Jibril mengantar rizki,Â
kadang berupa kenyang untuk si lapar,Â
kadang hanya sekedar dua ribu rupiah yang dilempar pejalan kaki kepada pengemis di pinggir teras masjid.Â
Hari rabu itu, sasaran Jibril adalah Mahesa, anak muda pencinta kucing, Mahesa menyayanginya bagai kucing adalah teman hidupnya, dia lebih mengutamakan perut mereka daripada perutnya sendiri, Mahesa juga menyayangi air minum bekas gurunya, memang aneh kepercayaan bocah beralis tebal itu.Â
"Hei, Bril. Nanti rabu jam tiga sore jadwalmu itu ngirim paket untuk customer atas nama Mahesa bin Yadi, Ingat ya!" Sahut sang waktu kepada Jibril.Â
"Ok, Wak. Tapi bagaimana kalau si Mahesa bin Yadi itu tidur?" Timpal JibrilÂ
"Ya mungkin Lauh Mahfuz maunya gitu, Bril"Â
"Memang opo to isi rizki ne?" Lanjut Jibril sebari menengok ke arah rizki.Â
"Tadi ku intip sih hanya obat diare karena Mahesa sedari hari minggu lalu mencret-mencret. Kasian, Bril!"Â
Mendengarnya, Jibril pun mengangguk.Â
"Bril, wis jam dua iki, siap-siap gih"Â
"Ok"Â
Bergulir waktu, Jibril berangkat dinas pukul dua, dan sudah datang ke tempat Mahesa. Terlihat Mahesa tertidur pulas karena lelah bolak-balik kamar mandi. Jibril menunggu sampai jam tiga sesuai jam kerja, namun Mahesa tak kunjung melotot.
Jibril pergi.