Mohon tunggu...
Raden Mahdum
Raden Mahdum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Kehadiran Mahasiswa dalam setiap polemik bangsa adalah kemajuan Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Apakah Perkara Wanprestasi? Atau Penipuan?

25 Maret 2021   13:54 Diperbarui: 25 Maret 2021   23:02 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya, suatu perkara wanprestasi dengan penipuan mengandung 2 variable, yaitu penafsiran hakim, dan perbedaan antara perkara wanprestasi dan penipuan. Penafsiran hakim disini dimaksudkan bukan penafsiran hukum sebagaimana dimaksudkan penafsiran hukum yang harus dilakukan oleh hakim untuk memberikan landasan dan argumentasi yuridis dalam pertimbangan hukumnya. 

Dan juga bukan penafsiran hukum yang dilakukan hakim untuk memberikan penjelasan tentang segala sesuatu teks Undang-undang yang kurang jelas atau adanya peristiwa hukum atau perbuatan hukum yang masih ambiguitas.

Penafsiran hakim yang dimaksudkan adalah logika hukum dan penalaran hakim dalam menyimpulkan menggunakan silogisme suatu perkara. Dengan suatu proses berpikir induktif ataupun deduktif, sehingga menyimpulkan dalam pertimbanganya yang ditegaskan dalam setiap amar putusan. Bahwa perkara yang diajukan merupakan perkara perdata wanprestasi atau perkara pidana penipuan. 

Dengan memberikan argumentasi yang yuridis, maka dalam suatu pertimbangan hukum putusan akan nampak atau merefleksikan alur pikir dan kontruksi berpikir yang dibangun oleh hakim. Suatu putusan yang didasarkan pada hukum logika dan menerapkan penalaran hukum yang jelas akan menghasilkan putusan yang dapat diterima oleh para pencari keadilan. 

Tetapi dalam prakteknya, sering ditemukan bahwa masyarakat pencari keadilan tidak mengerti logika berpikirnya hakim dan nalar atau pola pikir yang dibangun oleh hakim. Hal itu disebabkan karena, para pencari keadilan melihat suatu pola pikir atau logika berpikir hakim terlalu abstrak dan tidak bisa dimengerti. Tetapi itulah hukum. Semakin seseorang berilmu hukum, logika hukum yang dibangun, tidak mudah begitu saja untuk diterima masyarakat.

Dalam kenyataanya, menerima ataupun menolak suatu putusan hakim, lebih dikarenakan masyarakat pencari keadilan tidak mengerti pertimbangan hukum dalam suatu putusan. Melainkan masyarakat pencari keadilan, lebih menafsirkan keadilan dengan untung dan ruginya, sebagaimana yang telah disebutkan dalam amar putusan.

 Oleh sebab itu, masyarakat memang dalam dewasa ini, lebih melihat unsur keadilan, dari pada untung dan ruginya. Karena secara yuridis, dalam setiap putusan, tidak selalu tersirat antara untung dan rugi. Bisa kedua belah pihak sama-sama rugi, ataupun keduanya sama-sama untung. Dan secara yuridis, itu hal yang dibenarkan secara hukum.

Perkara wanprestasi dan penipuan adalah suatu hal yang berulang kali terjadi. Seseorang yang dipidana karena melakukan tindak pidana atau perbuatan pidana penipuan, bisa saja dalam faktanya sama sekali tidak melakukan suatu tindak penipuan, dan hanya wanprestasi. 

Begitupun wanprestasi, secara dassein, seseorang dalam melakukan suatu perikatan atau perjanjian perdata, memang memiliki niat jahat untuk menipu. Jika ada kedua belah pihak yang melakukan perjanjian perdata, lalu diantara dua belah pihak itu melakukan wanprestasi, lalu di tuntut pidana penipuan, berarti pihak yang dirugikan telah terbawa amarah, sehingga kebijaksanaaan dalam berpikir hilang begitu saja.

Apabila yang melimpahkan berkas adalah penuntut umum ke pengadilan negeri, maka dipastikan merupakan perkara pidana. Apabila yang melimpahkan atau mengajukan adalah principal atau kuasanya ke pengadilan negeri, maka dipastikan sebagai perkara perdata. Oleh sebab itu, secara materil untuk membedakan wanprestasi dengan penipuan tidaklah mudah. Dengan yang tadi telah disebutkan, dapat terjadi suatu perkara perdata yang dikemas dan diajukan pidana oleh penuntut umum sebagai perkara penipuan (Kriminalisasi). 

Juga dapat terjadi sebenarnya perkara pidana penipuan, tetapi diajukan gugatan wanprestasi karena beberapa pertimbangan tertentu atau subjektif. Bagi hakim tidaklah semudah itu untuk membedakan hanya dari sudut formalitas dan logika yang dibangun oleh para pihak atau kuasanya. Terlepas formalitas pihak yang mengajukan gugatan dan pihak yang melimpahkan perkara gugatan sudah diketahui, hakim tidak boleh berpendapat atau menyimpulkan dan bahkan memutus begitu saja tanpa alasan hukum atau argumentasi hukum yang rasional.

Hakim harus selalu memeriksa, mempertimbangkan secara objektif dan menerapkan prinsip kehati-hatian, serta memutuskan dengan mendasarkan prinsip kebenaran dan keadilan. Jika di dalam mengadili perkara pidana, Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah, dari pada menghukum satu  orang yang tidak bersalah. Itulah asas in dubio pro reo. dan juga In criminalibus, probationes bedent esse luce clariores. Bukti-bukti harus lebih terang dari pada cahaya. Atau bukti yang diperlihatkan atau ditunjukan dalam pengadilan harus jelas.

Oleh sebab itu, kualitas pembuktian itulah yang mendasari, bahwa hakim dapat menfasirkan apakah suatu perkara perdata atau pidana. Dalam hal hukum acara, terdapat eksepsi menyangkut materi pokok perkara bahwa tindak pidana yang diajukan merupakan perbuatan hukum perdata, maka hakim tidak akan menjatuhkan putusan sela yang sekaligus sebagai putusan akhir. 

Hakim harus menunggu sampai proses pembuktian sampai tuntas. Jika ternyata perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, bahwa perbuatanya merupakan perbuatan hukum perdata, maka hakim akan menjatuhkan putusan yang menyatakan terdakwa dilepaskan dari tuntutan. Oleh sebab itu dalam hal ini, benar-benar yang diperhatikan adalah kualitas dalam pembuktian. 

Sebenarnya pebedaan yang mendasar antara perkara gugatan wanprestasi adalah terletak pada Good will atau berdasarkan itikad baik. Dan itikad baik tersebut tertuang dalam perjanjian yang saling menguntungkan. Dan memang sedari awal tercermin motivasi para pihak untuk bekerja sama. 

Sedangkan dalam tindak pidana penipuan, memang sejak awal sudah dilandasi oleh niat jahat atau memang berniat melakukan kejahatan. Dalam memperoleh keuntungan dilakukan dengan cara melakukan tipu daya, seolah-olah benar atau secara melawan hukum, sehingga orang lain menderita kerugian materil maupun immateri. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 378 KUHP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun