Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Crazy Rich dan Kere Manja

1 Juli 2022   08:24 Diperbarui: 1 Juli 2022   08:27 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: asset.kompas.com

Kalau nggak percaya tonton saja, aku jamin kalian bakalan punya perspektif baru soal kehidupan. Terutama yang suka mengeluh di dinding fesbuk, mengasihani diri sendiri, nggak pandai bersyukur. Termasuk aku pisan.

Selama ini kita pikir kalau mereka yang hidup bergelut dengan sampah itu pasti orang susah. Ternyata tidak. Justru kalau nggak ada sampah mereka susah. Bagi mereka tumpukan sampah di situ adalah bukit berlian. Dari sanalah mereka hidup bahagia dan beranak pinak.

Mereka bisa sangat menyatu dengan sampah, sudah bisa enjoy makan dan minum di atas tumpukan sampah yang baunya mengalahkan bau ketiak budemu. Ada banyak warung yang dirikan di atas bukit (tumpukan) sampah. Omsetnya juga lumayan, bisa 1,5 juta perhari. Nayamul.

Bagi mereka, mungkin tidak ada dikotomi kaya miskin di tempat kumuh seperti itu. Yang penting bisa bahagia dan tidak merugikan orang lain. Nggak ada gengsi atau sungkan. Nemu makanan fresh di antara tumpukan sampah pun langsung dimakan. Jangan menggurui soal higienis, mereka sehat-sehat saja. Orang sakit atau sehat itu tergantung pada pikirannya.

Bahagia memang sederhana, bisa dimana saja. Di atas tumpukan sampah pun ternyata bisa bahagia, sementara banyak orang yang berburu bahagia sampek direwangi dadi TKI ilegal. Nggak dapat kebahagiaan tapi malah sengsara. Kabar terakhir TKI ilegal yang meninggal ada 149 orang di tahanan imigrasi Sabah, Malaysia. Malaysia sungguh terwelu.

Kita ini bangsa besar yang ditakdirkan berjaya karena kemampuan adaptasi rakyatnya yang dahsyat, tapi selalu ada yang nggak pandai bersyukur dan banyak menuntut. Sudah hidup enak, bisa beribadah dengan lancar kok nuntut negara khilafah. Lapo se.

Ada nggak sih ayat, dalil, atau hadits yang mewajibkan sebuah negara harus berbentuk khilafah? Nggak ada! Khilafbahlul Muslimin memang cari masalah.

Kalau ada pertanyaan "Pilih mana Al Qur'an atau Pancasila?" atau "Pilih bela Islam atau bela negara?" Jangan dijawab! Itu pertanyaan jebakan. Pancasila itu intisari yang diambil dari Al Qur'an. Taat pada pemerintahan yang sah itu juga di dalam taat kita pada syariat Islam. Jadi nggak bisa dibentur-benturkan. Hati-hati dengan paham Khilafbahlul yang menyusup di kampus-kampus dengan membawa pertanyaan semacam itu.

Kok malah mbahas khilafah ya...wis suwe gak nulis soal muslim aliran kagetan. Kembali ke Bantar Gebang.

Aslinya nggak ada orang yang ingin hidup di atas tumpukan sampah. Aku dewe yo gak gelem, ojok sampek. Bisa jadi penghuni Bantar Gebang awalnya dulu juga nggak punya pilihan. Saat ada pilihan malah bertahan dan bersyukur dengan apa yang ada. Jadi, mereka nggak hebat. Yang hebat itu keputusannya menerima keadaan.

Wis rek, bersyukur ae lah walaupun ujian hidup itu kadang nggak masuk akal, nanti lama-lama juga akan masuk akal sendiri. Jarno ae, engkok lak bosen dewe ujiane. Mereka yang hidup di tumpukan sampah saja bisa bahagia, kenapa kita yang hidup di tempat serba nyaman kok uring-uringan. Kere manja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun