Mohon tunggu...
Rizky Pahlevi
Rizky Pahlevi Mohon Tunggu... Guru

Mencari keindahan dalam kesederhanaan, tapi tak pernah ragu melangkah ke pengalaman baru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kapitalisasi Agama: Cuan Dengan Bisnis Agama!

16 Februari 2025   22:39 Diperbarui: 16 Februari 2025   22:39 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Goa Safarwadi Yang Viral Bisa Menuju Ke Mekah (Sumber: Detik News)

"Kalau mau jualan laris, jualanlah agama." Ungkapan ini sering kita dengar, dan tak bisa dimungkiri, fenomena kapitalisasi agama semakin marak terjadi. Nilai-nilai spiritual yang seharusnya suci kini sering kali dimanfaatkan sebagai alat untuk meraup keuntungan, baik oleh individu maupun kelompok tertentu.

Kapitalisasi agama adalah fenomena ketika nilai-nilai agama dijadikan komoditas yang bisa diperjualbelikan di pasar. Hal ini tidak hanya terjadi di satu tempat atau budaya tertentu, tetapi telah menjadi tren global seiring dengan meningkatnya konsumerisme dan globalisasi. Dengan memanfaatkan sentimen religius, individu maupun organisasi dapat merancang strategi pemasaran yang efektif sehingga produk atau jasa yang ditawarkan terasa autentik dan menarik minat konsumen yang mencari kedekatan spiritual.
Mengapa Agama Menjadi Komoditas?
Ada beberapa faktor utama yang mendorong kapitalisasi agama diantaranya:


1. Ekonomi Pasar. Sistem ekonomi kapitalis yang sangat kompetitif mendorong individu dan organisasi untuk mencari segala cara meraih keuntungan, termasuk dengan memanfaatkan agama.
2. Konsumerisme. Masyarakat modern cenderung mengonsumsi segala sesuatu, termasuk nilai agama, dalam bentuk buku, pakaian, perlengkapan ibadah, dan lain-lain.
3. Politik Identitas. Agama sering kali digunakan sebagai alat untuk membedakan kelompok satu dengan yang lain, yang dalam beberapa kasus dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
4. Kurangnya Literasi Agama. Pemahaman agama yang dangkal dapat membuat individu mudah terpengaruh oleh penafsiran agama yang bersifat komersial. Contoh terbaru adalah kasus viral goa di Tasikmalaya yang diklaim bisa langsung tembus ke Mekah.


Dari bisnis umrah dengan embel-embel 'pasti berangkat' hingga produk-produk berlabel 'syariah' tanpa pengawasan yang jelas, kapitalisasi agama terus berkembang. Bahkan, beberapa figur publik dan tokoh agama juga terlibat dalam praktik ini, menciptakan pasar baru di mana kepercayaan dijual dengan kemasan yang menarik. Sayangnya, banyak masyarakat yang mudah terpengaruh oleh strategi pemasaran berbasis agama ini, tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Sebuah goa di Tasikmalaya yang viral karena diklaim bisa 'tembus ke Mekah' adalah salah satu contoh bagaimana narasi religius dapat digunakan untuk menarik perhatian publik, meskipun klaim tersebut tidak masuk akal.


Kapitalisasi agama tidak bisa dibiarkan menjadi tren yang terus berkembang tanpa adanya kesadaran kritis dari masyarakat. Penting bagi kita untuk lebih bijak dalam mengonsumsi produk atau jasa yang membawa embel-embel agama. Agama seharusnya menjadi pedoman moral, bukan sekadar alat komersialisasi yang menguntungkan segelintir pihak!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun