Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Negara Darurat

30 April 2019   09:52 Diperbarui: 30 April 2019   15:21 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi memang alat cuci otak yang paling mujarab adalah agama. Semua kalau dibungkus agama jadi terlihat memikat. Hanya orang lugu yang memilih Capres karena pertimbangannya agama.

Sama lugunya dengan yang memilih Capres karena program BPJS. Kalau orang yang lemah dan sakit-sakitan, bahagia dengan program ini. Yang repot itu yang nggak pernah sakit tapi bayar iuran tiap bulan. Padahal gaji pas-pasan dan harus menanggung biaya iuran dirinya, istrinya dan anaknya yang banyak.

BPJS itu subsidi silang. Sedekah si sehat untuk si sakit. Tapi sedekah nggak bisa dipaksa. Rakyat kecil yang hidupnya serba pas-pasan kok dipaksa sedekah. Program BPJS itu program setengah hati. Kalau memang perduli pada rakyat kecil, gratiskan sekalian. Nggak usah pakai iuran tiap bulan sampai mati (dan nggak bisa dicairkan). Nggolek bati ae.

Negeri ini jauh lebih kaya dari Jerman atau negara yang pelayanan kesehatannya gratis. Jerman itu punya apa (dibandingkan dengan Indonesia) kok bisa begitu makmur. Makanya aneh bin ajaib kalau negeri sempalan surga ini punya masalah kemiskinan. Sing salah rakyate opo pemimpine. Kemiskinannya begitu melegenda.

Tapi asyike, rakyat oke-oke saja dengan keruwetan negerinya. Rakyat Indonesia itu gampang bahagia dan gampang jatuh cinta. Dikasih tol aja sudah bahagia banget, padahal lewat sana harus bayar. Negara yang begitu kaya ini, lewat jalan negerinya sendiri harus bayar.

Wajar saja kalau Cak Nun "out of the box" dari hiruk pikuk perpolitikan di Indonesia. Lha wong negoro isine nggolek bati ae. Negara dibangun dengan cara-cara yang syubhat (nggak jelas halal haramnya).

Tapi ojok Golput. Ojok niru Cak Nun. Semua ini darurat. Mungkin Tuhan nggak marah. Yo mungkin rodok bingung.

Sekarang ini yang haram saja sulit dicari, apalagi yang halal. Kalau terpaksa makan barang haram yo wis lah, gak popo. Lha wong darurat.

Bagus kalau kamu sudah bebas dari bank (yang menurutmu riba) dan nabung pakai celengan Bagong. Tapi juga nggak usah  koar-koar bank itu riba. Nyatanya kamu gajian juga masih lewat bank konvensional. Bank syariah juga sama saja. Syariah opo, syariah rentenir.

Ono wong sing nggaya resign dari tempat kerjanya di bank. Tapi konyolnya hasil kerjanya selama di bank didekap terus. Kalau menurutmu kerja di bank itu haram, ya sudah hibahkan mobilmu, rumahmu, atau semua yang didapat dari kerjamu di bank.

Tapi memang kalau ingin punya hati yang jernih, harus diperhatikan betul halal haramnya sesuatu. Karena kejernihan hati itu tercipta karena mengkonsumsi makanan atau apa pun yang halal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun