Pada masa ini, aturan yang dipakai masih memakai aturan pada masa orde lama karena pemerintah menganggap aturan tersebut masih cocok dan digunakan sebagai alat propaganda politik. Salah satu propaganda politik yang sangat jelas ditunjukkan adalah film G30S/PKI yang selalu ditayangkan setiap tahunnya di TVRI. Film tersebut mengandung pesan propaganda di mana bangsa Indonesia harus tetap waspada terhadap PKI dan Soeharto.Â
Landasan kebijakan film pada masa ini mengarah ke propaganda dan keuntungan finansial. Lalu, BSF juga menyusun pedoman-pedoman pada tahun 1980 dan juga Kode Etik Produksi Film Nasional pada tahun 1981 yang menginstruksikan bahwa sebuah film tidak boleh beredar jika berpotensi merusak kerukunan agama di Indonesia, membahayakan pembangunan kesadaran nasional, dan mengeksploitasi sentimen kesukuan, agama, keturunan atau memancing ketegangan.
Reformasi - sekarang
Pada masa ini, film sudah tidak digunakan sebagai alat propaganda karena pemerintah memberhentikan tayangan film yang mengandung pesan propaganda seperti G30S/PKI. Undang-Undang Perfilman di Indonesia melakukan revisi pada tahun 2009. Undang-Undang yang direvisi adalah UU No. 8 Tahun 1992 yang menjadi UU No. 33 Tahun 2009 yang isinya ditambahkan fungsi lain dari film yaitu: (1) Budaya; (2) Pendidikan; (3) Hiburan; (4) Informasi; (5) Pendorong karya kreatif; dan (6) Ekonomi. Pada Undang-Undang ini, film dilarang untuk menampilkan kekerasan, judi, narkotika, pornografi, provokasi SARA, pelecehan agama, tindakan melawan hukum, dan perendahan martabat manusia.
Daftar Pustaka
Ardiyanti, H. (2020). Perfilman Indonesia: Perkembangan dan kebijakan, sebuah telaah dari perspektif industri budaya. Kajian, 22(2), 163-179. DOI: 10.22212/kajian.v22i2.1521
Armando, Ade. (2014). Kegagalan Televisi Berjaringan dan Dampaknya pada Demokrasi di Indonesia. Jurnal Komunikasi Indonesia. 03(1). ISSN 2301-9816.
Kementerian Komunikasi dan Informasi RI. (2014). Siaran pers tentang peraturan menteri mengenai TV digital. kominfo.go.id.