Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekilas tentang Tanto Mendut sang Pendekar Lima Gunung

22 Oktober 2019   10:00 Diperbarui: 22 Oktober 2019   13:29 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar: @Robbi Gandamara

Hanya orang tertentu yang tahu atau mengenal Pak Tanto Mendut. Yang tahu kebanyakan anak Maiyah atau  mereka yang  aktif di ranah budaya dan kesenian rakyat. Beliau ini sangat jarang diberitakan. Gak tahu melbu tivi. Mungkin tidak marketable untuk diberitakan. Nggak mecing men.

Padahal beliau adalah pendiri sekaligus pemimpin Komunitas Lima Gunung yang sering menggelar perhelatan seni-budaya berskala internasional. Gila men. Perhelatannya jarang disiarkan di tivi nasional. Saya sendiri juga kurang tahu. Maaf saya orang baru.

Pembawaannya yang rileks, cengar cengir dan apa adanya membuat orang mengira Tanto Mendut ini orang ndeso yang nggak lulus esde. Tapi ketika beliau mulai bicara, audiensnya terpana plus ngiler dengan celoteh dan gagasannya yang dahsyat sekaligus menghibur. Omongannya ngawur tapi benar. Masuk di akal alias logis.

Model potongane gak update blas. Koyok wak carik di pelosok desa yang tidak tersentuh gadget. Wagu. Tapi kedalaman pikirnya sebanding dengan profesor paling top lulusan Amrik.

Ketajaman dan kejernihan dalam menangkap makna yang tersirat dalam kehidupan sosial budaya patut dijadikan rujukan. Sepertinya beliau sudah qatam bab kesunyian. Hatinya sudah selesai. Sayangnya dia bukan lulusan pesantren. Jadi nggak pinter ndalil. Nggak paham bahasa Arab. Arab Maklum.

Beliau adalah sarjana utama lulusan akademi musik di jalan Suryodiningratan Jogja (sekarang kampus Program Pasca Sarjana ISI Jogja dan beliau juga dosen tamu di kampus tersebut). Pernah menerima penghargaan dari Yayasan Sains Estetika dan Teknologi atas kegigihannya memberdayakan masyarakat melalui kehidupan sosiokultural.

Lahir di Magelang, Jawa Tengah, 5 Februari 1954 dengan nama Sutanto. Nama 'Mendut' di belakang nama Sutanto adalah nama tempat di sekitar Candi Mendut, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Dia memilih nama itu untuk mengekspresikan cara dia berkesenian. Katanya sih.

Beliau seringkali diminta jadi nara sumber di acara Mocopat Syafaat (lingkar maiyah Jogja) mendampingi Cak Nun. Gagasan-gagasannya selalu aneh tapi mencerahkan. Apalagi dibumbui dengan humor-humor segar yang tidak ada duanya. Ngekek sak ngompole. Bagiku Tanto Mendut nggak cuman budayawan, tapi juga seorang master stand up comedy.

Yang kutahu hanya sekali beliau tidak mbanyol. Ketika acara Maiyahan di Ngluwar , Magelang. Ceritanya saat kelompok Kiai Kanjeng main musik, ada seorang penonton yang naik panggung dan berjoget liar. Pakai seragam tentara tapi topinya polisi, (semacam seragam operasi gabungan Polri dan TNI begitulah), berkaca mata hitam dengan helm nyantol di pinggang.

Orang aneh yang ternyata bernama Nuriadi ini memang nyentrik total. Sekilas memang koyok wong gendeng. Panitia sempat akan mengamankan dia dengan mengusirnya dari atas panggung. Tapi Cak Nun mencegahnya.

Ketika ditanya oleh Cak Nun jawabannya sopan, cerdas dan ternyata paham agama (dengan mengutip ayat-ayat Al Qur'an), walau dengan gayanya yang konyol.  Apalagi ternyata dia juga hafal lagu "Syi`ir Tanpo Waton", lagu favoritnya Gus Dur. Dan ketika ditanya pekerjaannya, Nuriadi menjawab, " Apa yang kukerjakan hari itu, itulah pekerjaanku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun