Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Yang Tiada di Bangku Belakang

7 Januari 2021   11:16 Diperbarui: 7 Januari 2021   18:35 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah kecelakaan hebat terjadi di pagi yang mendung. Jalan Mahardika menjadi saksi terjadinya mobil dan motor saling bertabrakan, berlawanan arah. Menghancurkan kedua kendaraan tersebut. Empat orang menjadi korban. Tiga orang dewasa dilarikan ke rumah sakit dan satu anak sekolah yang masih berbalut seragam putih biru meninggal seketika.

Jalanan tersebut langsung dipadati kerumunan orang. Ada yang membantu tetapi banyak juga yang hanya melihat. Para wartawan segera datang untuk meliput. Polisi langsung mengambil alih situasi untuk penyelidikan lebih lanjut.

***

Hari ini Said datang ke sekolah dengan memasang wajah datar tanpa ekspresi. Biasanya anak yang masih duduk di kelas tujuh itu selalu semringah. Ceria. Tetapi hari ini dia berbeda. Disapa tidak menjawab, diajak berbicara hanya diam saja. Seolah ada jiwa lain yang merasuki tubuhnya.

Setelah memasuki kelas yang sudah ramai, dia langsung duduk di kursi pojok belakang. Sendirian. Heri, teman sebangkunya, mencoba melemparkan satu-dua pertanyaan, tetapi bagai pengeras suara di dalam air, Said tetap juga tak merespon. Karena sedikit kesal, Heri langsung meninggalkan Said dan duduk sedikit menjauh. Kebetulan juga masih ada bangku kosong.

Bel sekolah berdentang lima kali. Semua siswa langsung masuk ke kelasnya masing-masing, berdoa. Sanjaya, guru bahasa Indonesia, masuk ke kelas dengan senyuman yang merekah. Tak lekas duduk, dia menyapa dahulu seluruh siswa dengan suka cita. Wajah-wajah penuh gairah belajar tinggi terhampar di hadapannya. Salah satu kebahagiaan menjadi guru ialah ketika memandang wajah murid-muridnya yang bersemangat. Yang sudah siap mengais ilmu.

Sesaat setelah seluruh siswa menjawab salam dari Sanjaya dan guru yang selalu tampil rapi itu mengambil buku modul di dalam tasnya, dia menangkap seorang siswa yang terlihat murung di sudut belakang. Said hanya diam dan nampak pucat. Sanjaya sempat heran, biasanya Said yang paling lantang menjawab salam. Salah seorang siswa menyahut, "Said mungkin lagi sakit, Pak."

Sanjaya menyimpan kembali buku modulnya lantas menghampiri Said. Anak itu tetap tak ada respon sama sekali ketika Sanjaya duduk di sebelahnya. Teman-teman Said hanya memperhatikan.

"Wajahmu terlihat pucat. Kamu sakit, Said?" tanya Sanjaya.

Lagi-lagi Said tak menjawab. Jika ditilik lebih jauh, bibir Said memang tampak putih pucat dan tatapan matanya kosong. Tetapi ketika Sanjaya memegang kening Said untuk memastikan kondisi tubuhnya, suhu anak itu dingin. Tidak ada tanda-tanda sedang sakit kecuali pasi di wajahnya.

"Kalau kamu merasa tidak enak badan, mari ikut Bapak ke UKS. Di sana mungkin sedikit bisa memulihkan kondisi badanmu," ajak Sanjaya, kali ini sedikit merayu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun