali bercanda ria. "Kue-kue ini sangat enak dan kemasannya cantik. Aku sangat suka" celetuk Bunda Irma. Pak Rebo juga pernah mencicipi sebagian kue-kue itu. "Iya kue-kuenya eunak, memang enak. Bunda Irma pinter bikin kuenya" pujinya. "Dan orang lain tidak akan menemukan kue seenak ini di toko manapun. Itulah sebabnya koperasi kita banyak dikunjungi oleh pendatang" celoteh salah satu dari mereka. Bunda Irma hanya tersenyum manis. "Aku berterima kasih sama kalian, karena kalian baik sekali. Sekarang bawalah kue-kue ini! Kalian sudah ditunggu Pak Sopir di taman"  perintahnya. Mereka mengangguk-angguk dan segera melangkah keluar rumah. Nampak Pak Sopir menengok ke arah mereka dan turun membukakan pintu mobil. "Astaga, banyak sekali pesanan kuenya Bu! Ayo sini saya bantuin angkat" kata Pak Sopir. Para ibu menyambut dengan gembira. Setelah selesai ditata rapi salah satu di antara ibu-ibu ikut masuk ke mobil mengantar kue-kue itu. "Mbah, kulo nganter pesenan riyen nggih. Anter kue-kue bikinan Bunda Irma ke koperasi" ujarnya. "Oke, Sip Mas ..." balas Mbah kakung. "Tarik Mas ...mangkattt!" seru ibu itu.

 Ternyata siang hari itu matahari cukup terik. Irma turun dari taksi hendak menuju ke halte terminal penerbangan. Hari itu ia sudah berada di lapangan terbang Melbourne. Ia merasa lega dan bahagia sekali. Kuliahnya sudah kelar. Waktu berjalan begitu cepat. Pasti keluarga sudah cukup lama menunggu kedatangannya. Bus penjemputan belum juga tiba. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Ketika bus berjalan mendadak turun hujan lebat. Untung Irma sudah berada di dalam bus itu. Ia sengaja tak memberitahukan kepada siapa pun kalau hari ini ia pulang. Beberapa menit setelah hujan turun terlihat cakrawala langit begitu indah. Rupanya ada pelangi sehabis hujan. Berlatar belakang awan, bukit, dan pegunungan. Indah sekali pemandangannya.  Irma tak mau menyia-nyiakan momen itu. Ia segera mengambil gambar dan berswafoto. "Okay so at least I'm out in the sun while I wait for you" tuturnya. Benar-benar lega sekali. Akhirnya, setelah berjam-jam menunggu para penumpang tujuan Yogyakarta, Indonesia memasuki gerbang pesawat. Irma berdiri kemudian berjalan sembari menarik tas kopernya yang mungil. Barang-barang bawaannya sudah masuk ke bagasi pesawat. Senyum manis pramugari menyambut kedatangan para penumpang. Satu per satu barang-barang dimasukkan ke loker dengan tertib. Tak lama setelah itu Irma duduk bersandar dengan santai. Informasi disampaikan lewat speaker pesawat. Irma tertidur pulas sekali. Suasana menjadi hening. Satu per satu kemudian terlelap dalam tidur yang panjang. Pesawat Garuda Indonesia segera take off.

"Dear passengers, welcome to Melbourne Airport  flight to Yogyakarta, Indonesia  Flights to Yogyakarta,Indonesia  will take us with in 15 hour and 10 minutes, with a cruising altitude of 650 feet above sea level. We need to inform you that there are not smoke area ,flight is without cigarette smoke, before take off we invite you to hold the chair back, close and lock the small tables that are still open in front of you, tighten the seat belt, and open the window cover. On behalf of Mr Andi captain of flight, Mr Dharma co-pilot and all the crew on duty congratulated this flight, and thank you for your choice to fly with us"

 

"Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan  Melbourne dengan tujuan Yogyakarta, Indonesia. Penerbangan ke Yogyakarta, Indonesia akan kita tempuh dalam waktu kurang lebih 15 jam dan 10 menit, dengan ketinggian jelajah 650 kaki di atas permukaan air laut. Perlu kami sampaikan bahwa penerbangan bebas dari asap rokok. Pesawat  ini adalah tanpa asap rokok, sebelum lepas landas kami persilakan kepada Anda untuk menegakkan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka di hadapan Anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Atas nama Mr Andi kapten penerbang, Mr Dharma ko-pilot, dan seluruh awak pesawat yang bertugas mengucapkan selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama kami"

                                     

Di tempat lain Pak Agus bersama-sama dengan para tetangga sedang asyik menggarap sawah. Rupanya mereka sedang berkumpul karena ada pejabat setempat mau melakukan kunjungan kerja. Pak Bupati dan para pegawainya ingin melihat-lihat kemajuan pertanian di desanya. Mereka sekaligus ingin membagikan bibit padi varietas unggul. "Ayo, Bapak-bapak kita akan mulai menanam padi dengan bibit padi unggul!" kata Bapak Bupati. "Mari kita ke tempat penyemaian!" jelas salah satu pegawainya. Mereka pun mengikuti petugas sesuai dengan arahan yang dijelaskan. Suasana menjadi ramai sekali. Bapak-bapak sangat antusias melaksanakan penanaman bibit padi unggul. Pak Agus yang sehari-harinya menjadi petani saat habis panen biasanya akan menggemburkan tanah sawah terlebih dahulu dengan kerbau setianya. Setelah dirasakan gembur ia mulai menanam bibit padi dan bibit tanaman lainnya.  Ia akan membuat galian di tanah yang lurus seperti tali. Galian di tanah itu bukan hanya satu baris melainkan banyak baris dengan jarak yang sudah diperhitungkan. Di setiap baris, nantinya ditaburi dengan benih-benih bibit unggul. "Keterampilan bertani itu sangat penting, Pak. Mengingat negeri kita negeri agraris, 80 persennya adalah petani. Kelak anak cucu kita yang akan meneruskan usaha kita. Kalau pun kita cuma punya lahan kecil, kita bisa berkebun. Kita bisa mengambil sayur mayur sebagai objek tanamannya. Dan hasilnya bisa kita makan setiap hari. Jadi, hemat uang belanja, kan Pak" ajak Pak Agus. "Iya betul, Pak" puji Bapak Bupati. "Aku juga pingin punya lahan sawah sendiri atau kebun kecil sendiri. Siapa tahu aku bisa jadi petani besar sehebat Pak Agus. Punya kebun sayur mayur berhektar-hektar. Wuihhh ...petani kaya" pikir pegawai itu.

Beberapa bulan kemudian waktu pun berlalu. Pegawai penyuluh pertanian itu merawat tanaman mereka di kebun. Setiap tanaman  di kebun dinamai sesuai dengan jenisnya masing-masing. Tanaman bibit unggul itu mulai tumbuh besar dan kuat. Para petani sangat bangga dengan taman sayuran istimewanya. Mereka kerap kedatangan kunjungan dari kelompok petani daerah lain. Sejak itu pertanian Pak Agus dijadikan proyek percontohan.

Keesokan harinya Pak Agus dan Bunda Irma terlihat sangat sibuk. Kabarnya mereka akan kedatangan tamu spesial. Saudara Pak Agus akan datang menginap tentu saja seluruh keluarganya. Ayah, ibu, dan anak-anak. Seisi rumah berbagi tugas. "Bunda, kita bagi-bagi tugas ya! Saudaraku mau datang main ke sini. Sehabis piknik mereka bermaksud singgah ke rumah kita. Tidak usah diada-adain yang penting sambutan kita menyenangkan" katanya. "Masak yang eunak, ya Bun. Jangan sampai mengecewakan, jangan bikin kita malu " lanjutnya. "Siap , Bos!" kata Bunda Irma. "Oya, Bapake kayane rumah kita perlu juga dicat. Biar tampak bersih, tampak ayu, dan nyaman dipandang mata. Tu lihat wis pathing blekotho!" ejeknya. "Betul Bunda memang sudah semestinya dicat nanti kita anggarkan ya" kata Pak Agus antusias. "Sampeyan bersih-bersih rumah Pak, ajak tetangga sebelah bantu-bantu pasti mau. Aku tak ke Mbok Tukinah nyiapin konsumsi sama daharan!" tutur Bunda. Mereka berbagi tugas. Pak Agus mengajak beberapa tetangga ikut bersih-bersih rumah dan membantu mewarnai rumah. Mereka bekerja sesuai dengan instruksi yang diberikan Pak Agus. Ada yang menyapu lantai, ada yang membersihkan perabot rumah tangga, dan membersihkan kursi dan meja. Semua peralatan kebersihan disediakannya seperti sapu ijuk, kemoceng, dan lap pembersih kaca serta pembersih lantai. Semua bekerja dengan sigap, cekatan, dan penuh percaya diri. Nampak Pak Agus beserta temannya sedang diskusi ngobrolin warna cat rumah yang pas. Berdua berdiskusi lumayan lama namun pada akhirnya mereka dapat menentukan warna cat terbaik. "Hmmm ...jadi serasa rumah baru Pak Agus" tutur Pak Rebo. "Iya Pak Rebo , seperti rumah baru. Wah hebat bapak-bapak ini. Yuk didahar dulu makanannya, diminum kopinya Pak!" celoteh Pak Agus. "Selesaiii ...!"seru bapak yang lain. Hari itu rumah Pak Agus ramai dikunjungi tetangga. Suasana menjadi hingar bingar, mereka suka sekali ingin membantu meringankan pekerjaannya. Selesai berbelanja Bunda Irma tiba-tiba muncul. Ia meminta agar lemari kaca dekat pintu digeser. Ia ingin ada suasana baru. "Bunda ingin lemari ini dipindah ke pojok sana. Tolong, Pake dipindah ya!" pintanya. "Beres! Kami siap melayani Anda. Tapi sebentar lagi ya tanggung banget" jawab Pak Agus. Beberapa menit kemudian bapak-bapak segera memenuhi permintaan bunda. Lemari itu bergeser sedikit demi sedikit berpindah ke tempat yang dimaksudkan. "Wah, lumayan berat Bun. Lemari kuno ya Bun, kayu jati wis mantep!" keluh Pak Rebo. Ruang tamu sudah tertata rapi. Bunda dan Mbok Tukinah menyiapkan hidangan lezat di dapur. Semua sudah beres walaupun tamunya keburu datang setidaknya persiapan penyambutan sudah mendekati final. Pak Agus dan Bunda menghela nafas lega. Sejam kemudian mereka berkemas-kemas untuk dandan supaya tampak lebih rapi.  Bunda mencicipi masakannya satu per satu, tak ketinggalan Pak Agus. "Semua beres kan Bunda?" tanyanya. "Siap Pake, semua sudah ok!" jawab Bunda singkat. Tiba-tiba Pak Agus teringat sesuatu ia lupa mengingatkan istrinya. "Bun, ada yang terlewat sepertinya. Tahu nggak Bun ...sayur asem!" katanya. "Wah, iya Bunda lupa belum memasak sayur asem. Padahal, perasaan tadi sudah aku siapin catatannya" celetuknya. "Tenanglah rapopo nggak ana sayur asem, tapi balado jengkol nggak lupa kan?" kata Pak Agus sambil tersipu-sipu. "Ah Bapak kalau sudah nyidam tahu dech" tuturnya sembari cubit perut bapak yang memang sudah maju ke depan. Sejam ...dua jam tamu spesial itu tak kunjung juga datang. Pak Agus mulai gelisah dengan diri sendiri. Ia mondar-mandir. Sementara itu, Bunda grundelan ngomel-ngomel entah sama Pak Agus entah sama Mbok Tukinah. " Mana mereka Pakne, sudah dua jam lewat tu. Masakan itu keburu dingin, mana masak banyak lagi. Njurrr sopo sing kon mangan semono akehe Pakne!" bunda marah besar. "Bapak sich ora jelas. Mbok ditelepon po piye, malah meneng wae!" semakin gusar si bunda. "Yo ojo nyalahke aku to Bune. Mbok menowo lagi macet ning ndalan, ana alangan liyo kan awake dewe ora ngerti to. Sing sabar to Bune" bujuknya. "Nek iki jenenge ora sabar Pakne. Wis kadung esmosi, ngerti ora?" kesabaran bunda sudah habis. Keduanya terdiam tanpa kata-kata. Semua bertahan pada pendiriannya masing-masing. Dan memang saudara Pak Agus memang tidak datang hari itu. Batang hidungnya benar-benar tidak kelihatan. Tatkala genderang perang bertubi-tubi saling menghunjam dan tidak muncul bendera putih di salah satu pihak tak hayal lagi pertempuran akan segera dimulai. Tiba-tiba terdengar suara langkah sepatu dan roda koper berputar. Ia berhenti sesaat. Tangannya meraih bel yang dipasang di gerbang depan. Ia clingak-clinguk mengamati sekeliling rumah. Hari sudah senja dan mentari sebentar lagi bersembunyi. Malam akan tiba. Tettt ...tettt bel itu berdering seakan memanggil seisi rumah. Sontak keduanya kaget terbangun dari lamunan. "Pakne ...jangan-jangan mereka itu, Pakne" tutur bunda pelan. "Wis, Bunda wae sing nemoni. Ayah coba ngintip dari lubang pintu yo" jawabnya. Kemudian Bunda melangkahkan kakinya ke depan. Dari kejauhan nampak badan Irma memunggungi bunda. Bunda masih agak ragu. Ia terus melangkah mendekat. Dan ketika mata bertemu mata nampak jelas sosok Irma di depan mata bunda. Seketika itu juga Irma melompatkan kakinya, bergerak secepat kilat dan berlari memeluk sang bunda. Pintu pagar masih terkunci."Bundaaaa ... aku Bunda"tuturnya. Bunda terkejut setengah mati. Ia tak menyangka bahwa tamu spesial hari itu adalah anaknya sendiri. Si jelita yang sudah menamatkan S2nya di luar negeri. Rasa haru menyelimuti keduanya. Keduanya berpelukan cipika cipiki. Hanyut dalam kebahagiaan tiada tepi."Ooo alla Nduk, Bunda ikut bahagia. Kamu makin cantik Nduk" bisiknya. "Ah, Bunda biasa saja" balasnya. "Matur nuwun Gusti ...matur nuwun" lanjutnya.  Seluruh desa terguncang kedatangan sang puteri. Ayah juga terkejut luar dalam tak mengira puterinya hari itu pulang. "Kamu to Nduk, anak wedok. Sukses yo Nduk" kata Pak Agus. "Sehat kan Pak?" tanya Irma. "Sehat, bagas waras.Lha piye to Nduk koq nggak kasih kabar ayah bunda" tuturnya. "Surprise aza Pak" jawab Irma. "Pak Rebo ke sini sebentar!" pintanya. Sejenak Pak Rebo berjalan mendekati ayah Irma. "Siapkannn ...satu ekor sapi. Kita syukuran hari ini!" seru Pak Agus. "Lha Pakde, tapi sapinya tinggal satu" jawabnya. "Wis ora usah kakehan cangkem. Ben wae besok tuku maneh. Besok kita syukuran. Kasih tahu ke warga kita akan wayangan semalam suntuk!" sahutnya. "Lha, pripun to dalange dereng siap, Padhe" sergah Pak Rebo. "Kuwi tugasmu Pak Rebo, wis gek budalo kono! Ojo kesuwen, ojo ngecewake puteriku. Iso mangkat ora iso ngerti dewe Pak Rebo" jawabnya gregeten. "Nggih ...nggih, siappp Padhe!" jawabnya tegas. Kemudian Pak Rebo melesat pergi keluar tak berkata-kata sepatah kata pun. Pada saat yang bersamaan datang juga perlengkapan tenda, kursi, dan sound sistem. Mereka datang serombongan dengan mobil terbuka dan turun berbagi tugas. Demikian pun malam itu sebuah truk besar datang membawa dua ekor sapi besar-besar. Pak sopir langsung membawanya ke tempat yang dituju sesuai pesanan. Pak Rebo clingukan mukanya agak pucat. Ia terheran-heran bagaimana mungkin ini bisa terjadi secepat kilat. Padahal, ia belum melaksanakan satu pun perintah Pak Agus. Kemudian ia berlari mengobati rasa penasarannya. Tambah heran lagi mobil perlengkapan wayang juga sudah datang. Para pegawainya mencari tempat, mengatur posisi, dan mendesain panggung. Sekali lagi Pak Rebo dibuat tak mengerti. Ia menjadi bengong. Bumi seakan berbalik dan ia berdiri seperti patung, tak bergerak. Sejenak kemudian seorang bapak mendekatinya. "Sampun kepanggih dereng Pak Rebo, Dalange?Nek dereng, kawulo bade nempangaken. Kawulo sing dados Dalange wayang " tuturnya. Sekali lagi Pak Rebo makin deleg-deleg. Matanya melongo semua."Mbuh" gumamnya. Ia sama sekali tak menemukan jawabannya. Di hadapannya bayang-bayang wajah Irma tersenyum bahagia. "Surprise, Pak Rebo" celetuknya. Kini Pak Rebo sudah menemukan misteri hari itu. Dan Pak Rebo pun berdiri normal kembali. Harta Berharga (Arswendo. A)

Harta yang berharga
Adalah keluarga
Istana yang paling indah
Adalah keluarga

Puisi yang paling bermakna
Adalah keluarga
Mutiara tiada tara
Adalah keluarga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun