Fin terkejut dengan kabar yang baru saja aku bicarakan. Dia masih tak percaya, bila orang yang dicintainya sedang terbaring lemah menunggu kematian dirumahnya. Air mata Fin meleleh, dia tak kuasa membendung air matanya itu. dia tampak sekali terpuruk dan masih tak sanggup bila harus kehilanagan Kiasa secepat ini.
Kami pun pergi ke rumah Kiasa. Tubuhnya sangat lemah, terbaring di sebuah tempat tidur. Hati Fin hancur berkeping-keping melihat orang yang dicintainya itu lemah tak berdaya, sementara dia tak bisa melakukan apa pun untuk membantunya.
Fin mendekat kearah Kiasa, memegang tangannya, mencium keningnya. Terlihat cinta yang begitu abadi tersaji di depan mataku. Aku menangis melihat mereka yang sudah terlalu tua untuk mengucap dan merasakan cinta yang sebenaranya. Fin membelai rambut Kiasa dan kembali mengecup keningnya.
"Aku belum siap kehilangan dirimu Kiasa,"
Fin memegang erat tangan Kiasa yang sangat lemah. Kiasa menyadari betul kedatangan Finm dia meresponnya dengan isyarat hati. Aku bisa menangkapnya, kesedihan Kiasa yang teramat dalam, kesedihan Fin yang tak bisa terbendung.
Kesedihan mereka adalah kesedihan seluruh warga, pahlawan yang selama ini diagungkan, lemah tak berdaya oleh sosok perempuan yang dicintainya. Semua dokter pun dikerahkan untuk kesembuhan Kiasa yang hanya tinggal harap. Semua memanjatkan doa demi kebahagian sepasang kekasih yang menjalin cinta yang abadi.
Kedua tangan mereka saling memegang dengat erat. Panjatan doa terdengar lirih diantara raga yang sudah pasrah akan kematian. Malaikat pun bersedih melihat apa yang sedang tersaji didepan mereka. Tetapi, takdir tetaplah takdir yang harus berjalan semestinya.