Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Heidi", Kisah Inspiratif yang Mengajarkan Kemewahan Sejati

3 Mei 2021   14:28 Diperbarui: 3 Mei 2021   15:38 4652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : filmmovementplus.com

Zaman sekarang ini susah mencari film Barat yang bersih dari adegan tidak senonoh. Apa itu french kiss atau adegan  ranjang. Bukannya sok alim, tapi ini bulan puasa Mblo. Ndelok koyok ngono iku langsung kepingin pratikum.

Tapi selalu ada film yang bersih dari adegan pemacu gairah. Salah satunya adalah film Heidi (2015). Film yang bergenre family ini diadopsi dari  novel klasik berjudul sama karya Johanna Spyri, terbit tahun 1881 (zaman sepur lempung). Recomended untuk ditonton bersama keluarga.

Film ini berkisah tentang anak yatim piatu pecinta alam bebas.  Seorang gadis kecil yang lebih bahagia hidup di pelosok pegunungan daripada di rumah mewah tapi penuh dengan aturan kaku layaknya pegawai negeri eh, bangsawan. Semua tersedia tapi terpenjara ya apa asyiknya.

Kisah berawal ketika Heidi dibawa bibinya, Dete, untuk dititipkan ke kakeknya, Alpohi namanya, yang rumahnya di pelosok pegunungan Alpen, mungkin masuk wilayah kecamatan Ndibal. Dete yang sejak kecil merawat Heidi terpaksa melakukan itu karena dapat kerjaan di luar kota. Mungkin jadi pramusaji di warung seafood Lamongan.

---Pemeran Kakek Alpohi adalah Bruno Ganz yang sempat memerankan Hitler di film Downfall atau judul aslinya Der Untergang (2004). Dia sudah almarhum, meninggal 16 Februari 2019---

Kakek Alpohi yang hobi menyendiri itu awalnya menolak keras. Dia ngamuk dan mengusir Heidi yang ditinggal paksa oleh Dete.  Sempat satu malam Heidi tidur di kandang kambing karena si kakek menutup pintu rumahnya. Tapi akhirnya si kakek kasihan juga dan membukakan pintu rumahnya untuk Heidi. Sambil menggerutu dalam hati, "Misuh!".

Heidi sangat bahagia hidup bersama kakeknya walau tidur di kasur beralas jerami. Dibandingkan hidup di rumah Bibi Dete yang melewati hari hanya dengan duduk-duduk di rumah tanpa melakukan apa-apa koyok tonggoku mbiyen sing kenek stroke. Plonga plongo gak iso opo-opo. Kepingin nguyuh tinggal currr.

Di gunung, tiap hari Heidi bermain sambil menggembalakan kambing bersama Peter, panglima penggembala kambing setempat yang jadi sahabatnya. Seorang anak lelaki ndlahom yang hanya tahu soal kambing bin wedus.

Suatu kali saat di kelas, gurunya tanya cita-cita. Satu persatu murid di kelas berdiri mengutarakan cita-citanya. Ada yang ingin jadi petani, pandai besi, penjahit, dan banyak lagi. Ketika giliran Peter, dia menjawab dengan lantang, "Aku ingin jadi pengembala kambing!" Kwakwakwakwak, semua temannya tertawa.

Cita-cita kok angon wedus. Adza adza ajza dwech ach.

Btw, yang casting memang hebat. Quirin Agrippi sangat cocok menggambarkan karakter Peter di film ini yang ndlahom, mbeling dan rakus. Ya Peter itu rakus.  Tiap hari dia makan separuh jatah makan Heidi disamping makan jatahnya sendiri. Bahkan roti jatah neneknya yang giginya ompong pun disikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun