Mohon tunggu...
Rizka Khairunnisa
Rizka Khairunnisa Mohon Tunggu... -

Serial "POTONGAN" terbit setiap pekan. Bisa dibaca juga di http://rizukanisa.tumblr.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Potongan #1 - Enggan

28 Juni 2016   12:43 Diperbarui: 15 Juli 2016   08:59 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hei Milky!” Si Kumis berteriak dari depan komputernya. Milky adalah sebutan untuk Mila dari dirinya. Sebenarnya itu adalah ejekan, karena kulit Mila tidak seputih susu. Lebih mirip susu basi. “Bagaimana kalau kau belikan kami waffle yang sama seperti Profesor? Kami lapar.”

“Belum buka,” jawab Mila malas. Dia berjalan menuju mejanya di sebelah Si Kumis. Meletakkan serim kertas di mejanya dan menghempaskan badannya di kursi. Si Kumis menggeser kursinya ke arah Mila.

“Kalau sudah buka, kau mau belikan?” Mila menolehkan kepalanya perlahan dan mendelik ke arahnya. Si Kumis buru-buru menggeser kursinya kembali. 

Laki-laki di sebelah kiri Mila itu, jika tidak ada kumis lele di bawah hidungnya, dia bisa dibilang tampan. Tapi dia terlalu konyol karena meniru kumis para aktor usia 30-an yang sedang digandrungi gadis-gadis usia 20-an saat ini. Hanya Si Kumis yang masih suka mengajak bicara Mila walaupun sering tidak direspon. Tipe orang yang terlalu ingin tahu dan mengganggu.

Firasat Mila sedikit tidak enak. Sekarang dia gantian mendelik ke arah kanan. “Kenapa?”

Sekarang laki-laki di sebelah kanannya terlihat sedikit gugup, ketahuan memandang Mila lama-lama. “Tidak, aku hanya...” Dia bangkit berdiri. Tingginya lebih dari 180 cm, makanya Mila menyebut dia Si Tinggi.

“Apa?”

“Aku mau memfotokopi ini.” Dia mengacungkan sembarang kertas di meja dengan gugup, kemudian berjalan ke arah koridor.

“Mesin fotokopi di sebelah sana.” Mila menunjuk ke arah sebaliknya yang dituju si Tinggi. Laki-laki itu hanya garuk-garuk kepala dan mengikuti arah yang ditunjuk Mila.

Si Tinggi tidak aneh, kecuali kalau dia sering memandang Mila lama-lama. Diam seribu bahasa jika ditanya, atau bahkan gugup seperti sekarang. Mila tidak merasa seperti Si Tinggi menyukai dirinya, tapi seperti ada kamera CCTV yang mengawasi apapun yang dilakukan oleh Mila. Tapi di luar itu semua, dia orang baik. Terlalu baik untuk Mila pedulikan.

Seseorang menyentuh bahu Mila. Pasti Si Kelinci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun