Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Bomb City", Ketika Manusia Dihukum karena Penampilannya

26 Februari 2018   16:05 Diperbarui: 27 Februari 2018   12:27 13929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bomb City", salah satu film keren di antara film-film superhero menyebalkan di sepanjang tahun 2017. Film berdasar kisah nyata yang berkisah tentang pembunuhan Brian Deneke, seorang Punker, dalam sebuah tawuran antara anak Punk dan kelompok anak kelas menengah yang bernama "The Preps".

Pembunuhan itu menyeret anak orang terkaya di Amarillo, Texas, yang bernama Cody Cates (nama samaran, aslinya bernama Dustin Camp). Cody Cates bukannya masuk penjara, ia di vonis masa percobaan dan diizinkan bebas. Iya, bebas merdeka Ndes. Subhanalloh.

Di persidangan, pengacara Cody Cates menyoroti aksesoris punk milik Brian Deneke (jaket kulit bertuliskan"Destroy Everything", seutas rantai, dan sepatu boot khas militer), sebagai ancaman bagi masyarakat. Menurutnya itu semua adalah alat untuk mengintimidasi. Pengacara Cody pun berhasil mempengaruhi juri, sehingga Cody Cates terbebas dari segala dakwaan.

Padahal semua aksesoris, tulisan pada kostum anak Punk itu cuman refleksi jiwa khas anak punk yang berjiwa bebas dan pemberontak. Jika saya pakai jaket bertuliskan "Kill 'Em All", apakah itu bisa jadi kesimpulan bahwa saya akan membunuh semua orang yang akan saya temui? Enggak khan.

Kisah film ini menarik karena terjadi di Amrik yang katanya sangat menghormati privasi itu. Tapi wajar bila cerita itu terjadi di sini. Ingat kejadian di wilayah Indonesia barat dulu, ada sekelompok anak Punk yang ditangkap, dicukur rambutnya, dan dipaksa berpakaian seperti pakaian orang pada umumnya. Itu aneh, harusnya orang dihukum karena perbuatannya bukan karena penampilannya.

Overall, film ini okelah. Mungkin juga karena related denganku yang juga pernah urakan di masa muda dulu (sekarang sudah sopan).

Film ini diawali narasi oleh Marilyn Manson :

"Weneske wenesko hewes hewes bla bla bla....Saat ini, semua orang ingin menyalahkan musik, menyalahkan film-film. Tapi kau tahu, kita lupa jika kita punya orang mati yang tergantung di kayu di ruang tamu. Dan itu sesuatu yang kita sembah seumur hidup kita. Jika kau berpikir salib sebagai barang dagangan massal dalam sejarah dunia, aku selalu merasa itu cukup menarik. Bla bla bla...

Menurutku apa yang mulai membuat orang bingung saat ini adalah mereka anak yang masih remaja. Kenapa mereka marah? Mereka anak kulit putih kelas menengah yang manja. Itu permasalahan sebenarnya.

Ataukah karena mereka tahu Amerika adalah kebohongan? Ataukah karena mereka ingin merasa tak pernah cukup baik, kau tahu? "Kau tak pernah cukup baik untuk beasiswa," "Untuk mobil, untuk wanita." "Tak pernah cukup baik untuk terkenal selama 15 menit."

Lalu, apa kita terkejut kenapa mereka marah atau kenapa mereka berakhir mati, kau tahu? Kenapa harus kekerasan? Karena, kau tahu, itu perbuatanmu, Amerika. Apa yang kau harapkan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun