Mohon tunggu...
Rizky Ridho
Rizky Ridho Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Penulis saat ini aktif di NGO ENERGI Bogor, sebuah komunitas yang berfokus pada pengkajian kebijakan publik di kota Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menjadi Relawan itu Tidak Main-main, Jadi Pikirkanlah Dahulu

4 Desember 2020   12:54 Diperbarui: 4 Desember 2020   12:57 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Relawan adalah seseorang yang rela membagi waktunya untuk kepentingan orang banyak. Dan saat ini, tren jadi relawan di kalangan anak muda sangat marak. 

Kalau bicara soal motif, ada empat hal yang jadi pendorong kita untuk jadi relawan: pengembangan diri; menjalin relasi; mencari kesibukan; dan terakhir menghias CV agar bisa mendaftar beasiswa. Motif-motif diatas tidak masalah dan menjadi sebuah hal yang umum. Itu bisa jadi penyemangat kita. Tapi, aku coba bongkar secara singkat keempat alasan ini dari sisi lain. 

Misalkan alasan pengembangan diri, itu bagus karena memang dari diri kita ingin meningkatkan kapasitas. Tapi, ini harus dibarengi dengan konsistensi dan komitmen. Kalau tidak, yang ada hanyalah memberi kekecewaan. 

Untuk alasan kedua, yaitu mencari kesibukan, makin kesini aku tidak suka dengan alasan ini. Umpamanya, ketika mereka sudah ada di organisasi A, tapi karena lagi pasif, mereka mencari kesibukan lain. Lalu, ketika semuanya sibuk, bingung milih yang mana. Itu sama saja dengan yang jobless yang mencari kesibukan, ketika sudah punya pekerjaan, tugas relawan diabaikan.

Jika untuk menjalin relasi, sebenarnya tidak perlu untuk mengikuti organisasi atau gerakan yang banyak. Cukup satu atau dua maksimal dan buatlah ikatan yang dalam. Kadang orang terjebak dengan pola pikir "jika ikut organisasi banyak, relasi semakin banyak". Cara kerja hubungan tidaklah seperti itu. 

Alasan terakhir sebenarnya lebih merupakan result. Kalau kita komitmen, menunjukkan kontribusi kita, pasti kita nyaman mencamtumkannya. Tapi, kalau kita tidak aktif, ada perasaan aneh ketika mencamtumkannya di CV. 

Keaktifan di gerakan sosial membuat eksistensi kita diperhitungkan. Keren memang, perspektif orang lain jadi berubah. Ada yang melabeli kita sebagai seorang aktivis, pegiat sosial, dan lain-lain. Tapi, kita jadi lupa akan esensi kita berada di suatu organisasi. Eksistensi tidak dibarengi dengan esensi. Bahkan, tidak jarang ada yang cuma sekedar numpang nama. Karena eksistensi hanya membuat kita ada tapi tidak bermakna. Bagi orang-orang seperti ini, untuk apa menjadi relawan? Apalagi jika ujung-ujungnua hanya menjadi  di spectator di dalam organisasi. 

Benar, tren menjadi relawan sekarang sangat pesat di kalangan anak muda sekarang, mungkin bisa dijadikan panjat sosial. Tapi, menjadi relawan tidak sebercanda itu. Menjadi relawan tidak hanya untuk kesenangan semata. Kalau seperti itu, ke ancol atau puncak saja. Ketika kita memutuskan untuk menjadi relawan, berarti kita harus siap untuk berkomitmen dan konsisten. 

Justru, kedua hal ini yang sulit. Apalagi, kalau kita sudah bekerja, terus weekend capek, hasilnya relawan jarang datang ke pertemuan. Padahal, waktu relawan hanya di hari sabtu dan minggu. Selain itu, di awal juga sudah mengatakan akan berkomitmen, namun aksi menunjukkan sebaliknya. Kasian para jajaran founders organisasi atau gerakan yang sudah merekrut kita. Mereka sudah menerima kita dengan baik, namun kita mengecewakannya. Apalagi, kalau kita tiba-tiba menghilang tanpa ada kabar dan kita telah diberi tanggung jawab yang besar. 

Para pendiri gerakan kerelawanan ini telah meluangkan waktu berharganya untuk memajukan masyarakat. Padahal, mereka juga punya keluarga, pekerjaan, dan tanggung jawab lain yang harus dilakukan. Betapa besar pengorbanannya. Untuk kita yang mungkin masih sekedar ikut-ikutan saja, setidaknya bentuk penghargaan yang bisa kita berikan adalah menunjukkan komitmen dan konsistensi. Istilah kerennya walk the talk. 

Mendahulukan eksistensi tidak apa-apa sebenarnya. Tapi, jangan lupa bahwa kita harus memberikan esensi dari keberadaan kita di dalam suatu organisasi. Dan juga, lebih baik fokus pada satu organisasi jika kita masih belum bisa mengatur waktu kita. Apalagi, waktu kita beraktivitas menjadi relawan hanya di waktu malam sama weekend bagi yang sudah bekerja. Waktunya sempit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun