Mohon tunggu...
Prasetya Marisa
Prasetya Marisa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pekerja , Pembelajar, dan Penulis Buku Diari.

Mencintai apa yang bisa dicintai. Hidup untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak memiliki apapun termasuk diri sendiri. Mengejar kesempurnaan walau tak pernah sempurna. Selalu ada cela. Noda.

Selanjutnya

Tutup

Money

Etika Bisnis dalam Perbankan

11 April 2019   20:47 Diperbarui: 11 April 2019   21:00 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Persaingan kerap melahirkan pelanggaran etika bisnis. Padahal, etika bisnis harus menjadi way of life, bukan sekadar way of thinking. Bank yang peduli terhadap lingkungan pasti memberikan value yang lebih positif dibandingkan dengan yang tidak peduli.

Sebuah bisnis apabila dijalankan dengan etika bisnis yang baik akan memberikan kebaikan kepada pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya. Begitu kata Thales, seorang filsuf pertama dalam sejarah intelektual Barat yang hidup pada abad 620 SM-540 SM.

Bukan rahasia lagi bahwa integritas dan kejujuran akan membuahkan sebuah kepercayaan. Dengan kepercayaan bisnis bisa berjalan secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Namun, dalam praktiknya, masalah kepercayaan bagaikan dua sisi mata uang yang berkaitan dengan sebuah pilihan antara mempraktikkannya atau sebaliknya. Dari sudut pandang lain sering makna kepercayaan diartikan sebagai upaya menjaga kerahasiaan.

Dalam konteks menjaga kepercayaan ada kalanya diterjemahkan secara negatif, misalnya ketika mendapatkan sesuatu karena memberikan bisnis justru  dikategorikan sebagaikepercayaan. Kadang menjadi diabaikan, sekalipun praktik tersebut berseberangan dengan etika termasuk di dalamnya kejujuran dan integritas. Hal tersebut terjadi karena adanya pembenaran yang sejatinya tidak benar. Dalam praktis bisnis berlaku jargon bahwa kalau kita tidak mengikuti "permainan bisnis" yang berlaku, maka sangat kecil untuk mendapatkan bisnis. Sekadar ilustrasi, sering dijumpai bahwa dalam "permainan" bisnis sulit diartikan secara benar makna beterima kasih. Bermula dari sekadar memberikan cendera mata sampai akhirnya bicara soal berapa besar bagian saya kalau bisnis itu didapatkan. Ironisnya banyak kasus yang paling besar "memberikan" adalah yang mendapatkan bisnis.

Fenomena itu akhirnya dianggap lazim sehingga jarang sekali dikatakan bahwa hal tersebut termasuk melanggar etika bisnis. Sepanjang tidak ketahuan dan diproses secara hukum, maka proyek tahu sama tahu jarang dikaitkan dengan pelanggaran etika bisnis. Hal lain yang juga lazim terjadi dalam bisnis adalah perlunya banyak teman untuk memudahkan pendekatan melalui hubungan informal, yaitu melalui lobi. Lobi tidak haram dan dilarang karena itu merupakan bagian dari implementasi strategi  pemasaran. Karena kemasannya adalah pemasaran, aktivitas lobi menjadi sebuah "profesi" yang tentunya memerlukan imbalan.

Dengan alasan seperti itu, maka biaya lobi dan/atau tanda terima kasih dalam bentuk apa pun menjadi legal dan sah, baik secara akuntansi maupun secara prosedur. Tidak ada yang dilanggar karena memang dianggarkan. Tidak ada yang salah karena secara peraturan keberadaan biaya pemasaran diakui secara formal. Dengan memerhatikan praktik yang terjadi dalam bisnis keseharian, maka pertanyaan yang menggelitik bukan bagaimana etika bisnis dipahami dan dipraktikkan, melainkan lebih pada dalam konteks apa etika bisnis akan memperoleh tempat yang terhormat sehingga mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.

Dalam bentuk pertanyaan lain, persyaratan apa saja yang diperlukan agar etika bisnis selalu dapat dilaksanakan secara konsisten dengan komitmen yang tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun