Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humor

Capres Ndasmu

12 April 2019   17:23 Diperbarui: 12 April 2019   17:29 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SUmber: www.quickmeme.com 




Jadi petinggi dan atau priyayi itu berat. Imej harus benar-benar dijaga. Harus ekstra hati-hati dalam ucapan dan tindakan. Wajah harus disetting sedemikian rupa agar terlihat berwibawa. Kadang malah ada yang jarang tersenyum. Kalau terpaksa tersenyum pun harus diatur sedemikian rupa juga. 
Orang-orang seperti mereka itu nggak bisa tertawa sampai ngakak di depan anak buah. Saat ada acara pesta atau makan bersama pun makannya dikit. Dan banyak lagi "pantangan" yang harus dilakukan kalau ingin terus tetap berwibawa. Cwape dwech.
Semua orang itu memang harus jaga ucapan dan tindakan kalau mau diajeni. Tapi tentu saja rakyat jelata kayak kita-kita ini nggak sekaku mereka. Kita lebih bisa ngakak gulung-gulung, bisa nongkrong dengan kaki njigang dimanapun  tanpa perduli imej akan jatuh atau tidak.
Karena terbiasa berwajah serius dan selalu jaga imej, maka akan sangat terlihat wagu kalau menggunakan (mengatakan) kata-kata jorok  di depan publik. Apalagi kalau nggak pinter guyon, juga nggak pinter memilih dan menyusun kata.  Lebih baik hindari kata-kata yang disepakati masyarakat sebagai  kata jorok, umpatan dan sejenisnya. 
Bilang "ndasmu" saja bisa jadi masalah. Apalagi yang mengucapkan seseorang yang digadang-gadang jadi presiden oleh banyak orang. Videonya diframing, dishare dan dikonsumsi oleh pendukung rivalnya. Mereka yang sama sekali nggak paham nuansa, sikon, pada siapa, acara apa saat kata diucapkan. 
Pokoknya repot punya wajah parlemen, wajah serius, mereka-mereka yang hari-harinya penuh dengan kekakuan, formal. Nggak pantes dan wagu kalau bilang "jancuk", "ndasmu", "bajingan", apalagi "asu". Maksude guyon tapi malah diamuk wong akeh. 
Beda dengan Cak Nun dan atau Sujiwo Tejo. Saat ceramah di pengajian atau  acara tertentu, bilang "jancuk" malah jadi sesuatu yang menggembirakan. Audience-nya malah bahagia.  
Ingat, kata-kata umpatan gagal disebut umpatan kalau membahagiakan semuanya, nggak ada yang sakit hati. Bahagia kok nggak boleh. Membahagiakan orang itu dapat pahala Ndes.
Orang seperti Cak Nun ini wajahnya teduh, beda dengan mereka-mereka yang berwajah parlemen. Karena Cak Nun pandai menempatkan kata. Dimana, bagaimana, dan untuk siapa kata diucapkan. Kata "jancuk", "asu", atau "ndasmu" disulap jadi alat kemesraan dengan jamaahnya. 
Aku ingat dulu saat Cak Nun cerita soal Ayatollah Khomeini yang ceramah di depan para wanita tidak berani menatap wajah mereka. Karena cewek Iran itu banyak yang biutipul men. 
"Nek aku wani rek nyawang raine, " Kata Cak Nun, " Tapi nang njeruh atiku ngomong.....," Jancuk (ayune)", " lanjutnya.
Cak Nun jujur pada dirinya, bahwa tiap lelaki pasti menyukai wanita cantik (kecuali hombreng). Ulama besar mana pun pasti kagum lihat cewek cantik ---Semakin tinggi tingkat spiritualitas seseorang, semakin memahami betapa cantiknya wanita---. Tapi kekaguman itu dikalahkan oleh gengsinya pada Allah, dikalahkan oleh rasa malunya di hadapan Allah. 
Begitulah Cak Nun. Yang nggak asyik itu mereka yang memframing video Cak Nun saat ceramah. Diambil cuman sepotong. Yang nggak paham dan kenal lama karakter atau style Cak Nun pasti mensesat-sesatkan. "Ya'opo se. Pengajian kok misuh-misuh. Sesat! Jahanam!"
Lha wong Cak Nun saat menggunakan kata-kata tadi tidak sedang misuh atau mengatai orang. Misuh nggak masalah, sing penting ora misuhi. Kita bukan anak kecil yang masih dalam taraf berjuang. Kita sudah dewasa, sudah pasca dari doktrin mbah kakung : jangan bilang "asu", itu saru. Semua kata bisa baik kalau digunakan di saat yang tepat. 
Zaman 80an dulu ada es merknya Jolly. Terus karo arek-arek digawe guyon, jarene Jolly iku singkatan ---> Ijol Pelly (tukar penis). Ngakak Ndes. Guyonan yang cukup menggembirakan. Soal itu saru atau tidak, semua tergantung pada niat dan konsep di hati serta ndasmu.
-Robbi Gandamana-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun