Subuh-subuh, engku datang membawa kata. Kata-kata dipanggul oleh engku sendiri. Menuju lapak kecil disudut pasar yang luas. Engku gelar beragam kalimat di atas kertas lusuh.Â
Ada aneka jenis pernyataan yang engku jabarkan. Ada juga aneka majas, dari personafikasi sampai hiperbola. Kadang, kalimat itu sangat banyak, hingga engku membikinnya sampai berpuluh-puluh paragraf. Kadang pula, hanya satu kata aamiin yang engku jual.
Sayang seribu sayang, tak ada satupun pembeli yang tertarik dengan dagangan engku. Tak ada kecuali aku. Yang lebih bersenang hati, mendengar suara engku membaca kata-kata itu dalam beragam cara. Tentu saja aku tak membayar itu. Karena semua kata adalah percuma.
Esok besok, aku tak pernah melihat engku lagi di pasar. Mungkin karena saudagar kata adalah saudagar yang tak pernah jadi kaya.