Mohon tunggu...
Rizky Novian Hartono
Rizky Novian Hartono Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Belajar untuk menulis; menulis untuk belajar.

Menulis adalah cara untuk menyimpan ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Hari Pendidikan Nasional: Pembelajaran Jarak Jauh

6 Mei 2020   15:24 Diperbarui: 6 Mei 2020   15:24 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pandemi global Covid-19 merupakan suatu hal tidak terduga yang harus dihadapi oleh umat manusia siap tidak siap dan suka tidak suka. Seluruh lini kehidupan manusia di bumi dipaksa untuk berjalan secara abnormal bahkan tak jarang beberapa kegiatan diminta untuk ditunda dan dihentikan operasionalisasinya. 

Keabnormalan juga memberi hantaman besar bagi dunia pendidikan, tak terkecuali pendidikan di Indonesia. Keabnormalan yang sudah berjalan lebih dari 2 bulan semenjak Pemerintah meminta masyarakat untuk melaksanakan segala aktivitas dari rumah menuntut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) guna menekan angka penyebaran Covid-19.

Pandemi yang terjadi seakan menyingkap masih kelamnya dunia pendidikan di Indonesia. Pandemi ini justru memunculkan tantangan baru yang harus menjadi evaluasi para stakeholder terhadap ketahanan sekaligus pelaksanaan pendidikan di Indonesia. PJJ sebagai opsi yang dipilih oleh Pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19  guna tetap terlaksananya pendidikan di semua jenjang bukannya tak menimbulkan problematika tersendiri. Penekanan terhadap pelaksanaan PJJ tersebut dititikberatkan pada sarana dalam jaringan (daring) yang dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa (Kemdikbud.go.id, 2020).

Problematika pengimplementasian PJJ sangat berkaitan dengan ketersediaan sarana teknologi informasi yang memadai bagi peserta didik untuk mengakses pendidikan dari rumah. Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statisik, menunjukkan bahwa pada tahun 2016 terdapat ketimpangan signifikan antara kawasan Indonesia bagian barat dan timur dalam hal akses teknologi dan kemampuan teknis penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPS, 2017). 

Data lain pun menunjukkan bahwa masyarakat perdesaan yang telah memiliki ponsel pintar dan mendapat akses internet baru berada di kisaran 42-48 persen, jauh di bawah masyarakat perkotaan yang penetrasi ponsel pintar dan akses internet-nya telah mencapai 71-72 persen. Tidak hanya itu, akses internet baru dapat dinikmati 21 persen masyarakat kelas ekonomi bawah, sangat timpang bila dibandingkan dengan penetrasi internet pada masyarakat kelas ekonomi atas yang mencapai 93 persen. (The Conversation, 2018).

Data-data konkret tersebut menyegarkan pikiran kita bahwa tidak semua masyarakat di seluruh daerah di Indonesia memiliki aksesibilitas terhadap penggunaan teknologi, seperti ponsel pintar yang digunakan sebagai salah satu sarana pelaksanaan PJJ. Metode pembelajaran secara seragam melalui konsep PJJ tidak dapat diterapkan secara efektif sebab keragaman kondisi dari peserta didik itu sendiri. 

Kalaupun peserta didik telah memiliki ponsel pintar atau sarana lainnya, yang menjadi permasalahan selanjutnya ialah berkenaan dengan kuota internet dan berujung pada semakin beratnya beban dari keluarga peserta didik itu sendiri. Peserta didik pun pada akhirnya tidak dapat berbuat banyak apabila ia tidak bisa mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan secara utuh. Lebih parahnya lagi akan semakin menimbulkan ketimpangan pendidikan bagi peserta didik.

Danim Sudarwan sebagaimana yang dikutip oleh Rusniati dalam jurnalnya (2015, hal. 106), mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pemanusiaan menuju lahirnya insan bernilai secara kemanusiaan. Pendidikan erat dengan cara berpikir manusia terhadap suatu hal yang kemudian diaktualisasikan dalam bentuk tindakan. Pendidikanlah yang akan membuka kunci masa depan yang akan membawa sebuah transformasi sosial dalam bermasyarakat.

Masih membekas di hati ketika Pak Avan, seorang guru di SD Negeri Batuputih Laok 3, Sumenep, Madura, dengan kerelaan dan ketulusan hatinya memilih untuk mengajar dengan cara berkeliling dari rumah ke rumah para siswanya. Cara ini ditempuh oleh Pak Avan ketika mengetahui bahwa tidak semua orang tua siswanya memiliki kemampuan ekonomi yang baik untuk menyediakan fasilitas belajar online dari rumah (Kompas, 2020). Pak Avan bukannya tidak takut terhadap penyebaran penyakit Covid-19 dan tidak mengindahkan arahan untuk belajar dari rumah namun hal ini terpaksa dia lakukan semata-mata agar para siswanya yang tetap dapat menerima ilmu baru dari rumah.

Apa yang dilakukan oleh Pak Avan mungkin hanya secuil dari banyaknya kisah lain dari para perjuangan mulia tenaga pendidik di daerah-daerah lain di Indonesia terutama di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) agar roda pendidikan tetap dapat berjalan di tengah pandemi. 

Plt. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak dan Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hammid Muhammad, M.Sc., Ph.D, menanggapi dibutuhkannya kurikulum darurat yang diusulkan oleh Komisi Perlinndungan Anak Indonesia berujar dalam program televisi Aiman, Kompas TV tanggal 4 Mei 2020, bahwa tidak dibutuhkannya pedoman bagi guru untuk melaksanakan kurikulum darurat di tengah pandemi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun