Mohon tunggu...
Robbi Khadafi
Robbi Khadafi Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik

Kecil disuka muda terkenal tua kaya raya mati masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tragedi Kemanusiaan, Pengacara Pukul Hakim

19 Juli 2019   10:30 Diperbarui: 19 Juli 2019   10:38 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemukulan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Sunarso oleh pengacara Tomi Winata atau TW Desrizal dinilai merupakan tragedi kemanusiaan sekaligus kemunduran peradaban.

Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan mempertanyakan bagaimana dominasi dan arogansi kekuasaan menyerang lembaga peradilan yang bebas dan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun.

"Saya sedih, prihatin, kecewa dan mengutuk keras perbuatan brutal berupa pemukulan dan atau penganiayaan yang dilakukan oleh seorang pengacara yang sedang beracara terhadap hakim diruang persidangan," kata Arteria Dahlan di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Menurut Arteria, kasus Ini harus di usut tuntas. Pengadilan khususnya ruang persidangan harus terbebas dari perilaku teror, intimidatif apalagi aksi kekerasan.

Terhadap pelaku, Arteria minta dihukum seberat-beratnya, tidak boleh ada justifikasi atau penghalalan perbuatan kriminal terhadap hakim yang sedang melaksanakan tugasnya di ruang persidangan.

Politisi PDI Perjuangan ini menilai perbuatan pelaku tidak hanya contemp of court, tidak hanya perbuatan kriminal (pidana) tetapi juga serangan langsung terhadap kedaulatan negara, khususnya Indonesia sebagai negara hukum.

"Jadi issuenya adalah issue konstitusionalitas, tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang, apalagi dilakukan oleh seorang advokat yang ber-officium nobile (profesi yg terhormat, pekerjaan yang mulia) dan sangat mengerti dan paham hukum," tuturnya.

Arteria berharap semua pihak punya kesamaan persepsi, semua penegak hukum yang sedang melaksanakan fungsi dan tugas penegakan hukum harus terlindungi.

Apalagi seorang hakim yang sedang bertugas mengimplementasikan fungsi kekuasaan kehakiman yang bebas dan terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun.

"Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun juga, siapapun yang melakukan penganiayaan terhadap penegak hukum, khususnya terhadap hakim yang sedang bertugas," ujarnyan

Mantan pengacara ini berpandangan hakim yang sedang bertugas di ruang bersidangan itu tidak sekadar hakim, tapi merupakan simbolisasi hadirnya negara dalam kontek penegakan hukum ditengah masyarakat.

Jadi ini serangan langsung terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara hukum. Ditambah lagi, sebagai advokat, pelaku seharusnya mengerti dan paham, bahwa dalam konteks pencarian keadilan, hakim dikonstruksikan sebagai "wakil Tuhan di dunia"

Oleh karenanya setiap putusan pengadilan itu kan ada irah-irahnya berupa "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

"Bahkan jika irah-irah tersebut tidak dicantumkan dalam putusan, maka putusannya batal demi hukum sebagaimana diatur dlm Pasal 197 (2) KUHAP," jelasnya.

Arteria juga berharap para hakim diseluruh wilayah NKRI ini tidak terpengaruh dengan kejadian ini, jangan pernah ragu dan takut untuk menerjemahkan rasa keadilan dan pendidikan hukum di masyarakat melalui pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusannya.

"Jaga integritas dan saya mewakafkan diri untuk mengawal proses penegakan hukum ini sampai tuntas. Indonesia negara hukum," katanya.

Arteria mengatakan negara tidak boleh kalah apalagi dikalahkan oleh pengaruh kekuasaan apapun, baik oleh penguasa apalagi pengusaha.

Diharamkan dominasi kekuasaan dengan segala bentuk dan pengertiannya hadir dan bahkan dipertontonkan di ruang persidangan. "Karena jika itu terjadi eksistensi negara hukum akan musnah sekaligus dimulainya kehancuran peradaban kemanusiaan," katanya.

Arteria sekaligus mempersilahkan bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penyidikan dan fungsi penegakan hukum terhadap pelaku, juga terhadap organisasi profesi advokat terkait dengan aksi "cow boy" tersebut.

Dan juga kepada Komisi Yudisial untuk mencermati setiap fakta yang hadir dan turut mewarnai sehingga timbul aksi brutal oleh pelaku.

"Ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan pastunya harus menjadi kejadian terakhir yang tidak boleh terulang kembali," harapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun