Mohon tunggu...
Rizqi Prasetyo
Rizqi Prasetyo Mohon Tunggu... Lainnya - mendorong percepatan transisi energi | Indonesia #bebasemisi2050

Pengikut isu energi, iklim, dan lingkungan | Engineering-based | Javanese

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Gotong Royong Mencapai Net Zero Emissions Indonesia dengan Energi Surya

24 Oktober 2021   19:28 Diperbarui: 24 Oktober 2021   19:29 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang dirilis Agustus lalu menunjukkan bahwa target pemanasan global maksimal 1.5 derajat Celcius dapat terlampai hanya dalam waktu 10 tahun apabila tidak ada langkah nyata penurunan emisi dunia. Menurut Sekretaris Jenderal PBB, laporan tersebut merupaan "red code" atau tanda bahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Negara-negara di dunia perlu mencapai netral karbon di pada pertengahan abad ini untuk mencegah pemanasan lebih dari 1,5 derajat Celcius. Tidak terkecuali Indonesia.

Indonesia berkomitmen untuk menurunkan gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri atau 41% di tahun 2030 dengan bantuan internasional dari skenarioo business as usual (BaU)dalam rangka mendukung Persetujuan Paris. Namun, komitmen tersebut dinilai jauh dari cukup untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius. Indonesia juga harus menyusun peta jalan penurunan emisi dan mencapai netral karbon atau net zero emissions pada 2050.

Pada tahun 2018, dua sektor terbesar penyumbang karbon di Indonesia adalah sektor kehutanan dan sektor energi. Emisi dari sektor kehutanan dan energi berturut-turut menyumbang emisi gas rumah kaca sebesar 44% dan 36% dari total emisi Indonesia.

Alih-alih menurun, emisi di sektor energi justru diperkirakan terus meningkat dan akan segera menjadi kontributor utama emisi gas rumah kaca melebihi sektor kehutanan di Indonesia pada tahun 2022. Pasalnya, ketergantungan pada energi fosil masih sangat tinggi, sedangkan energi terbarukan hanya meyumbang 11% dari bauran energi primer. Target penurunan emisi di sektor energi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pun masih terus meningkat.

Langkah mitigasi di sektor energi yang berorientasi energi terbarukan sangat penting untuk menjaga Indonesia on-track terhadap target Persetujuan Paris. 

Pemerintah Indonesia telah menyusun berbagai upaya dalam menekan emisi di sektor energi dengan beberapa program. Salah satunya adalah mendorong percepatan implementasi energi terbarukan melaui Grand Strategy Energy Nasional (GSEN) yang menargetkan pengembangan energi terbarukan hingga 38 GW pada 2035. Pengembangan energi surya menjadi prioritas dalam GSEN.

Hal ini bukan tanpa alasan, biaya teknologi PLTS mengalami penurunan sebesar 80% dalam satu dekade terakhir sehingga membuat harga listrik semakin kompetitif. PLTS yang bersifat modular dan fleksibel dinilai membuat PLTS mudah dalam penggunaan serta penempatannya, yaitu di tanah, atap bangunan, bahkan di permukaan perairan. PLTS juga dapat dibangun dalam waktu yang relatif singkat, sehingga dapat digunakan untuk mencapai target bauran energi terbarukan dan penurunan emisi dengan cepat.

Dari beberapa teknologi PLTS yang dapat aplikasikan, PLTS atap adalah salah satu low-hanging fruit yang dapat dilakukan untuk akselerasi energi terbarukan di Indonesia. 

Berdasarkan kajian, potensi teknis PLTS atap di bangunan rumah tangga Indonesia mencapai 655 GWp dengan pembangkitan mencapai 931 TWh pertahun. Lebih dari cukup untuk memenuhi konsumsi energi di Indonesia. Potensi tersebut belum termasuk bangunan lain dari sektor pemerintahan, industri, dan bisnis komersial yang umumnya memiliki atap yang lebih luas dibandingkan atap rumah tangga. 

Sejak keluanya Peraturan Menteri ESDM Nomor 49/2018 tentang pemanfaatan PLTS atap oleh konsumen PLN, masyarakat yang merupakan pelanggan PLN secara legal diperbolehkan untuk memanan energi matahari di rumahnya sendiri dan mengekspor kelebihan energi yang dimiliki ke PLN dengan skema net-metering. 

Regulasi tersebut dinilai mendorong minat masyarakat untuk memasang PLTS atap. Jumlah pengguna PLTS atap pun melejit dari 600 pada tahun 2018 ke angka 4.000-an pengguna hanya dalam waktu 3 tahun. Hingga Agustus 2021, sebesar 36 MWp PLTS atap terpasang di atap berbagai sektor masyarakat dan berkontribusi kurang lebih 20% dari kapasitas terpasang PLTS di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun