Mohon tunggu...
Rizky Luxianto
Rizky Luxianto Mohon Tunggu... Dosen - Coretan saya...

Mencoba menjadi pengajar yang baik, praktisi yang cakap, dan pebisnis yang handal, amin...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Penyebab Gagalnya Reformasi PSSI

31 Maret 2013   18:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:56 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sedikit flash back melihat kembali kenapa Reformis PSSI yang didukung seluruh elemen Suporter ketika menurunkan Nurdin bisa gagal menjalankan misi Reformasi PSSI dan PSSI kembali digenggam konco-konconya Nurdin. Semoga menjadi pembelajaran Reformis PSSI di masa depan yang mungkin kalau diberi kesempatan bisa kembali memegang kendali atas PSSI.

.

Penyebab pertama dan utama menurut saya adalah gagalnya Reformis PSSI mengambil HATI SUPORTER yang notabene roh dalam perubahan PSSI itu sendiri. Kegagalan ini merupakan buah dari blunder-blunder yang dilakukan PSSI yang mestinya bisa dihindari namun entah mengapa tidak. Memang serangan dari tim sebelah sangat berperan, namun blunder Reformis PSSI seolah tidak menangkis atau mengantisipasi serangan, namun malah memudahkan musuh dalam menyerang.

.

Blunder PERTAMA adalah memaksakan menambahkan 6 tim tambahan ke dalam ISL, apalagi dua diantaranya adalah PSMS dan Bontang FC yang bukan tim yang berhak masuk ISL pun bukan pula tim dari LPI. Lupakan legalitas, lupakan izin yang diberikan AFC, FIFA dan sebagainya. Dengan masukkanya tim-tim tersebut, maka menjadi pembenaran bagi musuh untuk mengatakan bahwa PSSI ga bener, memasukkan tim yang tidak berhak dsb, sehingga SUPORTER pun ketika musuh menyerang dengan memberontak, berada dibelakang mereka, dan ikut menyalahkan PSSI. Seharusnya paling tidak 4 tim saja dari LPI, bahkan kalau perlu Persebaya tidak usah ikut divisi paling atas dulu, karena kalau 3 tim lainnya (PSM, Persema, dan Persebo) pasti aman dan tidak ada pembenaran yang macam-macam karena memang mereka dulu di ISL.

.

Blunder KEDUA adalah mendepak PT. LI dan brand ISLnya dan menggantinya dengan PT. LPIS dan lebih blunder lagi menamakan liga yang baru IPL, menjadi seolah sama dengan LPI dimana hal ini sangat tidak mengambil hati SUPORTER ISL. Dengan Reformasi PSSI yang diawali dengan pembentukan LPI sebagai liga tandingan, isu pengelola liga dan nama liga menjadi sangat penting, mengingat LPI banyak yang mengaanggap liga tarkam karena dengan tim-tim baru asal-usulnya. Dengan demikian seharusnya sebisa mungkin PT. LI dan ISLnya tetap dijadikan pengelola dan brand, dan kalau pun secara regulasi (terkait audit dsb apakah keharusan atau bagaimana saya sendiri tidak tahu) tidak memungkinkan,gantilah dengan nama lain yang lebih umum, yang lebih mewakili rekonsiliasi, bukan menang kalah salah satu pihak.

.

Blunder KETIGA, adalah melarang pemain ISL memperkuat TIMNAS. Dengan dua blunder di atas saja SUPORTER sudah antipati terhadap PSSI dan liganya, nah ini malah ditambah dengan melarang pemain ISL yang notabene pujaan para suporter TIMNAS, saya sendiri tidak tahu pasti bagaimana aturannya, bahkan seharusnya kalau perlu PSSI melobi FIFA atau bagaimana, entahlah. Apakah ini strategi menggertak atau memang peraturan, kalau peraturan seharusnya biarlah PSSI tetap memainkan, kalaupun setelah dimainkan ada surat atau keputusan FIFA, maka itu lebih baik daripada PSSI sendiri yang menantang suporter ISL. Kalaupun menggertak, seharusnya PSSI berhitung apakah gertakan dia lebih kuat atau lemah, kalau lemah sebaiknya jangan dilakukan.

.

Blunder KEEMPAT, adalah menunjuk pengelola liga PT. LPIS yang tidak kompeten, baik secara aspek teknis pengelolaan, terlebih lagi aspek komersial. Kita lihat teknis pengelolaannya, ketika pertama bergulis jadwal tidak jelas, manual liga tidak jalan, tentu ini yang dilihat suporter, pengelola tidak profesional, maka makin hancur lagi kredibilitas PSSI di mata suporter ISL. Lebih parah lagi, aspek komersial pun seolah tidak diperhatikan, bagaimana tayangan live yang terbatas dan tidak mampu mendatangkan sponsor bagi klub, padahal awalnya tujuan dibentuknya sistem konsorsium adalah agar memudahkan mengelola dan mendapatkan sponsor. Namun hasilnya, klub-klub kekurangan dana, tidak terlihat loga sponsor ada di jersey. Kalau tahun pertama mungkin bisa sedikit dimaklumi, namun ternyata tahun kedua sama saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun