Mohon tunggu...
Randy Mahendra
Randy Mahendra Mohon Tunggu... Penulis - Warga Biasa

Warga Biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Gila

27 Desember 2020   19:34 Diperbarui: 27 Desember 2020   19:36 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh karena itu banyak yang menjauhi si gondrong, banyak teman laki-laki di kelas kami yang menjahui si gondrong, karena mereka tahu belaka bahwa si gondrong suka memikat perempuan dengan perkataannya yang indah-indah.

Sehingga banyak laki-laki di kelas kami merasa tak berdaya di hadapan perempuan selama ada si gondrong.

Meskipun demikian, si gondrong jarang sekali menampakan diri di dalam kelas, dia lebih sering tidak masuk kelas. Si gondrong banyak menghabiskan waktunya untuk mengurus organisasi.

Karena dengan kemampuan ajaibnya itu, dia dengan mudah mendekati mahasiswa-mahasiswa senior yang sudah lebih dulu menjadi aktivis mahasiswa. Dan karena kemampuan ajaibnya itu, tiap kali organisasi mahasiswa mengadakan demonstrasi, si gondrong selalu ditunjuk untuk menjadi orator. Sehingga semakin banyak perempuan yang terpikat dengan pesona si gondrong.

Suatu hari, aku berkunjung ke kos si gondrong. Waktu itu dalam rangka mengembalikan buku. Buku yang aku pinjam darinya. Dibandingkan dengan teman sekelas lainnya, koleksi bukunya memang lebih banyak.

Ketika berkunjung ke kosnya, aku melihat di dalam kamarnya ada seorang perempuan. Entah disengaja atau tidak, dia membiarkan pintunya tetap terbuka, sehingga dari ruang tamu aku bisa melihat di dalam kamarnya ada seorang perempuan.

Aku tak terlalu menghiraukannya,  sebab wajar jika si gondrong menganut liberal, sebagaimana rambutnya yang gimbal mengesankan begitu. Selain kebengalannya, aku juga sering melihat dia suntuk membaca buku-buku tebal yang dia tumpuk di dalam kamarnya. Yang membikin kamarnya menyerupai gudang.

Si gondrong juga bersikap sangat ramah, itu ditujunkan ketika bertamu ke kosnya, dia selalu menyuguhkan mie godok, bahkan menyuruhku membikin kopi sendiri.

"Manusia tanpa empati kepada yang lain hanya menjadi sebongkah mesin organis," katanya suatu kali, "atau binatang yang menyerupai manusia."

Semakin lama bergaul dengannya, aku semakin tahu bahwa si gondrong adalah seorang yang mandiri. Jarang sekali dia pulang ke rumah, dan dia bisa berbulan-bulan, bahkan sampai setahun tinggal di kota P, tempat kami kuliah.

Selain pandangannya yang liberal, dia juga mempunyai empati yang tinggi terhadap teman-temannya, dan terhadap orang lain, meski teman-teman lelaki di kelas sering menuduh; keramahannya cuma dalih untuk cari muka saja. Tapi apa pun alasannya, aku banyak belajar dari dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun