Indra adalah orang yang paling tegar diantara kami. Badai apa pun tak akan mampu meruntuhkannya. Dia tetap berjalan lurus, walau keinginan untuk berkelok sangat banyak. Indra memahami benar apa yang menjadi tujuannya hidup dijalanan, dan apa yang harus dilakukannya, merubah semua perkataan itu.
Sedangkan, aku sendiri masih berkutat pada rasa sakit hati yang seharusnya tak pernah ku pikirkan lagi. Masa lalu masih kuat untuk menggoda imanku, menggodaku dengan berbagai macam caranya, terlebih Mawar terlihat sangat mempesona, bukan hanya dimataku, tetapi juga dimata yang lain.
Jalanan ini terlalu baik untuk perempuan-perempuan seperti Mawar. Tak seharusnya dia mengalami apa yang harus dialaminya saat ini. tetapi, dia masih tetap bersyukur dengan apa yang ia punya. Cemoohan dari orang-orang yang melintas dengan rasa sombong itu, ditanggapinya dengan sangat dingin.
Pernah suatu ketika, seorang lelaki baya, memberinya uang setelah ia menyanyi. Tetapi lelaki itu tak puas dengan apa yang dilakukan oleh Mawar, ia mengingikan lebih dari itu. Indra pun menghajarnya, begitu pula dengan ku yang memukulnya berkali-kali. Lelaki itu pergi, dan tak lama kemudia kembali dengan membawa beberapa polisi. Kami pun ditangkap dan dimasukkan ke penjara untuk beberapa hari.
"Sudahlah, hal yang seperti ini sudah biasa bagi kami," kata Mawar yang mencoba meredam amarah ku.
"Tapi, kita hanya membela diri atas perlakuan lelaki itu," jawabku yang masih kesal
"Sudah untung kita tak mati, terkadang penjara ini lebih baik dari emperan toko kawan,"
"Iya, Dim, kalau boleh aku ingin hidup selamanya dipenjara bersama kalian, makan terjamin, tidur terjamin, nggak panas, nggak hujan, nggak ada orang jahat, dan nggak ada yang berkata kotor kepada kami lagi,"
Aku melihat raut wajah kesedihan dari tatapan Indra dan Mawar. Aku menumbuhkan kembali ingatan yang sudah dikuburnya dalam-dalam, tentang kematian Rizky yang bernasib sial gara-gara kejadian yang sama. Nuraniku tak kuasa melihat apa yang sedang terjadi di dalam sel ini. Rasa bersalah ini muncul seketika menghantui semua emosi yang kini mulai terendam.
"Setelah ini, kita akan kemana?" kata Mawar setelah menghirup udara bebas lagi.
"Entah,"