Mohon tunggu...
rkholil
rkholil Mohon Tunggu... -

~

Selanjutnya

Tutup

Politik

BEM UI: Mengapa Harus Menolak Kenaikan Harga BBM?

29 Maret 2012   11:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:18 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“Mengapa Harus Menolak Rencana Pemerintah Menaikkan Harga BBM per 1 April 2012?”

Pernyataan Sikap

BEM UNIVERSITAS INDONESIA

1.Sebagai anchor price, kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang dan jasa (inflasi) lain terutama pangan,  dan yang paling menerima imbasnya adalah rakyat miskin yang akan terancam daya beli dan kebutuhan dasarnya (pendidikan, kesehatan, pangan, dll.).

2.Kurva permintaan BBM adalah inelastis sehingga melonjaknya harga BBM tidak signifikan mengurangi konsumsi BBM, justru rakyat akan semakin terbebani karena tetap harus membeli BBM untuk keperluan sehari-hari sehingga mengorbankkan kebutuhan dasarnya yang lain.

3.Sebelum tersedianya jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, pangan, dll) yang layak dan energi alternatif sebagai subsitusi BBM secara luas (konversi energi ke gas yang telah dicanangkan sejak tahun 1981, hingga kini belum jauh beranjak dari tataran wacana: baru tersedia 14 SPBG se-Indonesia dan harga converter kit Rp 12 juta tidak terjangkau), mempertahankan harga BBM saat ini adalah kewajiban pemerintah guna menjamin stabilnya daya beli rakyat terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar.

4.BLT ataupun BLSM adalah paket kebijakan yang keliru, terbukti gagal, dan tidak bisa diterima (masyarakat Papua menolak BLSM, lurah di daerah menolak BLSM karena tidak ingin menjadi kambing hitam dari ketidakmerataan pembagian, mendidik budaya mengemis dan konsumtif, tidak dialokasikan dengan layak oleh penerima misalnya justru untuk mengganti rokok, dll.), baik sebagai solusi atas kenaikan harga ataupun peredam shock sementara. BLSM sangat rentan dipolitisasi dan menjadi lahan korupsi. Keberhasilan kebijakan transfer payment di Amerika Serikat tidak serta merta menjadikan BLSM layak diterapkan di Indonesia karena perbedaan kondisi sosiologis dan geografis yang sangat timpang.

5.Alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM tidak bisa diterima:

a.Mengemukakan alasan menaikkan harga BBM karena melonjaknya harga minyak internasional adalah inkonstitusional karena MK telah membatalkan pasal 28 ayat 2 UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak dan Gas Bumi yang berisi tentang pelepasan harga minyak dan gas bumi mengikuti harga pasar.

b.Mengemukakan alasan menaikkan harga BBM karena APBN yang ‘tercekik’ karena beban subsidi adalah keliru karena:

i.Pemerintah tidak pernah secara transparan menyatakan seberapa parahnya kondisi APBN sehingga terpaksa mengambil kebijakan yang kontroversial dan memancing munculnya disfungsi sosial seperti kenaikan harga BBM.

ii.APBN terbebani bukan karena subsidi melainkan oleh korupsi, kebocoran anggaran, dan biaya birokrasi yang tidak rasional.

iii.Kajian dari ICW (Indonesian Corruption Watch) menunjukkan indikasi mark up dalam perhitungan besaran subsidi BBM dan LPG versi pemerintah sebesar 30 Triliun jika harga BBM tetap dan 43 Triliun jika harga BBM naik. Diduga, selisih puluhan Triliun ini menjadi semacam ATM Politik baik untuk pemilu 2014 maupun kepentingan berbagai pihak saat ini seperti partai politik dan pengusaha. Sehingga, menurut ICW harga BBM 2012 tidak perlu naik, APBN tidak bleeding, dan tidak perlu ada penambahan defisit anggaran di APBN untuk menutupi beban subsidi.

6.Permasalahan harga BBM ini adalah puncak gunung es dari permasalahan regulasi Migas di Indonesia sejak era reformasi, sejak dirancangnya UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak dan Gas Bumi menggantikan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, yang menjustifikasi lepasnya penguasaan negara atas sektor migas. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

7.Rencana kebijakan pengurangan subsidi BBM bukan berdasar strategi industri nasional melainkan kepentingan pihak asing, tercermin dari permasalahan regulasi Migas di atas yang juga merupakan turunan dari Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000), yang di antaranya berisi: “menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional”, dimana arah kebijakan ini bertentangan dengan falsafah pengelolaan Migas nasional, tercermin dari Pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

Solusi-Solusi Alternatif

1.Jangka pendek untuk menutupi beban subsidi:

a.Realokasi anggaran dari pos belanja birokrasi (gaji birokrat, biaya protokoler, dll.) di APBN yang sangat membengkak (meningkat 600% dari 2005 ke 2012).

b.Peningkatan pajak mobil mewah untuk menanggapi subsidi BBM yang salah sasaran.

2.Jangka menengah untuk kesehatan APBN:

a.Peningkatan penerimaan Negara dari sektor pajak. Tax ratio Indonesia terhadap PDB, sebagai negara berkembang, terhitung kecil (12,3%). Jika Indonesia dapat meningkatkan tax ratio-­nya sebesar 3% saja, mendekati standar tax ratio negara-negara berkembang secara umum (15%-17%), negara mendapat tambahan dana sekitar Rp240 Triliun.

b.Pengurangan kebocoran anggaran secara signifikan. Indikasi kebocoran anggaran di APBN 2012 sebesar 30%. Jika ingin menyehatkan APBN, disiplin anggaran lah yang harus ditegakkan, bukan pengurangan subsidi BBM yang pada akhirnya mengorbankan rakyat.

Tuntutan BEM UI:

1.Batalkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM per 1 April karena:

a.Tidak memiliki alasan yang rasional dan bukan berdasar strategi industri nasional,

b.Berdampak sistemik bagi kesejahteraan sosial,

c.Terindikasi mark up, dan

d.Meneruskan skenario liberalisasi sektor migas sejak UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak dan Gas Bumi.

2.Perbaiki regulasi tentang pengelolaan migas, segera revisi UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak dan Gas Bumi dan regulasi lainnya terkait pengelolaan migas yang:

a.berskenario liberalisasi,

b.mengancam kedaulatan energi nasional, dan

c.bertentangan secara filosofis dan yuridis dengan pasal 33 UUD 1945.

3.Prioritaskan diversifikasi energi dari BBM ke gas dan ke energi alternatif lainnya mengingat cadangan gas nasional yang besar (mencapai jangka waktu 90 tahun menurut LIPI), dan BBM sebagai energi tak terbarukan.

4.Segerakan pengadaan jejaring pengaman sosial demi pemenuhan tanggung jawab negara terhadap hak-hak EKOSOB (Ekonomi, Sosial, dan Budaya) warga negara yang telah diratifikasi covenant-nya menjadi UU No. 11 tahun 2005 dan implementasi Pasal 34 UUD 1945.

5.Secara garis besar, tegakkan pasal 33 dan 34 UUD 1945 sebagai amanat konstitusi dalam penyelenggaraan negara demi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat.

-Melalui pernyataan sikap ini, BEM UI dengan tegas menolak rencana pemerintah  menaikkan harga BBM per 1 April 2012.

-BEM UI menegaskan pula bahwa persoalan ini bukan sekadar tentang dampak-dampak yang bisa terjadi karena kenaikan harga, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Melainkan, ini adalah puncak gunung es dari permasalahan pengelolaan Migas nasional yang harus segera dibenahi.

-BEM UI juga akan terus mendorong pemerintah membenahi pengelolaan sektor Migas nasional sesuai dengan tuntutan-tuntutan di atas karena posisinya yang strategis terhadap keberlangsungan hidup rakyat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun